Mempelajari Ilmu hadits tidak terlepas dari mengetahui sanad, matan dan yang meriwayatkan hadits (perawi). Hal ini menjadi pembahasan untuk mengetahui apakah suatu hadits itu shahih atau cacat. Mengaitkan dengan kalimat ini penulis akan mencoba mengurai masalah pembahasan tentang ketercelaan dan keterpujian seorang perawi dalam meriwayatkan hadits, disebut dengan Al-Jarh Wa At-Ta’dil.
Pertumbuhan al-jarh wa at-ta’dil seiring dengan tumbunya periwayatan hadits. Perkembangan yang lebihnya semenjak terjadinya al-fitnah al-kubra (Pembunuhan terhadap khalifah Usman bin Affan pada tahun 36 H). Pada masa ini kaum muslimin terbagi menjadi beberapa aliran-aliran, mereka merasa memiliki legitimasi atas tindakan yang mereka lakukan apabila mengutip hadits-hadits Nabi SAW. Jika tidak ditemukan, maka mereka membuat hadits palsu.
Sejak itulah para ulama hadits menyeleksi hadits-hadits Rasulullah SAW, tidak hanya dari segi matan atau materinya saja tetapi, mereka juga melakukan kritik terhadap sanad serta para perawi yang menyampaikan hadits tersebut. Ilmu al-jarh wa at-ta’dil sudah lahir sejak zaman sahabat, berkembang sejalan dengan perkembangan periwayatan hadits dalam Islam. Para ulama menciptakan berbagai kaidah, menyusun berbagai istilah, serta membuat berbagai metode untuk menyelamatkan hadits dari noda-noda yang menyesatkan
http://AL_JARH_WA_AT_TADIL_DAN_ADAL.html
0 Comment