Friday, September 14, 2012


Permasalahan Dakwah dan Tantanganyan

Pasal ini mencakup mukadimah dan empat pembahasan:
   1.      Bahasan pertama         : Permasalahan internal (personal)
   2.      Bahasan kedua            : Panduan umum dalam menyelesaikan Permasalahan internal 
   3.      Bahasan ketiga            : Permasalahan eksternal 
   4.   Bahasan keempat         : Panduan umum dalam menyelesaikan permasalahan eksternal

 Pengantar Terhadap Berbagai Permasalahan Dakwah dan Rintangannya

Pada awalnya saya merasa bimbang dalam menetapkan pasal ini dan memasukkannya dalam kategori pengantar yang bersifat ilmiah. Kebimbangan ini disebabkan oleh problema-problema yang bersifat ilmiah dan amaliyah yang ada pada cabang sebuah ilmu bukanlah bagian inti dari ilmu tersebut yang bisa dimasukkan ke dalam bahasan terpisah dari bahasan yang ada.  
Setelah melalui kebimbangan yang panjang tersebut, saya menguatkan tekat saya untuk menetapkannya dan memasukkannya ke dalam pendahuluan ini. Dengan pertimbangan bahwa tabiaat ilmu dakwah itu sendiri terdiri dari ilmu dan amal. Sebab permasalahan-permasalahan dakwah memiliki kaitan yang kuat dengan bahasan-bahasan yang berbeda dalam buku ini. Ia juga berkaitan dengan sejarah dakwah, pemahaman terhadap dakwah itu sendiri, dasar-dasar dakwah, metode-metode dan cara-cara yang ditempuh. Maka penyebutannya dan menjelaskannya secara rinci serta meletakkan panduan-panduan dalam memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut merupakan penyempurna dari pasal-pasal sebelumnya. Ia merupakan penjelas yang bersifat amali secara tidak langsung terhadap metode penerapannya yang benar. Sebagaimana penyebutannya juga merupakan nasehat wajib seorang muslim terhadap sesamanya
.
Sebelum memaparkan problema-problema dakwah yang ada saya ingin memaparkan beberapa hal. Di antaranya:
1.      Istilah “permasalahan dakwah dan tantangannya” bukanlah istilah yang asing lagi dalam ilmu dakwah. Dari zaman dahulu para penulis telah sering menyebutnya. Sebagai contoh Ustadz Fathi Yakan sudah menulis dalam bukunya ”Musykilatu ad-Dakwah wa ad-Da’iyah” beberapa problema penting dalam permasalahan ini. Begitu juga dengan Ustadz Khalish Jalabiy juga menulis dalam bukunya “fi an-Naqdi adz-Dzatiy” solusi dari permasalahan-permasalahan yang ada. Dua tahun yang lalu saya pernah menulis sebuah artikel ilmiah yang bertema “Tantangan dalam menerapkan syariat”. Tulisan ini dipersembahkan pada seminar internasional tentang penerapan syariat Islam yang diadakan oleh Universitas Imam Muhammad ibnu Sa’ud al-Islamiyah di Riyadh.
Oleh sebab itu, bukanlah hal aneh lagi istilah seperti ini dalam ilmu dakwah. Dan ia merupakan bagian yang penting dalam kerangka bahasannya.
2.      Hal yang kita inginkan dari problema-problema dakwah ini dan tantangannya, adalah sekumpulan kesalahan-kesalahan dan hambatan-hambatan yang dialami dan dihadapi oleh para da`i dalam perjalanan dakwahnya; baik tantangan itu bersifat internal maupun bersifat eksternal. Dan tantangan ini merupakan problema yang ada dalam jalan dakwah mereka. Baik kesalahan-kesalahan dan tantangan tersebut dari segi pemahaman terhadap dakwah itu sendiri atau dari segi metode yang dipakai.
Sebab kesalahan yang berasal dari diri pribadi para da’i tidaklah bisa disamakan dengan kesalahan orang biasa. Sebab dampak kesalahan orang biasa hanya kembali pada dirinya sendiri dan tidak akan berdampak pada orang lain. Berbeda dengan kesalahan yang dilakukan oleh para da’i dalam memahami dakwah dan menerapkan metodenya. Sebab bisa berimbas pada orang lain. Kesalahan da`i akan berpengaruh terhadap dakwah secara umum, baik ia menyadari atau tidak. Pepatah lama mengatakan: “Kesalahan orang yang berilmu adalah kesalahan bagi alam”. Oleh karena itu ada peringatan akan kesalahan patunan dan tauladan dengan bentuk yang berbeda-beda. Allah Swt. bersabda:
Artinya: “Wahai isteri-isteri nabi! Barangsiapa di antara kamu yang mengerjekan perbuatan keji yang nyata, niscaya azabnya akan dilipatgandakan dua kali lipat kepadanya. Dan yang demikian itu, mudah bagi Allah. Dan barangsiapa di antara kamu (isteri-isteri Nabi) tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan kebajikan, niscaya Kami berikan pahala kepadanya dua kali lipat dan Kami sediakan rezeki yang mulia baginya. Wahai isteri-isteri Nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa...” (al-Ahzab: 30-32)

Rasulullah Saw bersabda, “ Pada hari kiamat didatangkanlah seorang laki-laki yang kemudian dilemparkan ke dalam neraka. Maka menggelegaklah ususnya. Kemudian ia berjalan sebagaimana berjalannya keledai yang dalam kehausan. Pada saat itu, berkumpullah penduduk neraka padanya seraya berkata, “Wahai fulan, apa yang terjadi denganmu? Bukankah kamu dulunya orang yang menyeru pada kebaikan dan melarang pada kemungkaran? Ia lalu menjawab, “Benar. Dulu saya adalah orang yang menyeru pada kebaikan tapi saya tidak memperbuatnya dan saya larang orang dari kemungkaran sedangkan saya mengerjakan (mengerjakan kemungkaran tersebut).”

3.      Kesalahan-kesalahan dan rintangan dalam dakwah agar ia dinamakan sebuah problem dan hambatan tidak disyaratkan harus bersifat umum dan tidak harus dialami oleh semua para da`i. Tapi cukup, jika rintangan tersebut berada dalam barisan para penda’i walaupun hanya sedikit yang mengalaminya. Dari sini, maka perkenankanlah wahai saudara saya para penda’i yang merasa heran terhadap pemaparan urusan amar makruf nahi mungkar dan beberapa problema dan rintangannya dalam pasal ini, bahwa cukup bagi saya dalam hal ini menyebutkan kesalahan yang terjadi pada diri saya sendiri atau pada sebagian orang di sekitar saya yang saya ketahui. Dengan harapan agar mereka para penda’i tidak disibukkan dalam menilai untuk menerima ataupun menolak hasil penilaiannya walaupun itu kecil.
4.      Menganggap remeh permasalahan dakwah merupakan bentuk kesalahan. Bersikap acuh-tak acuh sehingga susah untuk memperbaiki permasalahan tersebut. Atau sebaliknya terlalu banyak permasalahan ataupun kesalahan sehingga juga susah untuk mempebaiki ataupun mencarikan solusinya. Sehingga dengan demikian orang-orang akan merasa putus ada. Sesungguhnya tidak ada penyakit di duia ini kecuali Allah menurunkan obat. Maka hendaklah setiap da`i berjuang keras untuk mengetahui obat-obat dari permasalahan tesebut.  Berusaha untuk mencari obat yang sesuai dengan penyakit. Sebab segala sesuatunya berada di tangan Allah Swt. Allah Swt berfirman:
Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (al-Ankabut: 69)
5.      Para ulama salaf ataupun para da`i terdahulu sangat perhatian dalam hal memperbaiki kesalahan yang ada pada diri mereka sebelum melakukan perbaikan pada kesalahan orang lain. Mereka lebih mengutamakan untuk membersihkan diri sendiri sebelum membersihkan diri orang lain. Sehingga dengan demikian mereka mudah untuk memperbaiki diri mereka sendiri dan menyelesaikan permasalahan.
Banyak dikalangan da`i sekarang disibukkan dalam mencari kesalahan-kesalahan orang lain dari pada mencari kesalahannya sendiri. Sehingga dengan demikain sebagian mereka menilai jelek dan seolah tidak ada kebaikan pada diri orang lain tersebut.
Oleh sebab itu kita mesti kembali kepada metode para pendahulu kita dalam memperbaiki permasalahan ini dengan cara mendatangi ataupun mengunjungi mereka.
6.      Sesungguhnya arahan yang diberikan al-Qur'an telah terdapat berbagai solusi dalam memperbaiki permaslahan dan kesalahan yang ada dalam jiwa. Sebelum mencari kesalahan orang lain, al-Quran terlebih dahulu menyuruh kita untuk mencari kesalahan dan mencela diri seniri. Allah Swt berfirman:
Artinya: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).(al-Syura: 30)
Dalam surat lain Allah Swt berfirman:
Artinya: “Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Ali Imran: 165)

Kebanyakan kita pada zama sekarang, apabila ditimpakan oleh musibah atau dihadapkan kepada tantangan, maka melemparkan kesalahan pada orang lain, mencari-cari alasan kalau musuh begitu kuat, sebelum mengintropeksi kepada diri sendiri. Mencari-cari alasan dengan mengatakan umat Islam lalai, berpecah belah dan sebagainya.
Khalifah Umar bin Khattab mencari alasan kenapa terlambat datangnya pertolongan kepada umat Islam dalam beberapa perperangan dengan mengatakan, “Sungguh saya tidak sanggup untuk memotivasi kalian untuk menaklukan Mesir, kalian telah berperang untuk menaklukannya beberapa tahun. Akan tetapi kecintaan kalian kepada dunia melebihi kecintaanmu untuk berperang. Sesungguhnya Allah swt tidak akan menolong suatu kaum kcuali dengan niatnya yang ikhlas. Bagaimana pendapat kita dengan yang demikian kita mengabaikan nasehat yang bersifat kritikan dan juga pembangunan terhadap karakter pada diri kita?”
7.      Sesungguhnya setiap dosa atapun kesalahan mesti dihapus dengan cara bertaubat.  Sebab, taubat tidak terkhusus pada permasalahan akidah ataupun syari`at saja. Akan tetapi juga berlaku pada permasalahan dakwah. Melenceng dari pemahaman yang benar tentang Islam merupakan sebuah kesalahan. Melenceng dari landasan utama dakwah dan berjalan melawan arahnya juga merupakan kesesatan. Menjauhi metode yang benar, cara yang baik dalam penyampaian merupakan bentuk kesalahan. Dan itu semua merupakan bentuk kesalahan.
Bahkan kesalahan dan dosa pada kondisi tertentu dalam dakwah bisa menjadi kesalahan yang besar dan memiliki pengaruh yang kuat pada permasahalan syariat. Sebab kesalahan dalam memberikan hukum syariat merupakan permasalahan yang utama. Adapun kesalahan yang terpadat pada metode dan tata cara dan kemudian berimbas kepada yang lain sehingga menimbulkan permaslahan-pemasalahan lain maka nantinya akan melahirkan permasalahan yang banyak dan tidak dapat dihitung.
8.      Diantara hal yang perlu diperhatikan adalah: sesungguhnya orientasi dakwah hanyalah satu, personal atau kelompok. Sebab tekadang sebagian orang tidak mampu mengenal kesalahnnya dengan mudah. Atau terkadang ia tidak mendapat petunjuk untuk menemukan obat dalam menyelesaikan permasalahannya.
Oleh sebab itu, agar sukses dalam memperbaiki kesalahan-kesalahan dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan dakwah maka mesti dengan bekerja sama. Kerja sama yang kuat antara da`i dan para penanggung jawab dakwah dari berbagai elemen dan tingkatan.
Jika seandainya para da`i menyelenggarakan sebuah pertemuan terbuka, yang mana menghimpun segenap pada da`i dari berbagai latar belakang yang bebeda atau dari dalam tingkatan yang lebih luas dengan menghadirkan para da`i terkemuka  dengan latar belakang yang berbeda, yang memiliki kapabelitas, keilmuan dan pengalaman yang mantap. Pertemuan tersebut untuk bertukar pendapat dengan cara yag baik, mendiksusikan permasalahan dakwah maka akan sampailah seluruh da`i kepada solusi yang baik dan efektif dalam menyelesaikan pemasalahan dakwah. Dengan demikian, bangkitah kembali semangat untuk menjalankan ajaran Islam dari kesadaran, membela ajaran tersebut, menwujudkan kebaikan. Allah Swt berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (al-Nahal: 128)
9.      Melihat begitu banyaknya problema dan tantangan dakwah, namun saya berpandangan bahwa permasalahan tersebut dapat dikelompokkan kepada dua, yaitu:  
a.       Permasalahan internal (personal)
b.      Permasalahan eksternal.
Pembagian ini tanpa memperhatikan urutan tertentu dalam permasalahan-pemasalahan yang ada dan tanpa berpanjang-panjang dalam membahas solusi dari setiap problema yang ada. Tapi saya berusaha menggabungkan permasalahan-permasalahan yang berdekatan semampu saya.
Setelah itu saya memaparkan panduan-panduan umum dalam mencarikan solusi bagi setiap permasalahan. Saya tidak membahas solusinya secara terperinci karena hal ini saya serahkan sendiri pada ijtihad masing-masing da`i dan orang-orang yang khusus berkecimpung dalam membahas metode-metode dakwah.   Sebab saya akui bahwa hal ini tidak lepas dari kekurangnan saya dan keluasan pemabahasan yang sebenarnya tidak pas untuk dimasukkan kedalam sebuah pengantar. Dan juga saya ingin membukakan pintu ijitihad selebar-lebarnya kepada mujtahid.
Sekarang saya akan mencoba untuk menulis beberapa solusi permasalahan yang saya paparkan. Insya Allah...



Pembahasan Pertama
Permasalahan Internal (Personal)
Adapun yang dimaksud dengan permasalahan internal adalah permasalahan yang tumbuh dari personal da`i, baik dari segi pemahaman, metode, cara dan sarana dalam berdakwah. Bukan permasalahan yang datang dari luar. Permasalahan ini banyak sekali, diantaranya:
1.      Kesalahan yang banyak dialami oleh pada para da`i adalah kesalahan dari segi pemahamannya terhadap dakwah Islam. Kebanyakan mereka merubah pemahaman sebagai seorang da`i yang menyeru kepada Allah Swt dan pewaris nabi kepada pembentukan partai, ataupun kelompok-kelompok yang tidak kuat. Hal ini disebabkan oleh lemahnya pemahaman terhadap dakwah yang sejati. Ataupun pengaruh dari realitas dakwah yang lain.
Dakwah—sebagaimana yang dijelaskan pada pembahasan sebelumnya—yaitu, dakwah kepada Allah dan melaksanakannya sesuai dengan redha-Nya. Melaksanakan tugas yang dulu diembankan kepada Rasulullah Saw, mengontrol mereka dalam dakwah tersebut. Dan hal ini sangat jauh dari tujuan-tujuan yang bersifat temporal ataupun sektoral. Sebab dakwah Islam berbeda dari segi metode, tatacara, sarana yang telah ditentukan dalam sumber dan dalil-dalil yang digunakan.
Kesalahan seperti ini banyak mempengaruhi pada da`i dan metode serta tatacara dakwah mereka. Kesalahan ini telah merubah mereka dari para penunjuk ke arah kebenaran menjadi orang-orang yang haus kehidupan dunia. Mereka diatur oleh kepentingan dan urusan masing-masing.
2.      Kebanyakan umat Islam kurang respon dalam menjalankan kewajiban dakwa kepada Allah. Dalam pandangan mereka bahwa dakwah tersebut hanya disandang oleh ulama ataupun orang-orang tertentu. Mereka menjauhi dawah dan merasa tidak ada hubunggannya dengan berdakwah. Hal yang juga melemahkan dakwah adalah mereka menghalangi anak-ana untuk melakukan aktivitas dakwah.
Allah Swt berfirman:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.(Ali Imran: 104)
Dalam ayat lain Allah Swt berfirman:
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar...”(Ali Imran: 110)
Allah Swt mengarahkan Rasulullah Saw dalam berdakwah dengan berkata:
Artinya: “Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata” (Yusuf: 108)
3.      Keterbatasan para pendakwah dalam memahami unsur-unsur dakwah. Ia hanya mengamalkan konsep dakwah terntentu dan menentang konsep dakwah yang lain. Menurut mereka dakwah itu hanya sekedar menyampaikan atau pengajaran atau sekedar pengaturan. Pemahaman seperti  ini dapat melemahkan dakwah itu sendiri. Disi lain ia merusak keindahan dan kekomprehensifan dakwah. Sehingga terjadilah konflik diantara para da`i dan saling kritik mengkritik diantara mereka.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa dakwah bermakna penyampaian dan penjelasan, pendidikan dan pengajaran, praktek dan pelaksanaan. Jika sebagian para  da`i menerima untuk mengamalkan beberapa konsep dakwah tertentu  yang sesuai dengan kesiapan, situasi dan kondisinya maka ia tidak akan menerima konsep dakwah yang lain. Bahkan mereka mengingkarinya ataupun berpandangan bahwa konsep yang diusung oleh orang lain itu telah keluar dari tabiaat dakwah.
Adapun solusi permasalahan ini telah saya bicarakan pada definisi dakwah dan batasan istilah-istilah dalam ilmu ini pada pengantar yang terdahulu.
4.      Banyak dikalangan ulama dan dan para da`i yang tidak mengerti dengan hakikat, asal-usul dan kebutuhan manusia kepada dakwah. Mereka mengira bahwa hal ini dapat dicukupkan dengan mengetahui ilmu-ilmu agama yang lain. Saya menganalisa terhadap beberapa pengkhusususan yang mereka lakukan, ternyata yang demikian hanyalah pengkhusususan yang tidak berarti. Dakwah menurut persepketif sebagian orang adalah nasehat dan khutbah. Oleh sebab itu sebagian mereka menggunakan gaya sastra dalam berkhutbah. Hal ini jauh sangat jauh dari nilai-nilai dakwah. Sebab dapat mengurangi urgensitasnya. Oleh sebab itu banyak kita saksikan sekarang, banyak para ulama yang mendalami ilmu agama yang beragam akan tetapi tidak cakap dan terampil dalam berdakwah. Betapa banyak dari para da`i yang berdiri di barisan dakwah yang menyeru pada kebodohan dan jauh dari nilai kebenaran dan petunjuk.
Permasalahan ini telah saya pecahkan dalam pembahasan tentang lahirnya ilmu dakwah dan penjelelasan bagaimana hubungannya dengan ilmu-ilmu amgama yang lain pada pengantar.
5.      Kelalaian sebagian para da`i dalam mengambil pelajaran dari ketentuan-ketentuan yang pasti dari Allah Swt dalam kehidupan dakwah. Atau kelemahan mereka dalam berinteraksi dengan hal tersebut. Sehingga dengan demikian banyak diantara mereka yang tergesa-gesa dalam dakwah ataupun putus asa. Hal ini dapat memperngaruhi pergerakan dakwah dan menghambat jalannya untuk menggapai tujuan.
6.      Sering terjadinya kesalahan dalam jalan dakwah. Sedikit mengambil pelajaran dari pengalaman dan kesalahan yang telah berlalu. Ataupun mengambil pelajaran darinya. Kesalahan dalam dakwah merupakan hal yang biasa, melihat kelemahan yang dimiliki oleh manusia. Akan tetapi orang-orang yang mengingkari kesalahan dan tidak mengambil pelajaran dari pengalaman dan kesalahan yang yang terdahulu. Dalam hadis Rasulullah Saw disebutkan: “Setiap anak Adam melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah orang yang bertaubat.”  Dalam hadis lain, “Tidak akan terperosok seorang mukmin dalam lubang yang sama.”
7.      Rendahnya kesadaran para da`i dalam memahami realitas dakwah yang ia hadapi. Tidak adanya pengamatan mereka terhadap realitas musuh dakwah, tata cara dan tipu daya mereka dalam melawan dakwah. Sehingga dengan demikian menjadikan kebanyakan pada da`i lebih menggunakan perasaan, dibohongi oleh perasaan dan kemudian berhenti ditengah jalan dakwah. Dan selanjutnya berujung dengan penyesalan dan mencela diri sendiri.
8.      Menyebarnya penyakit masyarakat yang berbahaya dikalangan para da`i. Tidak terkecuali penyakit yang digambarkan oleh Rasulullah Saw seperti, sombong, angkuh mengikuti hawa nafsu, cinta dunia, merasa bangga dengan pendapatnya, cinta jabatan sehingga menghancurkan sebagian mereka. Penyakit ini menyerang diri da`i dan kemuda menjadikan mereka pelit dan sombong, kemudian mereka mengikuti hawa nafsu, dunia mempengaruhi jiwa mereka, merasa bangga dan merasa benar dengan pendapatnya sendiri. Setelah itu mereka menilai orang lain salah. Padahal ulama dahulu mengatakan, saya benar akan tetapi ada kemungkinan salah, selain dari saya salah akan tetapi mengandung kebenaran.
9.      Berkembangnya paham pemisahan antara ilmu dengan amal dan teori dengan praktek dikalangan para da`i. Sehingga hal ini merusak kesempurnaan dan keindahan bangunan dakwah. Permasalahan ini telah saya pecahkan dalam pembahasan sifat para da`i dan adab-adabnya pada bab ke dua.
10.  Berkembangnya paham pemisahan antara fikih dengan pemikiran dalam barisan para da`i. Dengan demikain banyak di antara mereka yang tidak memahmi hukum-hukum agama. Hal ini menunjukkan bahwa mereka semakin jauh dari kepribadian seorang ulama dan fakih dan seorang pemikir dari sisi lain. Maka terjadilah kerancuan yang besar dalam pemahaman  serta keluar dalam pemahaman hukum-hukum syariat yang benar. Melenceng dari alasan yang benar dan menjadikan para kader dakwah saling bertentangan. Sehingga hal ini menuntun mereka pada situasi dan kondisi yang aneh.
Pemsalahan ini telah saya pecahkan dalam ceramah saya yang bertema tentang pemisahan antara pemikiran dan fikih dan ancamannya terhadap dakwah. Ceramah ini disebar luaskan oleh ikatan pemuda muslim arab di Amerika pada tahun 1411 H.
11.  Kacaunya cara berinteraksi dengan istilah-istilah. Percampuradukan antara satu istilah dengan istilah lain dalam dakwah dan berinteraksi dengan istilah-istilah tersebut secara sama dan setara. Sebagaimana yang terjadi dalam memahami sititlah-istilah berupa dasar-dasar dakwah, metode-metodenya, cara-caranya dan sarana-sarananya. Sebagain istilah-istilah ini tidak begitu dipahami lagi oleh para da`i sehingga, mereka kacau dalam memahami dasar-dasar dakwah, terbatas dari segi metode, salah dalam memakai cara dakwah yang baik dan benar, dan tidak pandai dalam menggunakan sarana-sarana yang ada dan seterusnya. Hal ini menuntun mereka untuk saling bertentangan ataupun kebingungan dalam menggunakan istilah-istilah dakwah.
Adapun solusi dari permasalahan ini telah saya paparkan pada sebuah artikel saya yang berjudul, Orisinalitas dan Kontemporer dalam Dakwah Islam. Artikel ini disebarkan dalam majalah Jami`ah al-Imam Muhammad bin Su`ud al-Islamiyah di Riyadh pada edisi pertama tahun 1409 H. Atau pada tulisan saya yang belum dicetak yang berjudul, tata cara berinteraksi dengan dengn istilah-istilah.
12.  Kelalian para da`i dalam menentukan strandar prioritas pada setiap aktivitas mereka. Mereka tidak mampu untuk menimbang antara kewajiban dengan kewajiban yang lain ataupun antara satu kemungkinan dengan kemungkinan yang lain. Ataupun antara mashalihdengna mafasid. Dampak dari kelemhan demikan adalah, sebagian mereka mendahulukan sesuatu yang penting dari yang lebih penting. Mendahulukan sesuatu yang bersifat tersier dari pada yang sekunder. Lebih mendahulukan yang sekunder daripada hal yang bersifat primer. Hal ini menuntun mereka pada kerusakan yang tanpa ia sadari. Dan mengakhirkan untuk aktivitas yang bersifat membangun dan perbaikan. Mereka menyia-nyiakan sebagain besar yang usaha, menambah halangan dan rintangan dalam dakwah.
Adapun solusi dari permasalahan ini telah saya sampaikan pada pembahasan hikmah yang tampak dalam metode dakwah di pasal ketiga dalam buku ini.
13.  Lemahnya hubungan pesaudaraan antara sesama muslim secara umum dan sesama para dari secara khusus. Sebagian mereka berpandangan buruk terhadap yang lain dan saling berprasangka. Dan bahkan sebagian mereka menghakimi sebagian yang lain dengan menyatakan kelompok lain kafir, sesat atau kelompok yang suka melakukan bid`ah dan sebagainya. Dengan demikian terjadilah perpecahan dalam barisan para da`i, antara satu hati dengan hati yang lain ataupun antara pemikiran dengan pemikiran lain saling berjauhan.
14.  Berkembangnya sebuah paradigma yang salah berupa keberagaman dalam ilmu dan amal. Hal ini merusak paham perbedaan dikalangan umat Islam. Lalai dari mempelajari tabiat dan sebab-seba perbedaan tersebut. Sehingga dengan demikian memperlebar jurang pemisah dalam barisan para da`i. Sebagian mereka menjadikan persaudaraan yang saling tolong-menolong lawan dari mereka yang sering jatuh menjatuhkan. Terciptanya sifat egoism dalam setiap jiwa para da`i. Lahirnya penghalang dalam diri disebabkan oleh faktor liyalita ataupun rasa fanatisme.
Adapun solusi dari masalah ini telah saya jelaskan dalam buku saya yang berjudul Wahdatu al`Amal al-Islamy baina al-Amal wa al-Waqi`.
15.  Tidak adanya kesepakatan dalam mendefinisikan kata ahlu halli wa al-aqdi dalam tubuh umat. Dampak dari perbedaan tersebut adalah pecahnya umat Islam kepada kepemimpinan yang ditampakan oleh masing-masing ulama atupun ahli fikih. Diantara kepemimpinan antara para pemimpin. Maka pada waktu tertentu hal ini dapat mengantarkan kepada persatuan umat. Khususnya dalam menghadapi musuh-musuh mereka. Akan tetapi dengan perpecahan dikalangan umat, lemahlah perjuangan sehingga menjadikan umat mengarah kepada arah yang salah. Ataupun menentukan keputusan yang saling bertentangan. 
16.  Lemahnya tumpuan ataupun tawakkal umat Islam kepada Allah Swt. Kebanyakan mereka banyak bertumpu pada materi ataupun kekuasaan. Sehingga hal ini dapat melemahkan keyakinan akan bantuan Allah Swt kepada mereka. Hal ini banyak dialami oleh pada da`i dalam menghadpai musuh mereka sehingga mereka dengan mudah tunduk dan patuh kepada musuh-musuh tersebut.
17.  Atau sebaliknya, terlalu tingginya rasa tawakkal seorang muslim dan mengabaikan sebab-sebab yang terjadi. Mereka enggan untuk melakukan studi ataupun pengkajian terhadap pengalaman-pengalaman yang ada. Ilmu eksperimen dan penyebab-penyebab yang bersifat materi merupakan karakteristik masa sekarang. Sehingga dengan demikian menjadikan umat Islam tertinggal dalam berbagai hal, baik dalam kehidupan mereka ataupun sumber dari kekuatan materi.
18.  Kurangnya perhatian terhadap masalah ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pada da`i berupa kebutuhan materi. Oleh sebab itu, kebanyakan dari mereka bergantung pada bantuan ataupun uluran tangan yang sifatnya terbatas dari orang lain. Sebagaimana yang banyak terjadi dikalangan umat Islam yang lemah dari segi materi dan krisis ekonomi. Sehingga hal ini menjadi peluang bagi gerakan kristenisasi untuk memberikan tekanan yang beragam pada gerakan dakwah Islam.
Dan adapun beberapa pemasalahan lain masuk kedalam beberapa poin diatas atau diketegorikan oleh para ahli yang memiliki pengalaman dan kecakapan dalam medan dakwah.



Pembahasan Kedua
Aturang-aturan dalam Proses Penyelesaian Permasalahan Internal
Pada pembahasan terdahulu saya telah memaparkan permasalahan-permasalahan atapun kesalahan-kesalahan yang bersumber dari diri para da`i. Dan saja juga telah memberikan beberapa solusi terhadap permasalahan tersebut disela-sela pemaparan.
Akan tetapi ada karakteristik umum, aturan yang jelas dan langkah yang lebih utama dalam menyelesaikan permasalahan ini baik secara umum atupun khusus. Dalam pembahasan ini saya menawarkan tanda-tanda yang dapat menunjjukkan kepada solusi yang benar dan efektif.
Diantara tnada-tanda tersebut adalah:
1.      Mengakui kesalahan, meyakini bahwa yang demikian merupakan permasalahan yang mempengaruhi ataupun yang menghalangi jalan dakwah. Tidak mengangap remeh pengaruh dan dampaknya. Allah berfirman:
Artinya: “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), * Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.* Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, * dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (al-Syams: 7-10)

2.      Menentukan dengan baik kesalahan dan menyusunnya. Menentukan permasalahan yang utama untuk diselesaikan berdasarkan kalender waktu untuk melaksanakannya.
3.      Berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperbaikinya, memperkuat semangat untuk menuntaskannya dan kemudian bersabar atas yang demikian. Allah Swt berfiran:
Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.(al-Ankabut: 69)
4.      Memberikan perhatian pada pendidikan yang sehat, benar dan seimbang. Menghilangkan segala penghalang utama dalam memperbaiki permasalahan internal. Kembali kepada sumber dakwah itu sendiri: al-Qur'an dan Sunnah. Berpegang teguh kepada keduanya. Dan ambillah pelajaran dari berbagai sumber dakwah.
5.      Mulailah memperbaiki penyakit masyarakat yang berbahaya denga dimulai dari diri para da`i sendiri. Setelah itu memprioritaskan perbaikan pada diri masyarakat, jangan melalaikannya ataupun meninggalakknya karena hal  yang lain. Atau kepada hal-hal yang bersifat umum ditengah masyarakat. Sebagaimana yang dinasehatkan oleh Rasulullah Saw, Bahkan jika engkau melihat seorang yang pelit akan tetapi diikuti. Ia menjalankan agama akan tetapi dipengaruhi oleh kehidupan dunia, setiap orang terkesima dengan pemikirannya. Maka bagimu untuk memperhatikan dirimu dan tinggalkanlah orang-orang yang awam. Banyak kita saksikan dikalangan barisan pada da`i yang mangabaikan ancaman ini pada sakwahnya. Apabila diingatkan dalam beberapa kesempatan, mereka berkata, “Pendapat yang ini berasal dari hati orang-orang yang cerdas. Jika penyakit ini terdapat pada seseorang maka segeralah untuk mengobatinya agar tidak bertambah parah.   
6.      Berusaha untuk memperbaiki pemahaman, metode dan cara dalam berkdakwah dengan berpedoman pada sumber-sember yang kuat. Menukar paradigma lama dengan paradigma baru yang sesuai dengan kondisi zaman kontemporer. Susunlah aturan yang jelas dalam metode berfikir Islamy yang benar.
7.      Mengambil pelajaran dari para ahli yang memiliki berbagai pengalaman dan kemampuan dalam bidang dakwah. Dalam mencari solusi permasalahan dakwah dengan kembali kepada para ulama yang shaleh, berpengalaman baik zaman dahulu ataupun zaman sekarang.
8.      Saling tolong menolong dalam menyelesaikan berbagai pemasalahan dikalangan para da`i. Bentuklah sebuah persaudaraan khusus sesuai dengan profesi sebagai da`i. Orang-orang mukmin merupakan saudara bagi sesamanya. Perumpamaan dua orang saudara yang bertemu seperti tangan yang saling membantu dengan lainnya.
9.      Hilangkanlah sikap egoisme dalam diri sendiri atapaun rasa fanatisme  terhadap kelompok tertentu. Bentuklah sebuah kemonitas yang luas dan terbuka dikalangan para da`i untuk mencari solusi yang pas dan efektif dalam berbagai permasalahan. Sebagaian dari da`I terkemuka menyelesaikan permasalahnnya dengan saling bekerja sama dengan yang lain. Sehingga lahirlah istilah, “Sekarang saya sendiri dan sekarang saya kelompok”
10.  Berupaya untuk menciptakan kesatuan dalam barisan. Dengan cara mewujudkan kesatuan hati yang  jujur diantara para da`i. Kesatuan pandangan yang jelas. Hal ini akan terwujud melalui rasa saling mencintai, saling menyayangi, saling berkomunikasi, saling bersilaturahmi dan saling bertukar pikiran. Saling berdiskusi dan bermusyawarah. Dengan demikian akan terbentuk aturan-aturan dalam berpikir yang disepakati bersama dan saling menjadi rujukan. Sehingga hal ini akan menghindari perbedaan dikalngan para da`i.
11.  Berdakwah sesuai dengan arahan dari para pemimpin ataupun ulama yang terpercaya dari segi agama dan pengalaman mereka. Meminta nasehat dan mengajak merekea bermusyawarah. Dengan demikian kita dapat mengambil keputusan-keputusan yang bersumber darinya.
Betapa banyak orang-orang yang berpengalaman dalam memimpin akan tetapi ia hanya sibuk dengan urusan pribadi. Atau hanya sibuk dalam urusan-urusan yang biasa saja.
12.  Evaluasi yang berkelanjutan terhadap aktivitas dakwah. Berpegang  pada konsep mengkitik diri sendiri dan berusaha dengan sekuat tenaga serta mengevaluasi setiap langkah. Sebab dengan selain ini tidaklah dkatakan usaha mereka sebagai usaha yang baik yang dijanjikan kemenangan baginya. Allah Swt berfirman:
Artinya:  “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh...” (al-Nur: 55)
Dalam ayat lain Allah Swt berfirman:
Artinya: “Demi masa * Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, * kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh ...”(al-`Asr: 1-3)
Sebab tidak adanya kesesuaian antara metode dakwah yang digunakan dengan metode dakwah yang diajarkan oleh Rasulullah Saw yang dilukiskan dalam al-Qur’an:
Artinya: “Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata,...” (Yusuf: 108)

13.  Membentuk sebuah sistem perekonomian yang profit sehingga dapat menutupi kebutuhan para da`i. Dengan demikian para da`i tidak perlu mengharapkan bantuan ataupun sedekah dari orang lain. Hal ini juga dapat melepaskan mereka dari berbagai macam tekanan. Membentuk lembagaekonomi dakwah ini seperti yang dilakukan oleh Hai`ah al-Kahiriyah al-Islamiyah al-Alamiyah di Kuwait, Hai’ah al-Igatsah di Mamlakah al-Arabiyah al-Su`udiyah dan lain sebagainya.
Mintalah bantuan terhadap segalanya dari Allah Swt, bertawakkallah dengan cara yang benar sebab Allah Swt maha kuasa atas segala sesuatu.

0 Comment