Tuesday, October 30, 2012



A. Kajian Patologi Sosial
Patologi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yakni kata pathos, yaitu penderitaan, penyakit , sedangkan logos artinya llmu, patologi berarti ilmu tentang penyakit. Jika dikaitkan dengan kehidupan sosial, maka Patologi Sosial dapat diartikan sebagai ilmu yang membahas atau mengkaji tentang penyakit sosial, atau juga ilmu yang membahas tentang penyakit masyarakat. Bagi kalangan pekerja sosial dan ilmuan sosial saat ini menamakan patologi sosial dengan masalah sosial atau problema sosial. Alasan normatifnya adalah patologis diprediksi dan diasumsikan sebagai penyakit kronik yang tidak lagi ada harapan untuk direhabilitasi atau penyembuhannya .

Pendapat lain mendefinisikan, patologi sosial dengan tingkah laku yang bertentangan dengan  norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas keluarga, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan dan hukum formal.
Penyakit masyarakat atau disebut juga dengan patologi sosial merupakan fenomena yang sangat penting diperhatikan oleh siapapun. Patologi sosial adalah semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan dan hukum formal.  Berbagai macam kerugian termasuk terancamnya jiwa seseorang merupakan salah satu dampak patologi sosial.
Dengaan merujuk kepada definisi baik secara etimologi dan terminologi di atas maka patologi sosial adalah masalah-masalah sosial atau promlem sosial yang telah parah atau telah memberi danpak sistemik kepada kehidupan masyarakat banyak, baik yang disebabkan oleh faktor psikologis maupun sosial dari setiap individu dalam masyarakat. Patologi sosial juga dipahami sebagai tindak tanduk atau perilaku masyarakat yang bertentangan dengan nilai-nilai atau aturan yang berlaku dan sangat merugikan bagi orang bannyak.
Dari segi jenis dan ragam masalah sosial yang patologis, Hassan Shadily menjelaskan bahwa beberapa gangguan masyarakat adalah kejahatan, kenakalan anak-anak, kemiskinan dan lain sebagainya merupakan suatu hal yang harus dicarikan solusinya .
Sementara itu dari segi batasan patologi sosial, Gilin dan Gilin sebagaimana yang diungkapkan oleh Salmadanis, memberikan batasan tentang paologi sosial kepada berberapa batasan yaitu pertama, patologi sosial adalah salah satu kajian tentang disorganisasi sosial atau maladjustment yang dibahas dalam arti luas, sebab-sebab, hasil-hasil dan usaha-usaha perbaikan atau faktor-faktor yang dapat mengganggu atau mengurangi penyesuaian sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, lanjut usia, penyakit rakyat, atau lemah ingatan/pikiran, kegilaan, kejahatan, perceraian, pelacuran ketegangan-ketegangan dalam keluarga dan lain sebagainya.
 Kedua, Patologi sosial berarti penyakit-penyakit masyarakat atau keadaan abnormal pada  suatu masyarakat  .
Dari segi penyebab, banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit masyarakat, hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa gangguan jiwa cukup besar kontribusinya terhadap waktu produktif dan ekonomi.  Menurut Vembrianto, patologi sosial mempunyai dua arti, pertama, patologi sosial berarti suatu penyelidikan disiplin ilmu pengetahuan tentang disiplin ilmu pengetahuan tentang disorganisasi sosial dan sosial malajustment, yang di dalamnya membahas tentang arti, ekstensi, sebab-sebab, hasil-hasil dan tindakan perbaikan (treatment) terhadap faktor-faktor yang mengganggu atau mengurangi penyesuaian sosial (sosial adjustment).  Kedua, patologi sosial berarti keadaan sosial yang sakit atau abnormal pada suatu masyarakat.
Dengan demikian dapat ditangkap suatu pemahaman bahwa patologi sosial muncul dari persoalan kejiwaan dan sosial yang sudah kronik dan telah mengganggu aturan dan sitem yang berlaku. Seperti kemiskinan yang berdanpak kepada kehidupan masyarakat dan membuat mereka melakukan tindak kejahatan. Oleh karena itu salah satu tugas negara adalah menjalankan amanah undang-undang untuk mengantisifasi munculnya prilaku menyimpang oleh keadan psikologis dan sosial yang pada akhirnya menganggu kenyamanan dalam masyarakat.
Dalam UUD 1945, pasal 33 dijelaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh negara. Namun, dalam penerapannya seakan-akan terjadi benturan bahkan bertentangan dengan realita kehidupan masyarakat. Sebagai bukti konnkrit belum sepenuhnya amanah UUD 1945 tentang orang miskin dan anak terlantar dipelihara negara. Suatu contoh di antara kasus yang salah penanganan antara lain perlakuan terhadap anak jalanan (child abuse) yang kurang senonoh, sebagaiman  data yang diperoleh tahun 2003 yaitu:

Oleh Orang Tua Oleh Teman Sesama Anjal Petugas dan Masyarakat
Fisik Mental Fisik Mental Fisik Mental Seksual
Dipukul

Ditampar

Diikat

Disuruh bekerja keras Dipaksa

Tidak sisayang

Tidak diperhahatikan

Dihardik Dipukul

Ditampar



Saling mengejek

Ditipu


Dipalak



Dilecehkan Dipukul

Ditampar

Kesempepet mobil / motor


Dielcehkan

Dituduh

Dihina

Dianggap sampah masyarakat Dielus

Dipeluk


Sumber: Data Primer tahun 2003
Contoh di atas merupakan salah satu bentuk patologi sosial yang harus menjadi perhatian dari semua pihak yang berkompeten.

B. Konsep Islam Terhadap Patologi Sosial

Pembahasan tentang Konsep Islam Terhadap Patologi Sosial yang dimaksud adalah bagaima Islam menjelaskan masalah patologi sosial atau Patologi Sosial dalam perspektif Islam. Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa kalangan ilmuan sosial terutama para praktisi sosial yang disebut sebagai social wooker tidak selamanya berpendapat bahwa masalah-masalah sosial disebut dengan patologi sosial. Akan tetapi mereka lebih cendrung menyebut Problem sosial.
Dalam Islam ada dua bentuk kondisi kehidupan yang satu sama lain bertolak belakang. Ada kebaikan ada keburukan. Kebaikan dan keburukan yang diberikan dan diciptakan oleh Allah Swt, agar manusia mampu berfikir secara baik dan menentukan pilahan hidup yang selalu berhadapan dengan resiko. Resiko dimaksud adalah akan mendatagkan efek baik bersifat positif maupun negatif. Seseorang akan memperoleh sesuatu yang bersifat positif berupa kebaikan mana kala ia memulai dengan hal-hal positif. Positif dimaksud adalah hal-hal yang dipandang baik secara syar`i. Sebaliknya jika kejahatan yang dilakukan oleh manuisa maka kejahatan itulah dengan berbagai konsekwensi logis yang diterima dari kejahatan yang dilakukannya. Kejahatan secara pribadi yang tidak menganggu pola hidup bermasyarakat disebut dengan masalah sosial dan kalau sudah menganggu ketenagan dan kesejahteraan orang lain maka berubahlah posisinya menjadi patologi sosial.
Dalam konteks al-Qur`an term masalah sosial dan patologi sosial dikenal denngan istilah al- fasiq al- Fahsya`,al- munkar,al-Mazhlum,  al- bagyn, as-su`, al-Khamar,al-maysir, al-anshab, al-azhlam, al-zina, al-miskin, al-bathil, al-Riba` ghazwah al-Fikr wa al- sukara. Semua masalah ini tidak semua dikatan menjadi patologi sosial.
Al-Fasiq; Fasiq, orang yang menyimpang dari kebenaran, melakukan perbuatan maksiat, atau mengerjakan dosa besar. Pengertian fasiq secara esensial terkandung dalam kata kafir. Sehingga disepakati dalam teologi Islam bahwa setiap kafir pasti fasiq.(Harun Nasution, Ensiklopedia Islam Indonesia, (jakarta: Djambatan: 1992),h.243
 Al-Fahsya`,(pengertian, bentuk, pemicu, akibat, dan solusi).
al- munkar, al- bagyn, as-su`, al-Khamar,al-maysir, al-anshab, al-azhlam, al-zina, al-miskin, al-bathil, al-Riba` ghazwah al-Fikr wa
Fahisyah diartikan sebagai kejahatan seperti ditemukan dalam  surat An-Nisa` ayat 15, al-Isra` 32, An-Nisa` 25, dan Ali Imran 135,  Fahisyah atau kekejian / kejahatan dimaksud dari ayat-ayat di atas termasuk perbuatan dan tindakan melakukan zina dan riba. Karena zina dan riba berefek negatif dan menganggu kepada orang lain. Hal ini ditegaskan dalam surat Ali Imran ayat 135.
                       
Artinya:
dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri , mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.(Qs. Ali Imarn : 135)

M.Qurais Syihab mengemukakan bahwa kata  Fahisyah yang diterjemah-kan dengan perbuatan keji diartikan dengan dosa besar.  Sedangkan menganiaya  diri sedndiri diartikan sebagai dosa atau pelanggaran secara umum termasuk di dalamnya dosa besar. Muhammad Sayyid Thantawi sebagaimana yang dikutip Quraihs Shihab juga menjelaskan bahwa perbuatan keji dan menganiaya diri merupakan dua sisi dari setiap kedurhakaan. Setiap perbuatan keji yang dilakukan seseorang berakibat penganiayaan atas dirinya, demikian sebaliknya.
Masalah kekejian seperti yang dikemukan di atas  berawal dari diri dan bendanpak kepada diri pelaku sewaktu wakru  akan menjadi masalah sosial yang patologis manakala berakibat buruk dan menganggu tatanan sosial dan norma yang berlaku dalam kehidupan sosial. Zina dan riba merupakan salah satu bentuk kekejian yang dijelaskan dalam penjelasan mufassir diatas karena efek yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut sangat berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat. Akibat buruk dari perbuatan zina misalnya akan melahirkan genmerasi yang hilang garis keturunannanya, hilang masa depan dan nama baiknya. Begitu pula dengan riba akan meresahkan kehidupan secara ekonomis dalam masyarakat.
Saat sabila, dikemukakan dalam surat Al-Isra` ayat 32. Dalam surat tersebut dipahami oleh sementara  ulama dalam arti jalan yang buruk karena ia mengantar menuju neraka. Ibnu `Asyur memahami kata sabila dalam arti perbuatan yang menjadi kebiasaan seseorang. Thabathaba`i memahaminya dalam arti jalan untuk mempertahankan kehidupan. Ulama ini menghubungkan permasalahannya dengan Qs al-Angkabut ayat 29 yang menyipati kebiasaan buruk kaum Luth as yakni melakukan homoseksual sebagai Taqta`una sabil yaitu memutus jalan. Jalan yang mereka putus adalah jalan kelanjutan keturunan  karena kelakuan tersebut tidak menghasilkan keturunan dan kelanjutan jenis manusia.  Berbeda dengan perrzinahan, yang melakukannya mendapat keturunan  atau dapat memperoleh anak dan kelanjutan jenispun dapat terlaksana akan tetapi jalan itu adalah jalan yang sangat buruk.
Keburukan jalan yang ditempuh adalah dengan melakukan pelanggaran norma yang berlakudan merusak tatanan yang disepakati oleh suatu komonitas. Disamping itu akibat dari perbuatan kejahatan atau perbuatan buruk akan munculnya penyakit yang membahayakan dan meresahkan masyarakat seperti spilis dan sebaginya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa al-Qur`an sebagai sumber pokok ajaran Islam mengemukakan berbagai masalah atau problem sosial yang sebagian orang menyebutnya dengan patologi sosial dalam berberapa ayat seperti yang dikemukakan pada pembahasan sebelumnya juga pada ayat lain dikemukan seperti terdapat dalam surat al-Maidah ayat 90-92 , surat al-Baqarah: 219, an-Nisa’: 43 ( masalah perjudian dan mabuk-mabukan). an-Nisa’: 16, 24-25, al-Maidah; 5, an-Nur; 26, 33, al-A’raf; 80-82,
Faktor penyebab terjadinya kehidupan sosial yang patologis, Muhammad Sayyid al-Wakil mengungkapkan bahwa kaum muslimin telah jauh dari sember-sember keagungan dan menjauh dari pedoman mereka, sehingga mereka terhina dan tersesat. Mereka tidak lagi menfungsikan akalnya dan berpaling dari nilai-nilai rohani sehingga kehilangan seluruh kebaikan dan kemuliaan.
Rafiuddin  dan Maman  Abd Jalil menjelaskan bahwa penyebab dari permasalahan ini adalah:
4. Problema akidah akhlak serta syariah, dengan banyaknya penyimpangan akidah dan syariah akan melahirkan gerakan kelompok-kelompok  (firkah-firkah)  yang sangat mengganggu umat Islam lainnya, karena itu sumber Islam yang aslinya yaitu al-Qur’an harus benar-benar dipelihara secara sunggguh-sungguh agar terlepas dari belengggu kesulitan.
5. Problematika ukuwah Islamiyyah. Persaudaraan Islam sangat membantu dalam kehidupan bermasyarakat supaya kehidupan mereka menjadi aman,  tentram bahkan keadilan  dan kemakmuran akan terjalin dengan adanya persaudaraan. Namun karena dipengaruhi oleh sedikit perbedaan faham dalam dan masalah keagamaan, maka timbulah aliran-aliran sehingga timbul ketimpangan diantara mereka. Hal ini mennyebabkan anntara satu aliran dengan aliran lainnya timbul perpecahan bahkan permusuhan diantara mereka.
6. Problematika generasi. Generasi muda adalah penerus estafet perjuangan bangsa serta agama. Dalam perkembanganya, dan  bahkan sampai saat sekarang ini generasi muda adalah harapan serta tumpuan untuk meneruskan cita-cita bangsa dan agama. Di sini dibutuhkan peranan orang tua serta bimbingan seorang guru untuk melanjutkan  cita-cita tersebut, namun kurangnya peranan orang tua sebagai guru pertama bagi mereka, akan menyebabkan mereka berjalan ke jalan yang sebenarnya tidak mereka tempuh, sehingga timbul kejahatan-kejahatan yang ditimbulkan oleh generasi muda.


C.  Sejarah Patologi Sosial dalam al-Qur`an
Sejarah mencatat bahwa dalam al-Qur`an  dikemukakan bahwa munculnya patologi sosial sudah ada semejak Nabi Adam As. Berlanjut pada Nabi Luth, Nabi Yusuf, Nabi Musa dan pada Nabi Muhammad Saw. Pada Nabi Adam dikenal dengan peristiwa tindak kriminalitas berupa pembunuhan dikarenakan persoalan wanita(pristiwa pertumpahan darah antara Qabil dan habil). Pada masa bai Luth As, berjangkitnya homoseksual atau lesbian ditengah-tengah masyarakat. Begitu juga pada masa Nabi Yusuf dan nabi Muhammad Saw. Pada masa Nabi Muhammad Saw  terjadi pembunuhan para wanita dimasa jahiliyah.
Hal tersebut dikemukan di dalam berbrapa ayat bentuk tindak patologis social antara lain:
Firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 27,al-Baqarah 191
                  •          
Artinya:
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa".(Qs. Al-Maidah :27)

                              
Artinya:
Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah?.  telah datang kepada mereka Rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata, Maka Allah tidaklah sekali-kali Menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang Menganiaya diri mereka sendiri. (Qs. Taubah ayat 70)


               
Artinya:
dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, Dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan Dia berkata: "Ini adalah hari yang Amat sulit ." (Qs. Hud : 77)


Pada ayat lain seperti yang terdapat dalam surat Al-Araf ayat 80-81
                              
Artinya:
dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (ingatlah) tatkala Dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu , yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?". Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.







Dalam surat Yusuf ayat 23 juga dijelaskan
                            
Artinya:
dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.

                        
Artinya:
Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya . Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.


             
Artinya:
 Maka Tuhannya memperkenankan doa Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Qa. Yusuf   34)


D.  Cara Penanggulangannya secara Islam
Patologi sosial merupakan salah satu masalah yang diperhatikan oleh Islam, berbagai macam persoalan telah dijelaskan dalam al-Quran untuk memecahkan masalah ini, misalnya memberikan hukuman bagi orang melakukan pencurian, mabuk - mabukan, membunuh, dan lain sebaginya merupakan ganjaran bagi orang yang melakukan suatu masalah yang bertentangan dengan hukum Islam.
Pencegahan suatu masalah sebelum terjadinya masalah yang lebih besar (patologis) dan proses dari pencegahan, pengobatan serta  pembinaan merupakan suatu cara bertahap yang telah ditetapkan oleh Allah Swt dan menjadi Standar pelayanan sekaligus  Prosedur Tetap dalam menyelesaikan masalah penyakit masyarakat tersebut dalam Islam.Hal ini dapat dicermati dari proses penetapan hukum dan penjatuhan sanksi bagi para peminum-minuman keras. Sekurang-kurangnya melalui tiga proses bertingkat.Adapun ketiga proses tersebut adalah pemberian inpormasi, pelarangan dan penetapan hukum haram melakukan mabuk-mabukan.
Layanan informasi misalnya ditemukan dalam al-Qur`an surat al-Baqarah ayat 219.
           ••                     
Artinya:
mereka bertanya kepadamu tentang khamar  dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,(Qs. Albaqarah 219)

Setelah diberikan informasi proses berikutnya adalah larangan bagi orang-orang yang mabuk melakukan shalat setelah itu adanya perintah secara tegas tentang pengharaman khamar sekaligus pemberian sangsi kepadaa pelaku agar jera melaakukannya. Hal ini ditemukan dalam berberapa ayat antara lain:
Firman Allah Swt dalam surat  an-Nisa ayat 43, al-Maidah ayat 90-91
             •                                •    •   
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.(Qs. An-Nisa` 43)

                                         



Artinya:
 Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).(Qs. Al-Maidah 90-91).

Dari berberapa ayat di atas dapat ditarik suatu pemahaman bahwa penetapan dan pentahapan serta pemecahan masalah-masalah social yang kronik dan telah jatuh pata patologis social melalui prosedur kerja dan standar pelayanan yang jelas. Disamping itu pencegahan lebuh baik dari pengobatan. Salah satu teknik pencegahan munculnya berbagai masalah social yang kronis antara lain penanaman nilai sejak dini yang penulis sebut dengan Charcter Building.
Penanaman nilai Islam ke jiwa anak-anak di usia dini merupakan salah satu yang dianjurkan oleh agama. Allah juga telah memberikan isyarat bahwa ;“Hai Orang-orang yang bebriman, jagalah diri kamu dan keluargamu dari api neraka”
Apabila Setiap orang tua mampu menafsirkan dan melaksanakan apa yang telah menjadi perintah Allah tersebut di atas, maka sampai kapanpun sehingga si anak menjadi dewasa perilaku dan sikapnya akan teratur dan sesuai dengan syariat Islam.
Namun pada kenyataannya, masih banyak para orang tua tidak mampu melaksanakan perintah Allah untuk dapat melindungi serta memelihara anak yang merupakan titipan dari Allah, hal ini terjadi karena kebanyakan orang tua belum memahami tanggung jawabnya serta kurangnya pemahaman orang tua terhadap  nilai-nilai agama yang dianutnya, karena kurangnya  pemahaman orang tua terhadap nilai-nilai agama yang dianutnya, maka dalam kehidupannyapun orang tua tidak berpatokan kepada ajaran-ajaran agama yang dianutnya.

Berdakwah adalakh memberikan informasi, prefentif, kuratif, dan promotif secara terus menerus dan membuat manusis mendalami, menghayati, mengamalkan, dan menerjemahkan nilai-nilai ajaran yang mulia,baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat maupun kehidupan berbangsa dan bernegara
Dengan adanya kesadaran bersaa bahwa tantangan,  permasalahan , bahkan peluang dakwah kian hari kian  bertambah kompleks, fenomena ini ditangkap oleh seuruh potensi dakwah dengan cara senantiasa mendinamisir seuruh strategi, program dan kegiatan dakwah. Dengan demikian, berdakwah sejalan dengan perubahan sosial itu sendiri.
Dakwah Islam dipandang sebagai proses dinamis dalam membangun masyarakat, dituntut adanya metode, materi dan media yang bersifat menyeluruh (holistik). Selama ini berdakwah hanya lebih bersifat spiral, dawah haruslah dikemas secara propesional, atau dengan kata lain dakwah haruslah tammpil secara aktual, faktual, dalam arti memecahkan masalah yang kekinian dan hangat ditengah masyarakat. Faktual dalamarti kongkrit/nyata, serta kontekstual dalam arti relevan dengan kegiatan dakwah dan menyangkut problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat.
Dalam kegiatan keagamaan, para pamuda yang menjadi generasi yang menjadi tumpuan bangsa terbentur untuk tidak melaksanakan bahkan mengabaikan shalat, sedangkan kehidupan di luar telah membudaya, pergaulan bebas, mabuk-mabukan, maraknya perjudian, perkosaan, pembunuhan dan sebagainya merupakan suau hal yang sangat bertentang dengan Islam.
Kemudian cara lain untuk menyelesaikan problen sosial atau patologi sosial antara lain Rasulullah hanya menerapkan  tiga strategi  saja pada individu dalam  masyarakat Jahiliah .
Pertama, Rasulullah menanamkan  nilai-nilai tauhid ke dalam hati masyarakat sehingga manusia akan merasakan kebesaran Tuhan, kasih sayang, kehebatan dan keperkasaan-Nya.  Kedua, Rasulullah menanamkan semangat cinta kepada Akhirat. Ketiga, Rasulullah menanam semangat dan perasaan cinta kepada sesama manusia terutamanya umat Islam untuk mengikis penyakit terlalu cinta diri sendiri, keluarga atau kawan-kawan sendiri.
Ketiga strategi Rasulullah tersebut melahirkan generasi yang terbaik dan terbebas dari kehidupan masyarakat yang sakit kehidupan sosialnya atau terjerumus dalam patologi sosial (khairul ummah).

KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa patologi sosial merupakan problem masyarakat atau sosial yang berawal dari masalah-masalah pribadi—psikis dan sosial yang memganggu dan merusak tatanan kehidupan atau meresahkan orang lain, mengganggu stabilitas kehidupan masyarakat.
Patologi sosial (penyakit masyarakat) merupakan fenomena yang sangat penting di perhatikan oleh siapapun. Patologi sosial diartikan sebagai semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan dan hukum formal. Istilah yang semakna dalam Islam dikenal dengan . fahisyah, saat sabila, syarrun, bagyaan, liwath dan lain-lain
Penanggulangannya secara Islam dilakukan memalui proses bertahap dan berkesinambungan dengan prinsip pencegahan lebih utama dari pengobatan.

DAFTAR BACAAN



Al-Wakil, Muhammad Sayyid. (2002), Ususu ad-Da’wah wa Adabu ad-Du’at  (Prinsip dan Kode Etik Dakwah),  Jakarta: Akademi Pressindo

Ascobat  Gani, URL, saurce, http; www.kompas.co.id


Depag RI (2002), Al-Qur’an Terjemah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta: Pena Pundi Aksara

Departemen Pendidkan Nasional (2002), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Forum Komunikasi Lembaga Dakwah (FKLD), (2002), Jakarta

Hasan, Fuad. (2003), dalam seminar ”Mencari Akar Persoalan Untuk Menemukan Jalan Keluar”, dilaksanakan di Jakarta 9-11 Oktober 2003 di Hotel Borobudur.

Karni, Awis. (2004), Dakwah dan Dinamika  Masyarakat, Jakarta: The  Minangkabau Foundation

Kartono, Kartini. (1992), Patologi Sosial, Jakarta, Rajawali Press

Profil Program FKM (2002)

Rafiuddin, Maman Abd Jalil (tt), Prinsip-Prinsip dan Strategi Dakwah, Semarang Pustaka Setia

Salmadanis, tt, Patologo  Sosial dalam Perspektif Dakwah Islam (Studi Kasus di KODI DKI).

Sandora, Lisna. (2006), Fenomena Perilaku Salah (Chil Abuse) Pada Anak Jalanan  Di Kota Padang,  Padang: Hayfa Press


Shadily, Hassan. (1984), Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, Jakarta: PT Bina Aksara



Simuh (2002), Islam dan Hegemoni Sosial:Islam Tradisional dan Perubahan Sosial, Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Depag RI,
Soekanto, Soerjono. (1999), Sosiologi Suatu Penganntar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada


Vebrianto, St. (1984), Patologi Sosial, Yogyakata: Yayasan Pendidikan Pratama.

Tambahan materi
Ma`syiat berasal dari kata `asa, ya`si, `isyan, ma`siyyatan. Dalam Islam ia merupakan term bagi perbuatan yang tidak mentaati perintah-perintah Allah  atau melanggar larangan-larangannya.(ibid.h.601)

0 Comment