1. Pengertian Dai
Istilah dai sudah merupakan istilah lazim di masyarakat. Karena ketika mereka mendengar kata da’i maka yang terbayang adalah orang yang memberikan pengajian atau ceramah. Namun sebelum jauh menelusuri istilah dai dalam perspektif ilmu, maka terlebih dahulu kita akan lihat perkembangan al-qur’an seputar dai tersebut. Dalam al-qur’an kata dai berakar dari da’a, ya’du da’watan dan da’i isim failnya orang yang meminta, orang yang menyeru atau orang yang mengajak kepada sesuatu. Namun kalimat da’i terdapat dalam al-qur’an sebanyak 7 kali yang tersebar pada surat Al-Baqarah : 186, Al-Qamar :6 dan 8 Thaha : 108, Al-Ahqaf : 31 dan 32 dan surat Al-Ahzab : 46. ketujuh ayat ini secara umum sangat bervariasi sekali dalam memaknai arti dai. Hal ini dapat dipahami pada masing-mading ayat diatas sebagai berikut :
Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.(Al-Baqarah : 186)
Artinya: Maka berpalinglah kamu dari mereka. (ingatlah) hari (ketika) seorang penyeru (malaikat) menyeru kepada sesuatu yang tidak menyenangkan (hari pembalasan),( Al-Qamar : 6)
Artinya: Mereka datang dengan cepat kepada penyeru itu. orang-orang kafir berkata: "Ini adalah hari yang berat.",( Al-Qamar : 6)
Artinya: Pada hari itu manusia mengikuti (menuju kepada suara) penyeru dengan tidak berbelok-belok; dan merendahlah semua suara kepada Tuhan yang Maha pemurah, Maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja. (Thaha : 108 )
Artinya: Hai kaum Kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih.. Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah Maka Dia tidak akan melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata". (Al-Ahqaf :31 dan 32)
•
Artinya: Dan untuk Jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk Jadi cahaya yang menerangi. (Al-Ahzab : 46)
Setelah ayat-ayat al-qur’an menjelaskan da’i maka akan diemukakan beberapa pendapat para ahli tentang dai antatranya sebagai berikut :
a. Dar- al Mushreg
Menurutnya dalam bukunya Munjidul At-Thulab menjelaskan tentang pengertian dai itu adalah orang yang bertugas mengajak manusia kepada agama islam atau mazhabnya
b. M. Hasyimi
Menurut M. Hasymi dalam bukunya Dustu Dakwah menurut Al-Qur’an bahwa iman al-ghazali mengemukakan pendapatnya bahwa da’i itu adalah para penasehat, para pemimpin, dan para pemberi ingat. Yang memberi nasehat dengan baik, yang mengarang dan berkhutbah, yang memusatkan jiwa raganya dalam wa’ad dan wa’id ( berita pahala dan siksa) dan dalam membicarakan kampung akhirat untuk melepaskan orang-orang dalam gelombang dunia
c. KH A Syamsuri Siddiq
Menurut KH A Syamsuri Siddiq, dalam bukunya dakwah dan teknik berkhutbah menjelaskan bahwa da’i itu adalah “ suatu badan yang berusaha untuk melakukan kegiatan yang disengaja dan berencana, bertujuan untuk mengajak, meningkatkan dan mengembangkan kesadaran orang perorangan dan masyarakat supaya tertarik kepada ajaran Islam dan bersedia melakukannya”
Istilah da’i juga bisa diartikan orang, kelompok atau suatu organisasi yang memberikan pencerahan dan contoh panutan baik diri, keluarga ataupun masyarakat luas dari yang tidak baik menjadi baik sesuai dengan ajaran al-qur’an dan sunnah. Sehingga istilah da’i bukan saja orang yang menyampaikan dengan lisan tapi harus dibarengai dengan perbuatan dan tingkah laku.
Seorang da’i hendaknya menjadikan segala perjalanan kehidupan nabi Muhammad saw dan perbuatan beliau sebagai panutan yang ideal dan imam yang agung. Karena nabi Muhammad saw merupakan seorang yang mulai bahkan beliau adalah makhluk terbaik akhlaknya yang ditujukan lewat perilakunya yang bijaksana. Tak heran jika Allah swt memujinya lewat firmannya :
Artinya: Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (al-Qalam: 4)
Secara garis besar juru dakwah atau dai mengadung dua pengertian :
1. Secara umum adalah setiap manusia atau muslimat yang berdakwah sebagai kewajiban yang melekat dan tidak terpisahkan dari misinua sebagai penganut islam sesuai dengan perintah “balighu anni walaw ayah”
2. Secara khusus adalah mereka yang mengambil keahlian khusus dalam bidang dakwah islam
2. Keutamaan Dai
Dai ibarat seorang guide atau pemandu terhadap orang-orang ingin mendapattkan keselamatan hidup di dunia ahirat. Ia adalah petunjuk jalan yang harus mengerti dan memahami jalan yang boleh dilalui dan memahami jalan yang tidak boleh dilalui dan mana jalan yang tidak boleh dilalui oleh seorang muslim. Oleh karena itu ia di tengah masyarakat memilki kedudukan yang oenting sebab ia adalah seorang pemuka (pelopor) yang selalu diteladani oleh masyarakat. Perbuatan dan tingkah lakunya selalu dijdikan tolok ukur olehmasyarakatnya. Ia adalah seorang pemimpin di tengah masyarakat walau tidak pernah dinobatkan resmi sebagai pemimpin. Kemunculan dai sebagai pemimpin addalah atas pengakuan masyarakat yang tumbuh secara bertahap.
Dari kedudkanya yang sangat penting di tengah masyarakat seorang dai harus mampu menciptakan jalinan komunikasi yang erat antara dirinya dan masyarakat. Ia harus mampu bertindak dan bertingkah laku yang semestinya dilakukan oelh seorang pemimpin. Ia harus mampu berbicara dengan masyatrakatnya dengan bahasa yang dimengerti.
3. Tugas Dan Tanggung Jawab Al-Da’i
Pada dasarnya tugas pokok seorang dai adalah meneruskan tugas nabi Muhamad SAW yakni menyanmpaikan ajaran-ajaran Allah. Seperti termuat dalam al-qur’an dan sunnah rasululah. Lebih tegas lagi bahwa tugas dari adalah merealisasikan ajaran-ajaran al-qur’an dan sunnahdijadikan sebagai pedoman dan penuntun hidupnya.
Firman allah (QS. An Nahl (16) : 97)
• •
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
QS An Nisa (4) : 57
•
Artinya: Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang Suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.
Fungsi da’i
1. Mewariskan akidah
Firman Allah
QS An Nisa (4) 150 – 151
•
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan[373] antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan Kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan Perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.
QS Luqman (31) : 21
Artinya: Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". mereka menjawab: "(Tidak), tapi Kami (hanya) mengikuti apa yang Kami dapati bapak-bapak Kami mengerjakannya". dan Apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?
QS Luqman (31) : 20
• • ••
Artinya: Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan.
2. Memotivasi umat untuki beribadah dengan baik dan benar
3. Menegakkan amar makruf nahi munkar
QS Al Hujurat (49) 10
•
Artinya: Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
Sabda nabi Muhammad
4. Menolak budaya yang destruktif
Firman allah : QS al –Isra’ (17) : 36
•
Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
4. Sifat-Sifat Da’i
Sifat-sifat seorang dai antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Dai harus beriman dan bertakwa kepada allah swt
2. Dai harus ikhlas dalam melaksanakan dakwah dan tidak mengedepankan kepentigan pribadi
3. Dai harus ramah dan penuh pengertian
4. Dai harus tawadhu atau rendah hati
5. Dai harus sederhana dan jujur dalam tindkanya
6. Dai harus tidak memiliki sifat egoisme
7. Dari harus memiliki semangat yang tinggi dalam tuigasnya
8. Dai harus sabar dan tawakkla dalam melaksanakan tugas dakwah
9. Dai harus memiliki jiwa toleransi yang tinggi
10. Dai harus memilki sifat terbuka atau demokratis
11. Dai tidak memiliki penyakit hati atau dengki
Prof. A. Hasymi dalam Dustur Dakwah menurut Al-Qur’an menyebutkan sifat-sifat atau sikap laku bagi seorang dai atau juru dakwah adalah :
1. Lemah lembut dalam menjalankan ibadah
2. Bermusyawarah dalam segala urusan termasuk urusan dakwah
3. Kebulatan tekad ( azam) dalam menjalankan dakwah
4. Tawakkal kepad Allah swt setelah bermusyawarah dan berazam
5. Mejauhi larangan atau keculasan
6. Mendakwaan ayat Allah untuk menjalankan roda kehidupan bagi umat manusia
7. Membersihkan jiwa raga manusia dengan jalan mencerdaskan mereka
8. Mengajar mereka kitab suci al-qur’an dan hikamh atau liku-liku ilmu pengetahuan dan rahasia-rahasia alam.
Sementara Dr. Smith Athif Az-Zain dalam bukunya Shifah Ad-Da’iyah Wa Kaifiyyah Haml-Ad Dza’wah menjabarkan bahwa sifat-sifat dai ada tujuh macam yaitu :
1. Hendaklah dakwah itu diwujudkan atau ditujukan pada Allah dan karena Allah swt
2. Hendaklah da’i (pendakwah) itu beramal soleh
3. Hendaklah da’i menampakkan keislamannya dan berkata “sesungguhnya aku dari orang-orang islam”
4. Hendaklah dakwah dijalan Allah itu disertai dalil-dalil logika (akal) atau kebijaksanaan (hikmah)
5. Hendaklah dakwah itu peringatan yang baik dan nasihat yang mulia
6. Hendaklah dai mulai memikat pikiran-pikiran mereka pada kenyataan-kenyataan tempat hidup mereka
7. Hendaklah dakwah itu dipikul secara jamaah dan menjadi tanggung jawab jamaah
5. Prinsip Dasar Da’i
Agar suatu tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan tujuan tercapai dengan efektif dan efesien maka seharusnya juru dakwah atau da’i harus mempunyai kemampuan dibidang yang berkaitan dengan tugasnya. Karena semakin memiliki kemampuan yang professional maka semakin meningkat pula keberhasilan tugas dakwahnya.
Da’i akan berhasil dalam tugas melaksanakan dakwah jika dibekali kemampuan-kemampuan yang dengannya . Diantara kemampuan tersebut yaitu
1. Kemampuan Berkomunikasi
Dakwah adalah suatu kegiatan yang melibatkan lebih dari satu orang yang berarti di sana ada proses komunikasi, proses bagaimana agar suatu pesan da’i (komunikator) dapat sampai pada komunikan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh da’i.
Dalam proses dakwah komunikan sangatlah variabel sifat dan jenisnya, sehingga hal itu menuntut adanya kemampuan khusus pada seorang da’i agar pesan-pesan yang akan disebarkan mudah diterima komunikan, dengan tidak melalui banyak hambatan. Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki meliputi kemampuan membaca dan memahami seluk-beluk komunikannya sehingga dapat dirancang metode apa yang cocok dipakai. Dengan mengetahui karakter komunikan seorang da’i bisa merancang media apa yang cocok digunakan, apakah dengan media yang bersifat audio, visual atau yang bersifat audio visual. Perlu diketahui bahwa setiap jenis media mempunyai karakter sendiri-sendiri. Di samping media bisa juga ditentukan sikap yang cocok untuk ditampilkan oleh seorang da’i, menciptakan suatu teknik agar antara da’i dan komunikan terjalin suatu komunikasi yang lancar dan menyambung serta ikatan moral yang tinggi.
2. Kemampuan Penguasaan Diri
Seorang da’i ibarat seorang pemandu yang bertugas mengarahkan dan membimbing kliennya untuk mengenal dan mengetahui serta memahami objek-objek yang belum diketahui dan perlu diketahui. Tanpa diarahkan dan dibimbing klien akan tersesat tanpa arah dan tujuan yang jelas dan tidak jarang justru tujuan yang telah ditentukan sebelumnya tidak tercapai. Untuk itu da’i sebagai pemandu sudah semestinya bersikap bijak, sabar, dan penuh kedewasaan. Kesulitan apa pun yang dihadapi dalam memandu kliennya, jangan sampai menyebabkan ia lupa akan tugasnya sebagai pemandu, tetapi ia harus bijak dan sabar menempatkan dirinya seakan¬ ia adalah seorang yang sedang mengabdi. Dalam keadaan tertentu, baik diminta atau tidak sebagai pemandu seorang da’i harus dapat menjelaskan tentang sesuatu yang belum dipahami kepada kliennya atau audiennya.
Oleh karena itu, sebagai pemandu da’i harus mampu menguasai diri jangan sampai mengesankan sifat-sifat sombong, angkuh, dan kaku, karena sifat-sifat tersebut hanya akan menciptakan kerenggangan komunikasi yang berakibat pada keengganan audiens (komunikan) untuk dekat dengan komunikatornya (da’i).
3. Kemampuan Pengetahuan Psikologi
Tidak semua orang menangis berarti sedih dan tidak semua orang tertawa berarti gembira. Itulah gambaran manusia makhluk misterius yang padanya terdapat kondisi dan situasi yang susah ditebak dengan pasti. Apa yang tampak pada manusia hanyalah gejala dari kejiwaan dan inilah yang dapat dilihat dengan mata secara lahiriahnya.
Oleh karena itu, da’i sebagai komunikator agar dapat berkomunikasi dengan komunikannya dengan efektif dan sesuai dengan apa yang diharapkan, maka ia harus berpengetahuan dan memahami bidang psikologi, karena dengan memahami pengetahuan ini ia akan dapat bersikap bijaksana dan pantang putus asa dalam menghadapi komunikannya yang sikap dan kepribadiannya beraneka ragam. Pengetahuan psikologi perlu dipahami oleh seorang da’i terutama psikologi kepribadian yang membicarakan model dan sifat-sifat pribadi seseorang, psikologi perkembangan yang membicarakan seseorang, psikologi sosial yang membicarakan karakter dan model kejiwaan manusia sebagai warga masyarakat.
4. Kemampuan Pengetahuan Kependidikan
Kedewasaan seseorang tidaklah dapat diukur hanya dengan ukuran usia. Banyak orang yang usianya sudah tiga puluhan, tetapi jiwanya masih seperti anak yang masih belasan tahun, begitu pun ada anak yang usianya belasan atau dua puluhan, tetapi jiwanya sudah cukup mapan seperti orang yang sudah berusia tiga puluhan atau lebih.
Untuk menjadikan anak menjadi manusia dewasa yang untuk fisik ataupun psikisnya yang diwarnai oleh adanya rasa tanggung jawab dan moral yang baik maka anak perlu dididik. Mendidik adalah proses mendewasakan anak menjadi manusia dewasa yang bakatnya berkembang baik. Manusia tanpa pendidikan tidak ada bedanya seperti hewan yang dibesarkan secara alamiah. Manusia perlu pendidikan karena ia adalah makhluk yang dilahirkan masih dalam serba keterbatasan kemampuan sementara padanya terdapat potensi-potensi yang perlu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhannya dan menempatkannya sebagai makhluk yang termulia di bumi ini.
Potensi-potensi pada manusia yang perlu dikembangkan meliputi kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik keterampilan. Da’i adalah sebagai pendidik yang berusaha meningkatkan dan mengembangkan kedewasaan anggota masyarakat sehingga mereka menjadi manusia-manusia yang bertanggung jawab baik pada dirinya sebagai harnba Allah maupun pada orang lain sebagai sesama anggota masyarakat. Sebagai pendidik, sudah semestinya da’i harus mengerti dan memahami ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pendidikan (tarbiyah) baik dalam bidang tekniknya, metode ataupun strateginya, sehingga akan mudah dicapai tujuan dakwah.
5. Kemampuan Pengetahuan di Bidang Pengetahuan Umum
Keanekaragaman pengetahuan dan pendidikan anggota masyarakat menuntut da’i membekali dirinya dengan seperangkat pengetahuan yang dapat menjadikan da’i tidak ketinggalan informasi dibandingkan anggota masyarakatnya. Apalagi di alam pembangunan seperti sekarang ini masyarakat selalu dilecut dan dipacu oleh informasi ilmu dan teknologi. Rata-rata masyarakat sekarang akan merasa tidak sreg jika sehari saja tidak mendapat informasi, apalagi yang hidup di kota-kota besar. Mass media rasanya semakin menjadi sarapan wajib bagi sekelompok manusia yang semakin banyak jumlahnya, begitu pula televisi. Dari sanalah kekayaan informasi anggota masyarakat semakin bertambah dan menjadikannya berwawasan luas dan terbuka.
Da’i yang hidup pada masyarakat tersebut sudah tentu harus dapat mengimbanginya informasi-informasi yang up to date, agar keberadaannya di tengah masyarakat tidak disepelekan. la harus memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan walau kelihatannya pengetahuan itu tidak agamis. Jangan sampai da’i di alam pembangunan sekarang ini wawasannya tetap statis dan rnenutup diri akan informasi-informasi yang baru. Seorang da’i harus menyampaikan informasi tentang sesuatu lebih awal ketimbang orang lain.
6. Kemampuan di Bidang Alquran
Alquran adalah wahyu Allah yang merupakan sumber utama (pokok) materi dakwah. Isi Alquran sifatnya umum sesuai ekistensinya sebagai sumber dari segala sumber hukum. Oleh karena itu, untuk memahami arti dan maksud ayat-ayat Alquran diperlukan seperangkat ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya. Untuk memahami Alquran tidak cukup hanya menguasai bahasa Arab. Alquran memang berbahasa Arab, tetapi tidak berarti orang yang mampu berbahasa Arab akan mampu memahami Alquran dengan benar. Penguasaan di bidang bahasa Arab hanyalah salah satu kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk dapat memahami Alquran dengan benar, di samping masih banyak lagi kernampuan yang harus dimiliki.
Di samping kompetensi mengenai imu-ilmu Alquran, juru dakwah juga diharuskan mempunyai kemampuan membaca Alquran dengan fasih. Kemampuan membaca Alquran dengan fasih menentukan sekali dalam mempengaruhi massa penerima dakwah. Da’i yang tidak atau kurang fasih membaca ayat-ayat Alquran sering mendapat nilai yang kurang baik dari masyarakat.
Masyarakat penerima dakwah, terutama yang ada di daerah pedesaan biasanya sebelum mendengarkan uraian-uraian da’i, terlebih dahulu menilai bagaimana da’i dalam membaca ayat-ayat Alquran. Jika da’i fasih membaca ayat-ayat Alquran maka akan mendapat simpatik dari mad'u (orang yang disampaikan) akan mengikuti uraian dakwah da’i tersebut, akan tetapi sebaliknya, jika da’i tidak fasih mernbaca ayat-ayat Alquran maka ia tidak akan mendapat simpatik masyarakat penerima dakwah. Jika simpatik saja tidak didapat dari penerima dakwah, maka bagaimana dia mampu mengajak masyarakat untuk melaksanakan ajaran Islam.
Menguasai kitab suci Alquran adalah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar bagi seorang da’i. Penguasaan terhadap Alquran ini baik dalam bidang membacanya, maupun penguasaan dalam memahami dan menginterpretasikan ayat-ayat Alquran.
7. Kemampuan Pengetahuan di Bidang IImu Hadis
Kalau Alquran sebagai sumber utama dalam Islam maka hadis adalah sumber yang ke dua. Hadis sama halnya seperti Alquran berbahasa Arab, namun bahasa hadis adalah bahasa Nabi Muhammad sedangkan Alquran adalah wahyu Allah
Dalam perkembangannya hadis pernah mengalami polusi yang disebabkan adanya perpecahan di kalangan umat Islam. Puncak perpecahan itu ada pada saat terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan dan bentrok senjata antara kelompok pendukung Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan pendukung Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Peristiwa tersebut berpengaruh besar terhadap perkembangan hadis, pada saat itu muncullah usaha-usaha sebagian umat Islam membuat hadis-hadis palsu guna kepentingan politik mencari pendukung dan pengaruh.
Disamping adanya hadis-hadis palsu akibat perpecahan di kalangan urrnat Islam, saat itu ada juga umat Islam yang salah anggapan terhadap pepatah-pepatah bahasa Arab yang dikira suatu hadis. Dari segi isi memang pepatah tersebut kadang tidak bertentangan dengan maksud h-adis tetapi bagaimanapun ia tetap bukan hadis. Dari perkembangan itulah kemudian muncul disiplin ilmu tersendiri yang membahas masalah¬-masalah yang berkaitan dengan hadis Nabi Muhammad, ilmu tersebut dikenal sebagai ilmu musthalah hadis. Ilmu tersebut secara lengkap membahas seluk-beluk hadis, (a) hadis yang maqbul (dapat diterima sebagai pedoman) yang mencakup hadis shahih dan hadis hasan (b) hadis yang mardud (tidak dapat diterima sebagai pedoman) yang mencakup hadis dha'if (hadis yang lemah) dan hadis maudhu' (hadis yang palsu atau tertolak) .
Dengan adanya berbagai macam persoalan dalam ilmu hadis maka da’i harus mempunyai kemampuan di bidang hadis agar ia tidak terkungkung dan terperosok dengan hadis-hadis mardud. Ilmu hadis yang dimakksud adalah ilmu musthalah hadits yang terbagi dalam dua kategori yaitu ilmu hadits dirayat yang membahas hadis dari segi diterima atau tidaknya suatu hadis dan ilmu hadits riwayat yang membahas hadis dan segi materi hadis itu sendiri.
8. Kemampuan di Bidang Ilmu Agama secara Integral
Da’i adalah subjek dakwah, dalam hal ini da’i ibarat orang yang serba tahu di bidang keagamaan. Karena itu agar masyarakat tidak kecewa terhadap eksistensi da’i yang dianggap serba tahu di bidang agama, sekaligus agar dakwahnya dapat diterima di berbagai kelompok dan lapisan masyarakat maka da’i harus mempunyai kemampuan yang luas di bidang ilmu-ilmu agama. Da’i bukan hanya sebagai orator, tetapi da’i berperan juga sebagai pemuka yang mampu mempengaruhi masyarakatnya untuk meningkatkan kualitas mukmin dan muslim sekaligus mampu membantu masyarakat dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi baik persoalan yang berkaitan dengan kemasyarakatan, kekeluargaan, keimanan maupun peribadatan.
Sebagaimana disebutkan itulah maka seorang da’i harus melengkapi dirinya dengan seperangkat ilmu-ilmu agama dan secara terus-menerus berusaha meningkatkannya. Ilmu-ilmu tersebut meliputi bahasa Arab, ilmu fiqh (ilmu syariat Islam), ilmu tauhid (ilmu keimanan), ilmu akhlak (budi pekerti), ilmu tarikh (sejarah), ilmu tasawuf, dan ilmu-ilmu lainnya secara integral
Pada dasarnya seorang juru dakwah atau da’i dituntut untuk memiliki persiapan dan kelengkapan yang kuat dalam memahami secara mendalam ilmu, makna, serta hukum-hukum yang terkandung dalam Alquran dan sunnah. Bentuk pemahaman ini dapat dirinci lagi dalam tiga hal, yaitu
a. Pemahaman terhadap aqidah Islam dengan baik dan benar serta berpegang teguh pada dalil-dalil Alquran dan sunnah.
b. Pemahaman terhadap tujuan hidup dan posisinya di antara manusia. Pemahaman terhadap ketergantungan hidup untuk akhirat dengan tidak meninggalkan urusan dunia
c. Iman yang kokoh melahirkan cinta kepada Allah, takut kepada siksa¬Nya, optimis akan rahmat-Nya dan mengikuti segala petunjuk Rasul¬Nya. Selalu berhubungan dengan Allah dalam rangka tawakkal ataupun memohon pertolongan-Nya, ikhlas dan jujur dalam qaulan wa fi'tan (ucapan dan perbuatan)
6. Kunci Keberhasilan Dakwah
Kunci keberhasilan juru dakwah sebenarnya terletak pada juru dakwah atau da’i sebagai subjek dakwah itu sendiri. Dalam hal ini Rasulullah telah mencontohkan keberhasilan dakwahnya dalam mengembangkan ajaran Islam yang seharusnya menjadi teladan bagi para da’i. Suatu keyakinan, sikap dan perilaku sehingga Rasulullah mendapat pertolongan Allah dalam mengemban fungsi kerisalahannya. Sikap-sikap yang perlu diteladani, antara lain:
1. Rasulullah percaya dengan yakin, bahwa agama yang disiarkan itu adalah agama yang haq dan dapat mengalahkan yang batil (QS. Al¬Isra' (17): 80).
2. Rasulullah sangat yakin bahwa Allah pasti menolong umat yang membela agama Allah (QS. Muhammad (47): 7)
3. Rasulullah beserta para sahabat benar-benar jihad dengan mengorbankan harta, tenaga, dan jiwa untuk kepentingan tersiarnya agama Islam. (QS. AI-`Ankabut (29) : 69)
4. Rasulullah berkemauan keras dalam memikirkan umat agar mau beragama secara benar, walaupun beliau tahu mengenai orang-orang yang berpura-pura (QS. Al-Furqan (25): 30)
5. Rasulullah sangat merasakan penderitaan umat yang tidak tahu kebenaran, keras kemauannya untuk kesejahteraan umat dan sangat kasih sayang (QS. At-Taubah (9): 128)
6. Rasulullah sangat tinggi akhlaqnya dan mulia budi pekertinya (QS. Al-Qalam (68): 4)
7. Rasulullah tidak pernah patah hati, dan selalu memberi maaf kepada orang lain yang berbuat tidak senonoh (QS. Ali `Imran (3): 159)
8. Rasulullah senantiasa berendah hati, tetap tenang, tabah, tidak gentar menghadapi lawan (QS. Al-Anal (8) : 45)."
Adapun sikap para da’i haruslah ilmiah dan amaliyah dalam berbagai permasalahan. Ilmiah berarti harus berdasarkan ilmu Alquran dan sunnah (hadis) dengan pemahaman komprehensif dan sama sekali tidak berdasarkan hawa nafsu kemarahan atau kecintaan. Sedangkan amaliyah berarti sikap pengamalan ilmu Alquran dan sunnah dengan diikhlaskan semata-mata karena Allah bukan untuk kepentingan materi dan pribadi serta pelampiasan hawa nafsu
Pada dasamya seorang juru dakwah hendaklah memiliki kemampuan komprehensif di dalam masalah-masalah agama Islam, di samping sekaligus mengamalkannya. Sehingga dengan demikian, kunci sukses seorang da’i terletak pada kesungguhan dan keikhlasan dalam menyampaikan ajaran¬ajaran Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Salmadanis, Dai Dan Kepepimpinan, (akarta Barat : 2004 cet ke I
Sa’id al-Qathhani, Menjadi Dai Yang Sukses, (Qisthi Press, Jakarta Timur : 2005
Samsul Murni Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta : Amzah 2009
Dr. Smith athif az-zhaiq, Shiofah Ad-Daiyah Wa Kaifiyyah Haml-Ad Dza’wah (Sifat Dan Karakter Para Dai
Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-Prinsip Metode Dakwah, Surabaya :Al-Ikhlas, 1994
0 Comment