Friday, May 18, 2012

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia, sejak semula telah dikenal sebagai bangsa yang religius, bangsa yang memiliki kepercayaan dan hubungan dengan Sang Pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa, yang dinyatakan dalam sikap hidup yang didasarkan kepada ajaran-ajaran agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang penuh toleransi di antara pemeluk-pemeluknya.
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa telah diakui oleh masyarakat Indonesia. Namun sejarah dari masa ke masa menunjukkan, bahwa agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa telah menjadi dasar dan memberikan warna terhadap semua segi kehidupan bangsa.
Menurut pandangan Kristen Protestan, tidak ada masalah untuk menerima Pancasila. Bahwa Pancasila telah memberikan banyak inspirasi, selama pemahaman tentang kelima sila dari Pancasila tetap terbuka dan Pancasila tidak kemudian menjadi doktrin yang tertutup. Orang-orang Kristen Protestan dapat memahami sila pertama, dengan menyatakan bahwa di dalam kerangka kepercayaan kepada yang transenden, orang-orang yang sudah memiliki agama dapatlah terus melakukan dialog berdasarkan sikap saling menghargai demi tanggung jawab bersama.
Negara Indonesia yang memilki Pancasila sebagai dasar negara maupun filsafat hidup atau pegangan hidup bangsa Indonesia, setiap rakyat Indonesia harus mempercayai Tuhan Yang Maha Esa, pada dasarnya sila-sila dari Pancasila itu telah berakar pada jiwa Bangsa Indonesia.
Pancasila berfungsi sebagai bimbingan moral dan etika, yang telah ditransformasikan menjadi dasar konsep politik yang sedemikian rupa. Ada dua kelompok yang sangat berpengaruh dalam pembentukan ideologi suatu bangsa. Pertama, kelompok nasionalis sekuler kedua kelompok nasionalis muslim. Yang dimaksud nasionalis sekuler adalah kelompok-kelompok yang menjadi pemimpin politik yang di Indonesia seperti pemimpin pilitik dari kalangan muslim, pemimpin politik dari kalangan Katolik, pemimpin politik dari kalangan Protestan, pemimpin politik dari kalangan Hindu. Secara tegas kelompok-kelompok nasionalis sekuler menolak agama dijadikan sebagai dasar negara. Meskipun secara personal nasionalis sekuler bukan kaum sekuleris, bahkan nasionalis sekuler tidak menggunakan agama sebagai ideologi atau sistem politik.
Kelompok nasionalis muslim adalah kelompok yang mempunyai gagasan bahwa Islam harus dijadikan sebagai dasar negara, antara agama dan politik tidak dapat dipisahkan karena tidak ada pemisahan antara persoalan duniawi dan ukhrawi dalam Islam.
Di bumi Indonesia tidak hanya mayoritas agama Islam saja tetapi masih ada agama-agama lain seperti Katolik, Protestan, Hindu dan Budha yang butuh perlindungan dari negara. Oleh sebab itu , yang pantas dijadikan dasar negara adalah Pancasila, agar semua agama yang ada di Indonesia dapat menerimanya, bukan berarti setelah ber Pancasila lalu meninggalkan agama, tetapi Pancasila dan agama harus sejalan, Pancasila tanpa agama akan kosong hasilnya.
Menurut Faisal Ismail Konflik antara kelompok nasionalis sekuler dengan kelompok nasionalis muslim mengenai landasan falsafah negara tetap tegang, sehingga terbentuklah Piagam Jakarta pada butir pertama yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Bunyi butir pertama Piagam Jakarta yang memberikan posisi umat Islam di Indonesia yang memungkinkan untuk menerapkan syariat Islam, di negara Indonesia yang meskipun umat Islam yang pada dasarnya harus menerima Pancasila sebagai ideologi negara.
Bunyi butir pertama dari Piagam Jakarta mendapatkan tantangan yang keras dari orang-orang yang non muslim, yang menyatakan bahwa konsekuensi kalimat Islam sangat mengesampingkan agama-agama lain yang ada di Indonesia. Seakan-akan menonjolkan agama orang yang mayoritas yaitu agama Islam, jika tidak diganti butir pertama dari Piagam Jakarta, maka dari kalangan agama orang yang minoritas yaitu agama non Islam akan memisahkan diri dari Republik Indonesia.8
Agar bangsa Indonesia tidak terpecah-pecah maka kedua kelompok tersebut melakukan musyawarah untuk mengganti bunyi pertama dari Piagam Jakarta agar tidak menyinggung perasaan dari kalangan agama minoritas, maka dengan kesepakatan bersama antara kelompok nasionalis sekuler dengan kelompok nasionalis muslim , maka Piagam Jakarta diganti dengan bunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.9
Untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan antara kelompok nasionalis sekuler dan kelompok nasionalis muslim, maka PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 mengesahkan Pancasila sebagai dasar negara.10 Dengan disahkannya UUD 45, maka nilai-nilai yang esensial dalam Pancasila adalah:
2. Ketuhanan Yang Maha Esa
3. Kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Persatuan Indonesia
5. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
6. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia .
Selain itu juga kebebasan untuk memeluk agama di Indonesia ditegaskan dalam UUD 45 Pasal 29 yang berbunyi: 1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.11
Pasal-pasal yang terdapat dalan UUD 45 yang merupakan sebuah transformasi Pancasila sebagai norma-norma untuk hidup bermasyarakat, dalam bidang keagamaan, hukum, politik, sosial dan ekonomi.12 Pancasila dapat dijadikan sebagi alat pemersatu bangsa Indonesia, dapat diterima oleh semua pihak. Kenyataan telah mewujudkan bahwa dengan Pancasila dapat menimbulkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa dapat membawa keutuhan negara Republik Indonesia.13
Butir demi butir dari kelima sila Pancasila dalam penjelasannya jelas tidak bertentangan dengan Al-Kitab, dalam pelaksanaannya secara keseluruhan dapat mendukung pengembangan kegiatan setiap agama yang ada di Indonesia.14 Penjelasan butir demi butir dari kelima butir Pancasila yang erat hubungannya dengan Al-Kitab adalah:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila ini dapat memberikan suatu kebebasan ruang gerak bagi kemerdekaan beragama, setiap orang harus meyakini adanya Tuhan Yang maha Esa dan memberikan kebebasan untuk memeluk agamanya masing-masing.
Penjelasan Al-Kitab:
Tuhan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Maha Kuasa, sebagai mana jelas dalam tindakannya Penciptaan langit dan bumi. (Kejadian 1:1-27). Tuhan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Maha Kasih (1 Yohanes 4:8)
Tuhan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Maha Penolong, Tuhan Khalik Langit dan Bumi beserta segala isinya (Mazmur. 121:1-2)
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab
Sila ini menjelaskan bahwa Bangsa Indonesia harus meningkatkan martabat manusia, dan dapat menikmati hak-haknya dan melaksanakan tanggung jawabnya.
Penjelasan Al-Kitab:
Manusia itu agung dan mulia karena manusia adalah satu-satunya mahluk hidup yang dibentuk atau diciptakan Allah (Kejadian: 1:22)
3. Sila Persatuan Indonesia
Sila ini menjelasakan untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan demi keselamatan bangsa dan negara, mendahulukan kepentingan masyarakat dari kepentingan pribadi walaupun berbeda-beda kita tetap satu.
Penjelasan Al-Kitab:
“Sebab tidak ada seorang pun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri…” (Roma 14:7a)
4. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Sila ini menjelaskan tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan, musyawarah untuk mancapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
Penjelasan Al-Kitab:
“Kasih itu sabar, Kasih itu murah hati……” (I. Korintus. 13:14)
“Tidak mengambil keuntungan diri sendiri” (I. Korintus. 13:5)
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sila ini menjelaskan, untuk bersikap adil, suka memberikan pertolongan kepada orang lain.
Penjelasan Al-Kitab:
“Berilah keadilan kepada orang yang lemah dan kepada anak yatim belalah hak orang-orang yang sengsara dan orang yang kekurangan”. (Mazmur 82:3)
Dengan demikian menurut orang Kristen sila-sila dalam Pancasila tidak bertentangan dengan Al-Kitab bahkan dalam pelaksanaannya secara konsekuen/mendukung apa yang terdapat dalam Al-Kitab.15
Penjelasan di atas menurut pandangan T.B. Simatupang Pancasila adalah lebih dari sekedar payung, Pancasila mempunyai daya tarik emosionalnya tersendiri. Pancasila sebuah ideologi dan sebuah pandangan hidup.16
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi fokus perhatian untuk diteliti adalah:
Bagaimana pemikiran T.B. Simatupang tentang hubungan Kristen Protestan dengan Pancasila di Indonesia ?
Apa pengaruh pemikiran T.B. Simatupang terhadap agama Kristen Protestan di Indonesia ?
Tujuan Penelitian
Penelitian tentang pemikiran T.B. Simatupang tentang hubungan Kristen Protestan dengan Pancasila di Indonesia mempunyai beberapa tujuan yaitu :
Untuk mengetahui dan menelusuri pemikiran T.B. Simatupang tentang hubungan Kristen Protestan dengan Pancasila di Indonesia dalam konteks yang lebih spesifik
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang sejauh mana pengaruh pemikiran T.B. Simatupang terhadap agama Kristen Protestan di Indonesia.
Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah:
2. Secara akademik penelitian ini sebagai sumbangan pemikiran di bidang ilmu perbandingan agama.
3. Untuk menambah pengetahuan tentang pemahaman umat Kristen Protestan dalam menerima Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia .
Telaah Pustaka
Setelah mengadakan penelusuran pustaka, sejauh penulis ketahui agar tidak terjadi duplikasi dalam penelitian ini yang sebelumnya membahas T.B. Simatupang, maka penulis melakukan telaah pustaka sebagai berikut:
Karya ilmiah yang mengkaji tentang pemikiran T.B. Simatupang dalam buku, Spiritualis, Pluralitas dan Pembangunan di Indonesia, di tulis oleh Victor I Tanja pada tahun 1996. Dalam buku ini menggunakan pendekatan sosiologis, yang memaparkan bagaimana peranan agama khususnya Iman Kristiani dalam memberikan sumbangan terhadap tuntutan pembangunan di tengah masyarakat Indonesia yang pluralistik berdasarkan Pancasila sebagai satu-satunya asas bermasyarakat, berbangsa, dan beragama.
Kemudian ada buku yang di tulis oleh : A.G. Hoekema, yang di terjemahkan oleh Ny. Amsy Susilaradeya pada tahun 1997, yang berjudul : Berpikir Dalam Keseimbangan Yang Dinamis , Sejarah Lahirnya Teologi Protestan Nasional di Indonesia ( 1860- 1960).Dalam buku ini menggunakan pendekatan historis-teologis, yang memaparkan tentang bagaimana perkembangan teologi Protestan di Indonesia selama tahun 1860-1960, dan kapan teologi Protestan di Indonesia lahir ? dan juga siapa tokoh yang membangun teologi Protestan di Indonesia.
Kemudian ada buku yang di tulis oleh Bambang Ruseno Utomo, pada tahun1993 yang berjudul: Hidup Bersama di Bumi Pancasila: Tinjauan Hubungan Islam dan Kristen di Indonesia. Dalam buku ini mengunakan pendekatan sosiologis dan teologis, yang memaparkan untuk mengungkap dan mengkaji perkembangan dan pertemuan kedua agama tersebut di bumi Indonesia atau di bumi Pancasila, dan juga untuk membantu bisa saling mengenal satu sama lain dalam rangka saling mengasihi sesama insan yang saling berlainan agama dan kepercayaan.
Kemudian ada skripsi yang berjudul: Gereja dan Pancasila ( Studi Analisa Pemahaman dan Sikap PGI Terhadap Pancasila ), yang ditulis oleh: Tri Budi Waryanto, dalam skripsi ini menggunakan metode deskriptif analisis dan metode historis. Dalam skripsi ini lebih memfokuskan tentang pengertian organisasi kemasyarakatan dalam arti apakah persekutuan gereja-gereja di Indonesia dapat dijadikan sebagai organisasi kemasyarakatan yang dapat mengayomi atau melindungi masyarakat Kristen Protestan di Indonesia.
Kemudian ada skripsi yang berjudul : Gereja dan Pembangunan ( Studi Pemikiran Tahi Bonar ( T.B.) Simatupang ), di tulis oleh Ahmad Musfik, skripsi tersebut menggunakan pendekatan historis, dan pembahasannya lebih terfokus bagaimana gereja-gereja yang ada di Indonesia dapat ikut andil dalam membangun bangsa ini agar menjadi bangsa yang makmur dan beradab.
Berdasarkan telaah pustaka di atas maka peneliti akan mengkaji mengenai pemikiran T.B. Simatupang tentang hubungan Kristen Protestan dengan Pancasila di Indonesia. Akan tetapi peneliti harus membedakan terlebih dahulu antara penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian sebelumnya, penelitian sebelumnya yang sudah pernah mengkaji pemikiran T.B. Simatupang adalah Viktor I Tanja yang berjudul Gereja dan Pembangunan. Kemudian ada juga penelitian yang di tulis oleh Tri Budi Waryanto yang berjudul Gereja dan Pancasila ( Studi Analisa Pemahaman dan Sikap PGI Terhadap Pancasila ). Kemudian ada juga penelitian yang di tulis oleh Ahmad Musfik yang berjudul Gereja dan Pembangunan. Kemudian ada juga penelitian yang di tulis oleh Bambang Ruseno Utomo yang berjudul Hidup Bersama di Bumi Pancasila : Tinjauan Hubungan Islam dan Kristen di Indonesia.
Kemudian yang membedakan antara penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya adalah: Bahwa penelitian sebelumnya hanya memfokuskan bagaimana gereja-gereja yang ada di Indonesia dapat ikut andil dalam membangun bangsa ini,dan apakah gereja –gereja yang di Indonesia dapat mengayomi atau melindungi umat Kristiani di Indonesia. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis sekarang yang berjudul hubungan Kristen Protestan dengan Pancasila di Indonesia ( Studi atas Pemikiran T.B. Simatupang ) yang tidak terlepas dari beberapa faktor yaitu: Faktor sejarah, faktor politik dan faktor agama.
Metodologi Penelitian
Jenis Penelitian
Penelitian ini bercorak Library Research (Penelitian Pustaka), dalam arti sumber-sumber datanya berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Melalui karya-karya ilmiah, baik yang tertuang dalam buku, majalah, maupun data-data kepustakaan lainnya yang berkenaan dengan pemikiran T.B. Simatupang.
Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis dalam mencari data menggunakan metode dokumentasi.17 Dalam metode dokumentasi nantinya peneliti akan menemukan sumber data primer dan sumber data sekunder, maka sumber data primer yang utama adalah tulisan T.B. Simatupang yang berjudul. Iman Kristen dan Pancasila , dan juga buku yang berjudul Membuktikan Ketidakbenaran Suatu Mitos, Menelusuri Makna Pengalaman Seorang Prajurit Generasi Pembebas Bagi Masa Dapan Masyarakat, Bangsa dan Negara. Dan data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku yang memang representatif dalam mendukung penelitian ini.
Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis dapat mengumpulan tulisan atau data yang berhubungan dengan tema yang diangkat dalam penelitian ini, kemudian penulis menelaah data yang telah terkumpul tersebut, kemudian dianalisis dan diinterpretasikan sesuai dengan wawasan penulis. Kemudian dalam penelitian ini juga penulis dalam menganalisis data menggunakan metode deskriptif 18, jadi dalam menganalisis data tidak hanya sebatas mengumpulan data saja dan menyusunan data, tapi harus mencakup analisis dan interpretasi tentang data itu agar mendapat pemahaman yang lebih jelas lagi 19.
Metode Pendekatan
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan historis, karena pendekatan sejarah biasanya meliputi pengalaman masa lalu yang menggambarkan secara kritis seluruh kebenaran kejadian atau fakta untuk membantu mengetahui apa yang harus di kerjakan sekarang dan masa yang akan datang.20
Sistematika Pembahasan
Untuk lebih memudahkan dalam penyelesaian penelitian ini, penyusun akan menggunakan sistematika sebagai berikut :
Bagian depan memuat halaman judul, halaman nota dinas, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar , daftar isi, daftar singkatan dan abstrak.
Sedangkan bagian isi yang merupakan inti dari pembahasan skripsi ini, penulis susun dalam bab-bab sebagai berikut:
Bab pertama, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, sketsa biografi T.B. Simatupang. Masa kecil dan latar belakang pendidikan, karir dan kegiatan, karya-karya T.B. Simatupang , dan orang-orang yang mempengaruhi pemikiran T.B. Simatupang
Bab ketiga, membahas pemikiran T.B. Simatupang tentang hubungan Kristen Protestan dengan Pancasila di Indonesia, yang meliputi pemahaman T.B.Simatupang tentang Kristen Protestan di Indonesia. yang meliputi sejarah singkat masuknya Kristen Protestan di Indonesia,dan pemahaman T.B.Simatupang tentang ideologi Pancasila. Kemudian aspek-aspek pemikiran T.B. Simatupang tentang hubungan Kristen Protestan dengan Pancasila di Indonesia, yang meliputi : aspek sejarah, aspek politik, dan aspek agama. Kemudian pemahaman tentang Pancasila yang meliputi, pengertian Pancasila, sejarah singkat tentang Pancasila, fungsi Pancasila.
Bab keempat, membahas tentang apa pengaruh pemikiran T.B. Simatupang terhadap agama Kristen Protestan di Indonesia, yang meliputi pemahaman Kristen Protestan terhadap Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dan meningkatkan partisipasi gereja dalam membangun bangsa Indonesia sebagai pengamalan Pancasila. Kemudian analisis penulis.
Bab kelima, penutup, yang terdiri dari kesimpulan, saran-saran, kata penutup daftar pustaka dan curriculum vitae.
BAB II
SKETSA BIOGRAFI T.B. SIMATUPANG
A. Masa Kecil dan Latar Belakang Pendidikan
T. B. Simatupang, lahir di Sidikalang Kabupaten Dairi Sumatra Utara tanggal 28 Januari 1920-1990. T.B. Simatupang singkatan dari Tahi Bonar dalam bahasa Batak yang berarti permufakatan atau tujuan yang benar. Sedangkan Simatupang merupakan nama marga untuk orang Batak dari pihak ayahnya. T.B. Simatupang adalah anak dari seorang Pegawai Negeri, Kepala Kantor Pos Sidikalang, ayahnya bernama Sutan Mangaraja Soaduan Simatupang, berasal dari Laguboti, dan ibunya, seorang wanita yang penuh kasih sayang kepada anak-anaknya.
T. B. Simatupang mempunyai delapan bersaudara, beliau anak yang kedua, dari delapan bersaudara. Nama-nama yang diberikan oleh ayahnya untuk nama anaknya menciri khaskan nama-nama orang Batak, seperti nama anak yang pertama dari ayahnya. Sahala Hamonangan, yang mempunyai arti wibawa kemenangan, anak yang kedua Tahi Bonar yang memiliki arti permufakatan atau tujuan yang benar, anak yang ketiga Frieda Theodora, yang memiliki arti anak pemberian Tuhan yang lahir pada hari Jumat, anak yang keempat Pinta Pasu, yang berarti perempuan, anak kelima Maruli Humala Diasi, yang berarti laki-laki, anak yang keenam Tapi Omas yang berarti
perempuan, anak yang ketujuh Batara Ningrat, Batara dari mitologi Batak-Hindu ditambah dengan Ningrat, kesadaran nasionalisme yang lebih luas dari nasionalis Batak, dan anak yang kedelapan Riaraja, yang artinya anak laki-laki.1
T.B. Simatupang pada usia 6 tahun keluarganya pindah ke Siborong-borong, di sinilah beliau masuk sekolah Zending, tapi keluarga beliau tinggal hanya 9 bulan di Siborong-borong, kemudian keluarganya pindah ke Pematang Siantar. Di Pematang Siantar inilah T. B. Simatupang masuk sekolah HIS (Hollands Inlandse School) yaitu pada tahun 1927. 2
Pada tahun 1927-1934 berkembang semacam kesadaran nasionalisme yang tinggi dalam masyarakat Pematang Siantar. Ada nasionalisme Indonesia dan nasionalisme Batak dan Kristen, di Pematang Siantar inilah telah tumbuh sebuah semangat baru yang dapat menambah kesadaran mengenai harga diri dan tanggung jawab yang dimiliki oleh orang-orang Pematang Siantar, hal semacam ini terlihat jelas dengan pertumbuhan berbagai macam organisasi yang dapat mengasah pengetahuan, dan juga telah terbit berbagai macam media cetak seperti: Suara Kita, Bintang Batak, dengan adanya media cetak semacam ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan.
T. B. Simatupang meyelesaikan sekolahnya di HIS pada tahun 1934, dengan predikat yang memuaskan, karena T. B. Simatupang termasuk anak yang pintar, rajin dan juga kutu buku, dalam hal ini ia telah dapat menyelesaikan sekolahnya dengan baik.
T. B. Simatupang, pada tahun 1934 melanjutkan studinya ke Sekolah Menengah Pertama Kristen, dalam bahasa Belanda (Christelijke Meer Uitgebreid Lagar Onderwijs atau Christelijke MULO ) Dr. Nomensen yang terletak di Tarutung. Christelijke MULO merupakan sekolah elite bagi masyarakat Kristen Batak , sekolah yang mempunyai kualitas yang bagus dan disiplin yang tinggi, dan mendidik siswa-siswinya dengan baik agar dapat menjadi orang yang pintar, berkualitas, dan bertanggunga jawab.3
Setelah masuk sekolah MULO, T. B. Simatupang belajarnya sangat tekun sekali, dan rajin membaca buku, baik itu buku pelajaran atau buku-buku umum yang lebih banyak menambah pengetahuan, maka semangat nasionalisme sangat berkobar-kobar. T.B. Simatupang menyelesaikan studinya di MULO tahun 1937 dengan mendapat predikat yang memuaskan.
Kemudian T. B. Simatupang melanjutkan studinya di pulau Jawa yaitu masuk sekolah Christelijke Algemene Middelbare School atau Christelijke AMS (SMA Kristen), di Salemba, Batavia (Jakarta) karena pada waktu itu di Sumatra belum ada SMA, maka siapa yang mau sekolah SMA harus ke pulau Jawa. AMS di Salemba ini termasuk sekolah yang terbaik di Hindia-Belanda, dan siswa-siswinya kebanyakan anak-anak orang Belanda yang mempunyai status sosial yang tinggi, sedangkan putra-putri bangsa Indonesia yang masuk sekolah AMS adalah golongan-golongan kelas atas. Semangat nasionalisme putra-putri bangsa Indonesia ketika masuk sekolah AMS makin bergejolak seperti yang dialami oleh T. B. Simatupang.
T. B. Simatupang sewaktu sekolah AMS di Batavia ia juga aktif dalam kegiatan-kegiatan di gereja, khususnya gereja Batak, yang ada di jalan Kernolong Jakarta, ketika ia aktif di gereja ia banyak mendapatkan teman dari mahasiswa- mahasiswa teologi, ia sering hadir dalam pertemuan-pertemuan mahasiswa teologi yang telah memiliki semangat yang tinggi dengan hadirnya gereja-gereja di Indonesia.
Pada tahun 1940 T. B. Simatupang dapat menyelesaikan studi AMSnya dengan hasil yang memuaskan, meskipun hanya tiga tahun di Batavia, tapi ia mendapatkan pengalaman yang luar biasa yang dapat hidup mandiri, dengan berorientasi dengan orang-orang Belanda di lingkungannya, dan dapat menumbuhkan rasa nasionalisme yang tinggi terhadap kecintaannya dengan Indonesia.
Kemudian setelah T. B. Simatupang menyelesaikan studi AMS di Salemba, ia berangan-angan atau bercita- cita ingin melanjutkan studinya tentang kedokteran, karena nanti apabila telah selesai studi kedokteran akan mengabdi dan bekerja di rumah sakit Gereja.4 Akan tetapi iklim pada saat itu tidak memungkinkan, karena ada berita tentang penguasaan Jerman terhadap Belanda. Jadi pemuda-pemuda Belanda yang ada Hindia-Belanda harus ikut jadi militer untuk mempertahankan Belanda. Oleh karena itu dibukalah pembukaan sekolah KMA (Koninlijke Militaire Academie) atau Akademi Militer kerajaan Belanda di Bandung. T. B. Simatupang, mendaftarkan diri untuk masuk akademi itu, dan ia lulus dengan baik, T. B. Simatupang dalam pangkat kemiliterannya berpangkat Letnan satu, tetapi yang perlu diingat dan dicatat T. B. Simatupang bekerja untuk orang Belanda tetapi rasa nasionalisme terhadap Indonesia tetap tidak berubah dan tidak akan pernah padam.
T. B. Simatupang masuk militer, semua itu untuk menepis mitos-mitos yang dilontarkan orang-orang Belanda kepada Indonesia, bahwa orang Indonesia tidak cocok untuk menjadi militer. Orang Indonesia tidak mampu membangun suatu angkatan perang. Akan tetapi T. B. Simatupang bertekad dan berusaha untuk menolak semua mitos-mitos itu, orang-orang Indonesia bisa menjadi militer dan mampu bersaing dengan militer di negara-nagara lain.
B. Karir dan Kegiatannya
T. B. Simatupang, memiliki pengalaman militer sangat banyak sekali, yang ia dapatkan dari orang-orang Belanda/militer Belanda yang pernah medidik ia untuk mejadi militer, dari pengalaman-pengalaman yang ia peroleh dapat dikembangkan kepada tentara-tentara atau militer Indonesia, yang berjuang untuk merebut kemerdekaan Indonesia.
Karir T. B. Simatupang tentang militer, sangat dibanggakan sebagai anak bangsa dapat mejadi militer yang profesional, ia juga dipercaya untuk membantu sepenuhnya pembangunan militer angkatan bersenjata Indonesia, dan selalu mejadi perwakilan dari pihak angkatan bersenjata dalam delegasi Indonesia berbagai perundingan dengan Belanda di Konfrensi Meja Bundar. Misi utamanya adalah mendesak Belanda membubarkan KNIL (tentara boneka ciptaan Belanda) serta mengukuhkan TNI sebagai kekuatan inti bagi angkatan perang RI.
T. B. Simatupang pernah memegang jabatan wakil II Kepala Staf Angkatan Perang (W II KSAP), dan yang memegang wakil I Kepala Staf Angkatan Perang adalah Kolonel Hidayat, tetapi Kolonel Hidayat ditugaskan di Sumatra, sebagai Panglima Tentara dan Teriotorium Sumatra (PTTS), maka, ia di percayakan sebagai pengganti Kolonel Hidayat, dengan menduduki sebagai wakil I Kepala Staf Angkatan Perang, dan yang menjadi Kepala Angkatan Perang (KSAP) pada saat itu adalah Jendral Sudirman, yang merangkap menjadi panglima Besar Angkatan Perang (PBAP), sebagai wakil KSAP ia membantu Jendral Sudirman dalam pengamanan bangsa Indonesia terhadap penjajah.5
Sebagai wakil Kepala Staf Angkatan Perang, T. B. Simatupang telah banyak jasanya terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Pada saat itu Jendral Sudirman dalam keadaan sakit yang sangat kritis, maka Jendral Sudirman memberikan tanggung jawab kepada T. B. Simatupang agar dapat memimpin Staf Angkatan Perang Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Januari 1950, Jendral Sudirman meninggal dunia, dengan demikian yang menggantikan Kepala Staf Angkatan Perang adalah T. B. Simatupang .
Karir T. B. Simatupang memang agak menanjak, tapi dalam waktu yang sangat singkat, T. B. Simatupang di pensiunkan dari Kepala Angkatan Perang pada tanggal 21 Juli 1959. Dengan adanya pergeseran jabatan, maka T. B. Simatupang di minta untuk menjadi penasehat militer.
Setelah keluar dari dinas kemiliteran, ia banyak mempunyai waktu luang, dan juga diundang dalam pelayanan gereja-gereja di Indonesia. Waktu luang tersebut diisi dengan menulis dan membaca banyak tulisan-tulisannya yang beredar di media masa dan forum-forum pertemuan, dan juga ia menekuni studi tentang teologi, dalam dimensi teologi, maka masalahnya terbukti dapat dipahami secara lebih mendalam. Studi tentang teologi sangat luas, sehingga kita dapat terus mempelajari teologi itu seumur hidup.6
Ketertarikan T. B. Simatupang dalam Dewan-Dewan Gereja di Indonesia lewat bidang gereja dan masyarakat, ia aktif menjadi anggota DGI, kemudian ia terpilih sebagai ketua Badan Pekerja Harian, jabatan itu dipercayakan kepadanya sampai sidang raya X DGI di Ambon, tahun 1984.7 Periode 1984-1989 T. B. Simatupang terpilih sebagai Ketua Majlis Pertimbangan PGI, sampai periode 1989-1994.
Masa pengabdiannya di DGI/PGI, T. B. Simatupang aktif juga dalam sidang gereja-gereja dan dewan gereja-gereja sedunia. Ia sejak tahun 1975-1984, menjadi presiden mewakili gereja-gereja se-Asia selama satu periode.
Pengabdiannya terhadap gereja-gereja dan juga bangsa dan negara, sangat cemerlang, tapi dengan faktor usia yang sudah tua, maka semua pengabdian harus berhenti, ia meninggal dunia pada tanggal 1 Januari 1990 karena sakit, pengabdiannya sangat luar biasa maka haruslah kita hargai.
C. Karya-Karya T.B. Simatupang
1. Dalam Bentuk Buku
a. Laporan dari Banaran : Kisah Pengalaman Seorang Prajurit Selama Perang Kemerdekaan, Jakarta: PT. Pembangunan, 1960
b. Tugas Kristen Dalam Revolusi, Jakarta: Badan Penerbit Kristen, 1967
c. Peranan Angkatan Perang Dalam Negara Pancasila yang Membangun, Jakarta: Idayu, 1980
d. Iman Kristen dan Pancasila , Jakarta; BPK. Gunung Mulia, 1984
e. Kehadiran Kristen Dalam Perang, Revolusi dan Pembangunan: Berjuang Mengamalkan Pancasila Dalam Terang Iman, Jakarta: BPK, Gunung Mulia, 1986
f. Dari Revolusi ke Pembangunan, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1987
g. 70 Tahun Dr. T. B. Simatupang: Saya Adalah Orang Yang Berhutang, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990
h. Membuktikan Ketidakbenaran Suatu Mitos, Menelusuri Makna Pengalaman Seorang Prajurit Generasi Pembebas Bagi Masa Depan, Masyarakat, Bangsa dan Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991
i. Peranan Agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Dalam Negara Pancasila yang Membangun, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1996
2. Artikel
a. Masalah- masalah Etika dan Moral Dalam Pembangunan Yang Mengamalkan Pancasila, Peninjau, 1982
b. Peranan Teologi Dalam Masyarakat Indonesia, Setia, 1987
c. “Spiritualitas dan Beragam Keagamaan di Indonesia”, Peninjau, 1984
d. “Strategi Partisipasi Kristen Dalam Pembangunan Pendidikan Di Indonesia”, Peninjau, 1984
e. Dapatkah Ilmu-Ilmu Sosial Memberikan Sumbangan Dalam Mission Imposible Kita ?, Peninjau, 1987
f. “Dukungan Birokrasi Modal Memenagkan Pemilu”, Prisma, 1979
Karya-karya T. B. Simatupang yang dicantumkan oleh penulis di atas, penulis peroleh dari berbagai sumber buku yang dikarang oleh T. B. Simatupang sendiri .
D. Orang Orang Yang Mempangaruhi Pemikiran T.B. Simatupang
Ada beberapa pemikiran yang mempengaruhi perjalanan intelektual T. B. Simatupang yaitu Carl Von Clausewitz, untuk mempelajari tentang perang, T. B. Simatupang pada masa mudanya mengagumi tentang pemikiran Carl Von Clausewitz tentang perang, sehingga ia dapat mempelajari dengan sungguh-sungguh, kemudia ia memberikan landasan teoritis bagi sumbangan dalam perjuangan bangsa dan negara Indonesia, khususnya bidang militer serta masalah-masalah diplomasi dan politik yang terkait dengan perjuangan militer.8 T. B. Simatupang setelah mendapat pengetahuan tentang perang dari pemikiran Carl Von Clausewitz, kemudian Pengetahuan yang ia miliki tentang perang ia praktekkan dan ikut terlibat dalam pengorganisasian tentara dalam melakukan perang gerilya, dalam menumpas penjajah.9
Masih ada pemikiran yang mempengaruhi intelektual T. B. Simatupang yaitu Karl Marx, untuk mempelajari tentang revolusi yang dibangun oleh Karl Marx tentang struktur sosial yang ada dalam masyarakat, perjuangan kelas sosial akan melukiskan revolusi, T. B. Simatupang sejak dari muda ia sudah mempelajari atau menambah wawasannya tentang revolusi yang dibangun oleh Karl Marx. Menurut Karl Marx revolusi harus dibedakan menjadi dua yaitu: revolusi politik dan revolusi sosial. Revolusi Politik apabila kekuasaan politik dipegang oleh kaum proletar (kelas bawah). Revolusi sosial, kaum proletar dapat memegang kekuasaan dari kaum borjuis, kekayaan-kekayaan yang dimiliki kaum borjuis dapat dimanfaatkan oleh kaum proletar untuk kepentingan dan perubahan yang ada dalam masyarakat , T. B. Simatupang mempelajari revolusi ini untuk mengetahui sebagai mana pentingnya perubahan-perubahan yang harus dilakukan dan tidak ada penindasan terhadap rakyat, semajak ia mempelajari revolusi nya Karl Marx dapat menambah rasa sosialismenya terhadap rakyat Indonesia atau bangsa Indonesia.10
T. B. Simatupang mengagumi juga pemikiran Teologi Karl Barth. Karl Bath berasal dari kota Basel, Swiss (10 Mei 1886) dengan teologinya yang sangat terkenal Teologi Kemerdekaan, menurutnya teologi kemerdekaan adalah sebuah teologi yang memandang pada kemerdekaan Allah yang memberikan kasih sayang dan karunia kepada kemerdekaan manusia. Maksud kemerdekaan di sini adalah merdeka dari tindakan kejahatan dan penindasan, yang disimpulkan dalam istilah “dosa”, dan lebih dari itu merdeka untuk sungguh-sungguh hidup bersama Allah dan sesama dalam prikemanusiaan yang sejati11. Jadi menurut Karl Barth manusia jangan sampai melakukan tindakan kejahatan dan menindas orang-orang yang lemah atau tidak mampu, dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan tersebut maka akan selau dikasihi Allah, dan apabila melaksanakan perbuatan-perbuatan kejahatan dan penindasan maka akan mendapat dosa.
Ketertarikan T. B. Simatupang dengan teologinya Karl Barth adalah bahwa Karl Bath menginginkan manusia itu selalu dekat dengan Tuhan, dan manusia harus suci dari perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji, dan menjauhkan dari dosa. Karl Barth membangun teologinya atas dasar “Pernyataan”, terutama pernyataan Allah dalam Yesus Kristus sebagaimana disaksikan dalam kitab suci.12
Setelah T. B. Simatupang mempelajari Teologinya Karl Barth, kemudian ia mempelajari juga pemkiran Reinhold Niebuhr, seorang teologi Amerika Serikat yang berusaha memikirkan masalah-masalah kekuasaan keadilan dan kebebasan di negerinya sendiri dan juga di luar negeri, berhubungan dengan kekuasaan Amerika Serikat yang sangat besar setelah perang dunia II berakhir. Secara sederhana masalah kekuasaan, kebebasan dan keadilan bertolak dari kodrat manusia seperti yang terdapat dalam Al-Kitab yaitu mahluk yang mempunyai martabat yang sangat tinggi.13 Sistem kekuasaan sangat diperlukan untuk menjamin keamanan dan ketertiban secara efektif terhadap kekuasaan. Kebebasan juga diperlukan untuk memperjuangkan dan menegakkan keadilan.
T. B. Simatupang melihat perkembangan sitem-sitem politik ekonomi sepanjang sejarah bangsa Indonesia, setelah Proklamasi Kemerdekaan, membuka selebar-lebarnya dalam semua bidang, antara lain pembentukan partai-partai politik dan pembentukan-pembentukan tentara-tentara bersenjata. Itulah ungkapan Soekarno untuk menegakkan demokrasi terpimpinnya. Akan tetapi ungkapan semacam ini adalah kesalahan besar dalam demokrasinya, karena tidak memberikan ruang kebebasan, sehingga sistem politik yang dibangun menjadi penuh penyalahgunaan dan penuh kebobrokan.
Dari beberapa orang yang telah mempengaruhi pemikiran T.B. Simatupang di atas, maka dapat ia terapkan dalam kehidupannya sehari-hari dalam berbangsa dan bernegara yang baik, oleh karena itu T.B. Simatupang adalah seorang yang telah memiliki pengetahuan yang luas tentang ketentaraan, diplomasi ( politik dan militer) dan teologi. Dalam bidang ketentaraan ia sangat berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan, dan juga memberikan pengetahuan tentang kemiliteran kepada tentara –tentara Indonesia .14
Setelah T.B.Simatupang tidak aktif dalam bidang kemiliteran maka ia lebih mencurahkan perhatiannya kepada organisasi agama. Dewan Gereja adalah medan juang yang di pilihnya, ia sempat menjadi Ketua Dewan Gereja Indonesia , Ketua Dewan- Dewan Gereja se Asia, dan pernah menjadi Presiden Dewan Gereja-Gereja se Dunia.
Gereja yang semula lahir terpisah-pisah ingin dipadukan agar bersama-sama melaksanakan tugas Dewan Gereja Indonesia dalam rangka pembangunan sebagai pengamalan Pancasila .15 Itulah yang menjadikannya tokoh nasional paling tegas dikalangan gereja-gereja Kristen di Indonesia sehingga seluruh pemikirannya sungguh layak untuk dianalisis dan dipelajari. Khususnya di tahun 1970-1990 ia membuktikan dirinya seorang teolog awam yang sangat produktif yang telah banyak memberikan sumbangan kepada sejarah nasional dan sejarah gereja, dan pada bidang pembangunan bangsa dan dengan berangkat dari ideologi Pancasila.16
BAB III
PEMIKIRAN T. B. SIMATUPANG TENTANG HUBUNGAN
KRISTEN PROTESTAN DENGAN PANCASILA
DI INDONESIA
A. Pemahaman T.B. Simatupang Tentang Kristen Protestan di Indonesia
Menurut T. B. Simatupang bangsa Indonesia sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat seperti Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris, bahwa di bumi Indonesia yang tercinta ini telah memiliki budaya yang tinggi dan sudah menganut agama pribumi yang telah lama hadir di bumi Indonesia seperti, agama Hindu, agama Budha, agama Islam. Agama-agama tersebut telah dianut oleh rakyat Indonesia jauh sebelum kedatangan orang-orang Barat ke Indonesia.
Dari tiga agama yang disebutkan di atas, bahwa setiap agama memiliki misi untuk menyebarkan agamanya ke seluruh wilayah Indonesia, seperti yang dialami oleh agama Islam dengan misi dakwahnya, sehingga dapat menyebar luas misi tersebut sampai kepelosok nusantara Indonesia. Akan tetapi masih ada daerah-daerah yang belum begitu mengenal Islam dalam arti Islam belum tersiar di daerah tersebut seperti, Maluku, Ambon, Irian Jaya, Medan dan masih banyak lagi daerah yang lain. Oleh karena itu kadatangan Kristen, baik itu Kristen Katolik, dan Protestan, yang dibawa oleh Spanyol, Portugis, dan Belanda, telah banyak dianut oleh daerah-daerah yang masih sedikit menganut agama Islamnya.1 Untuk lebih jelasnya tentang pembahasan sejarah masuknya Kristen Protestan di Indonesia sebagai berikut:
1. Sejarah Singkat Masuknya Kristen Protestan di Indonesia
Pada abad XVI tahun 1511 Portugis dan Spanyol datang ke Indonesia dengan tujuan berdagang, Portugis dan Spanyol menganut agama Kristen Katolik, tapi lama kelamaan melihat bangsa Indonesia yang rakyatnya bodoh-bodoh dapat ditipu daya oleh orang-orang Portugis dan Spanyol, maka mereka melakukan suatu penjajahan terhadap bangsa Indonesia. Mereka menyebarkan agama Kristen Katolik kepada rakyat Indonesia pada wilayah-wilayah yang belum banyak menganut agama Islam, sehingga penyebaran agama Kristen berhasil dan banyak rakyat Indonesia yang masuk Kristen Katolik, dan pada akhir abad XVI tahun 1512 sudah berdiri beberapa gereja seperti di Minahasa, Sangir dan Talaud.2
Kesuburan dan kekayaan hasil bumi Indonesia sangat mengundang simpati bangsa-bangsa Barat datang ke Indonesia. Setelah bangsa Portugis dan Spanyol dapat menguasai Indonesia, kemudian disusul kedatangan Belanda ke Indonesia, yaitu pada tahun 1596, yang membawa Kristen Protestan. Kedatangan Belanda sangat mengganggu kestabilan ekonomi Portugis di Indonesia karena ada yang menyaingi dalam bidang perdagangan dan kekuasaan jajahannya, sehingga Portugis dan Spanyol tidak senang atas kedatangan Belanda ke Indonesia.
Belanda datang ke Indonesia dengan tujuan berdagang untuk lebih mengkoordinasi dalam perdagangan Belanda di Indonesia, lalu Belanda membentuk suatu perkumpulan dagang dengan nama V.O.C (Verenigde Oost Indische Compagne) yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602. Sehingga VOC dapat mendominasi perdagangan di Indonesia. Dengan dukungan penuh oleh pemerintah Belanda.3
VOC untuk memperluas perdagangan di Indonesia agar tidak ada yang menyaingi perdagangannya maka VOC melakukan penyerangan terhadap Portugis sehingga terjadilah peperangan antara Belanda dengan Portugis yang kemudian dimenangkan oleh Belanda dan benteng Portugis yang ada di Ambon dapat direbut oleh Belanda pada tanggal 23 Februari 1605 dan disusul kota Tidore pada tahun yang sama. Sehingga kekuasaan Portugis di Indonesia telah berakhir dan digantikan oleh Belanda.4
Keberadaan VOC yang berkuasa di Indonesia yang sangat menindas rakyat Indonesia, maka rakyat Indonesia melakukan perlawanan terhadap VOC tetapi semua itu gagal, tidak ada hasil. Dengan demikian VOC leluasa melakukan monopoli perdagangannya, sehingga sampai dengan masa pembubaran VOC, pada tanggal 31 Desember 1799 dengan demikian Indonesia resmi dijajah oleh Belanda.5
Belanda adalah yang pertama kali membawa agama Kristen Protestan masuk di Indonesia dan banyak rakyat yang masuk Kristen Protestan. Pada masa Portugis rakyat Indonesia banyak memeluk Kristen Katolik, tetapi setelah Portugis kalah perang dengan Belanda, maka Kristen Katolik dilarang di bumi Indonesia, rakyat yang sudah beragama Kristen Katolik harus pindah ke Kristen Protestan karena yang berkuasa di Indonesia sekarang adalah Belanda.6
Ada dua faktor yang menyebabkan penyiaran Kristen Protestan di masa kolonial Belanda menjadi lebih efektif, baik itu dalam arti konsolidasi untuk orang yang sudah memeluk Kristen atau dalam arti “zending” dalam kalangan yang belum menganut agam Islam, Hindu, Budha. kedua faktor itu adalah pertama timbulnya gerakan Kristen Protestan. Kedua timbulnya gerakan penyebaran Kristen yang lebih terorganisir dalam bentuk lembaga penyiaran Kristen yang mantap.7
Sekitar tahun 1850-an Belanda mulai melakukan usaha yang lebih intensif untuk mengadakan Kristenisasi di Indonesia yang dilakukan oleh Kristen Protestan sendiri melalui organisasi gereja, yang disebut dengan zending. Biasanya satu daerah hanya dilayani oleh satu organisasi zending, seperti di daerah Batak itu di tempatkan organisasi zending dari Jerman Barat yang bernama Rheinisehe Missionsgesell . Di pulau Jawa dan Sulawesi kegiatan zending didominasi oleh Belanda.8 Derasnya arus misi dan zending yang masuk ke Indonesia semakin meramaikan proses Kristenisasi di Indonesia. Fenomena semacam ini tidak hanya membuat penyebaran Kristen berlangsung secara substansial, melainkan dapat memberikan dampak yang negatif dalam arti fisik bagi kehadiran agama tersebut. Untuk mendukung para misionaris datang ke Indonesia maka infrastruktur sosial keagamaan harus disediakan seperti sekolah-sekolah dan gereja-gereja, karena Indonesia sebagai lahan terbuka bagi Kristenisasi. Kehadiran orang-orang Eropa jumlahnya sangat meningkat dan tujuannya untuk meningkatkan pendidikan dan meningkatkan pelayanan gereja-gereja terhadap masyarakat di Indonesia.9
Sekitar tahun 1851 di Indonesia telah berdiri suatu organisasi Pekabaran Injil, Konsolidasi atas penduduk yang sudah beragama Kristen sejak zaman Portugis dan Spanyol, diambil tanggung jawabnya oleh pemerintah Hindia Belanda sejak tahun 1800-an. Dengan adanya lambaga Penyiaran Injil yang datang dari luar negeri akan memantapkan Kristenisasi di Indonesia. Setelah tahun 1800-an perkembangan agama Kristen Protestan sangat meluas, sampai ke pelosok-pelosok Indonesia sehingga dengan praktis daerah-daerah tersebut menganut Kristen Protestan.
Sejarah masuknya Kristen Protestan di Indonesia tidak terlepas dari misi dagang Belanda yang ingin menguasai perdagangan yang akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari daerah-daerah jajahannya yang dapat melakukan eksploitasi ekonomi di tanah jajahannya dan kemudian sambil menyebarkan ajaran agama Kristen Protestan.10
Kehadiran Belanda di Indonesia makin lama makin menindas rakyat Indonesia, maka rakyat Indonesia tidak segan-segan melakukan perlawanan seperti peristiwa di Maluku (1817), Baharuddin di Palembang (1819), Imam Bonjol di Minangkabau (1821-1837 ), Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah (1825-1830), Jlentik, Polim, Teuku Umar, Tjik di Tiro di Aceh (1860) Anak Agung Made di Lombok (1894-1895), Sisinga Mangaraja di tanah Batak (1900). Rakyat Indonesia pada waktu itu belum tumbuh rasa kesatuan dan persatuan, maka rakyat Indonesia banyak mengalami korban dan akhirnya mengalami kekalahan, tapi rakyat Indonesia tidak putus asa dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah sampai Indonesia merdeka.11
2. Pemahaman T.B. Simatupang tentang Ideologi Pancasila
Istilah ideologi berasal dari kata “Idea” yang berarti “gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita” dan logos yang berarti “ilmu”, kata “idea” berasal dari kata bashasa Yunani “eidos” yang berarti bentuk, maka secara harfiah ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar. Dengan demikian ideologi mencakup pengertian tentang ide-ide, pengertian-pengartian, dasar, gagasan-gagasan dan cita-cita.12
Menurut T.B.Simatupang Pancasila merupakan awal untuk kehidupan bersama, karena di dalam kehidupan rakyat Indonesia kelima sila dari Pancasila dapat dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari . Ada orang yang ingin memberikan status yang lain terhadap Pancasila ,dan ada juga yang mencoba untuk meringkas kelima sila dari Pancasila menjadi tiga, dan tiga menjadi satu , dan dari satu memperkembangkan apa yang mereka sebut doktrin bangsa Indonesia yang bersipat Falsafati.
T.B.Simatupang sangat menentang pernyataan seperti itu, karena menurut T.B.Simatupang Pancasila sebagai jawaban terhadap tantangan bersama . Pancasila dilahirkan dari kenyataan ketika rakyat Indonesia menghadapi masalah yang sangat mendesak dan menentuk, yaitu negara macam apa yang harus rakyat Indonesia bangun supaya rakyat Indonesia tetap hidup bersatu, kelima sila dari pancasila itulah jawabanya. Karena Pancasila harus dipahami dari latar belakang sejarah Indonesia, karena Pancasila sebuah ideology atau menurut T.B.Simatupang sering di sebut Modus Vivendi yang isinya ditentukan melalui proses dialog, melalui kerja sama, dan dapat menghadapi tantangan bersama oleh seluruh bangsa Indonesia . 13
Ideologi Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia yang mengarahkan pada terwujudnya suatu masyarakat yang adil dan sejahtera sesuai dengan semangat dan nilai-nilai Pancasila yang dapat dijadikan sebagai pedoman berbangsa dan bernegara14
Ideologi Pancasila juga merupakan suatu ideologi negara yang dapat menjamin kehidupan negara yang bermartabat, karena ideologi negara dapat disusun atas dasar keyakinan bahwa setiap bangsa memiliki hak untuk menciptakan negeranya sendiri, dan hal itu merupakan hak asasi, hak yang inherent pada kemanusiaan setiap manusia dan setiap bangsa, karena manusia memiliki kebebasan untuk menciptakan dan melaksanakan kehidupannya, juga kehidupan negaranya.15
Untuk mewujudkan ideologi Pancasila itu, yang harus tetap diperhatikan awal terbentuknya dan ditetapkannya ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila merupakan ideologi yang diperuntukkan bagi seluruh bangsa Indonesia, bukan ideologi dari seseorang atau sekelompok kecil bangsa Indonesia yang diperuntukkan bagi seluruh bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia menyadari akan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang tinggi, yang kemudian dapat dituangkan dalam konsep teoritis tentang cita-cita dan keyakinan yang menjdi landasan kehidupan bersama dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila yang merupakan falsafah dan pandangan hidup bangsa secara operasional dijadikan ideologi bangsa Indonesia.16
Pancasila memiliki peranan yang menentukan bagi kehidupan bangsa Indonesia, baik dalam kehidupan berbangsa, bernegara, maupun bermasyarakat. Bagi bengsa Indonesia, Pancasila bukan lagi merupakan alternatif melainkan suatu Imperatif. Justru karena peranan yang menentukan itulah, kita sebagai rakyat Indonesia perlu mendukung dan terpanggil untuk terus-menerus mendalaminya. Melalui pengalaman yang terus-menerus tersebut semakin dapat menyelami dan menemukan kekayaan yang sangat berharga, yang terkandung di dalamnya. Hal tersebut akan semakin menguatkan keyakinan dan akan semakin mendorong untuk mengamalkan dan mempertahankannya sebagai milik bangsa yang sudah teruji melalui berbagai peristiwa sejarah.17
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup melainkan bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila tidak berarti untuk mengubah nilai-nilai Pancasila yang telah ada.
B. Aspek-Aspek Pemikiran T. B. Simatupang Tentang Hubungan Kristen Protestan dengan Pancasila di Indonesia.
1. Aspek Sejarah
Ditinjau dari sejarah bahwa hubungan Kristen Protestan dengan Pancasila tidak terlepas dari masa penjajahan Belanda yang membawa agama Kristen Protestan di Indonesia, Portugis pada masa itu kalah dan angkat kaki dari bumi Indonesia. Rakyat Indonesia yang dulunya sudah beragama Katolik di Protestankan oleh orang Belanda, maka dari itu rakyat Indonesia banyak menganut agama Kristen Protestan.
Dengan berjalannya waktu rakyat Indonesia melihat tindak tanduk Belanda terhadap Indonesia sangat tidak manusiawi, yang sudah menjajah dan menindas rakyat Indonesia dengan sendirinya muncul rasa nasionalisme dari rakyat untuk melakukan suatu perjuangan untuk melawan penjajah yang ada di bumi Indonesia yang tercinta ini, dengan tujuan Indonesia merdeka, dengan tercetusnya kebangkitan nasional yang dipelopori Budi Utomo sebagai penggerak untuk menumbuhkan semangat nasionalisme yang tinggi, dengan didukung oleh para tokoh-tokoh nasional Indonesia dan tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia serta didukung oleh rakyat Indonesia yang pluralisme agama baik agama Islam, agama Katolik, agama Protestan agama Hindu, agama Budha. Semuanya ikut andil dalam memperjuangkan untuk merebut kemerdekaan Indonesia dengan berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dapat memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Apakah yang terbayang di depan mata rakyat Indonesia pada waktu menyambut Proklamasi Kemerdekaan dengan semangat yang begitu menggelora . Apakah yang terbayang didepan mata sejuta pemuda-pemuda untuk bersedia berjuang, rela berkorban demi tercetusnya suatu kemerdekaan ?.
Cita-cita yang besar itu tentu tidak selalu jelas bentuk dan isinya dalam setiap pemikiran dan hati nurani semua orang. Akan tetapi disadari atau tidak, pokok-pokok dari cita-cita yang tersimpan dalam Proklamasi Kemerdekaan hidup juga didalam hati setiap orang yang masih dapat mencucurkan air mata, apabila melihat Sangsaka Merah Putih yang berkibar di udara. Proklamasi telah mengakhiri kekuasaan asing di tanah air kita, Proklamasi meletakkan seluruh kekuasaan tanah air di dalam tangan rakyat sendiri.18
Tercetusnya kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari perjuangan rakyat Indonesia itu sendiri, tidak terkecuali rakyat Indonesia yang beragama Kristen Protestan ikut memperjuangkan negara ini dari tangan penjajah, tidak heran ketika bangsa Indonesia sudah merdeka umat Kristen Protestan ikut merumuskan dasar Negara Republik Indonesia, dengan tujuan orang Kristen Protestan untuk memusatkan perhatian pada prinsip yang akan membimbing kehidupan negara Indonesia yang baru itu dengan tujuan agar kebebasan beragama dan kesamaan hak serta kesamaan kesempatan untuk semua warga negara dijamin, tanpa membeda-bedakan kepercayaan ataupun keturunan 19
2. Aspek Politik
Gereja ditempatkan oleh Tuhan sendiri untuk melaksanakan tugas panggilannya dalam konteks sosial politik, ekonomi, dan budaya. Dengan demikian halnya dengan gereja-gereja di Indonesia dipanggil dan ditempatkan oleh Tuhan sendiri untuk melaksanakan tugas panggilannya di tengah bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan bedaulat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang diyakini sebagai anugrah dari Tuhan.20 Kehadiran gereja di Indonesia merupakan tanda pengutusan Tuhan bagian dalam mewujudkan perdamaian, keadilan, dan keutuhan bangsa Indonesia, tugas panggilan itu untuk mencegah segala hal yang merong-rong dan merendahkan harkat dan martabat manusia Indonesia.
Gereja mengakui bahwa negara adalah alat dalam tangan Tuhan yang bertujuan untuk mensejahterakan manusia dan memelihara ciptaan Allah. Oleh karena itu gereja dan negara harus bahu membahu dalam mengusahakan penegakan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Gereja dan negara masing-masing mempunyai tugas panggilannya yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab bagi kebaikan seluruh manusia, bahkan seluruh ciptaannya. Gereja mempunyai kewajiban untuk mentaati hukum negara, sebaliknya, negara berkewajiban mengayomi dan melindungi seluruh rakyatnya termasuk gereja agar leluasa dalam menjalankan fungsi dan panggilannya masing-masing.21
Pada umumnya orang-orang Kristen Protestan di Indonesia telah menganggap sebagai hal yang wajar, bahwa orang Kristen Protestan berpartisipasi dalam bidang politik dan pemerintahan. Dapat pula diketahui bahwa di dalam negara Pancasila, ruang bagi orang-orang Kristen Protestan dalam bidang politik tidak dibatasi.22 Hal semacam ini dalam keadaan politik dan pemerintahan sekarang untuk meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan rakyat yang diutamakan. Bagi orang Kristen Protestan berpartisipasi dalam bidang politik yang mempunyai jiwa kristis dan kreatif, dapat disumbangkan sepenuhnya kepada perkembangan negara dan masyarakat. Partisipasi ini harus dilihat sebagai suatu tugas yang diberikan oleh Tuhan sendiri untuk melayani kepentingan masyarakat.23
Dengan mengakui peranan kreatif dari partai Kristen Indonesia, perlu ditekankan bahwa gereja tidak dapat disamakan dengan partai politik manapun juga. Atas dasar perlakuan yang sama gereja harus memberikan bimbingan dan pelajaran kepada semua orang Kristen yang terlibat dalam politik, tanpa membedakan ikatan kepartaiannya.24
Secara politik dari sejarah perjalanan bangsa pernah ada alternatif lain yang ditawarkan misal: Islam, untuk menjadi dasar dan ideologi negara, ternyata semua gagal tidak pernah mendapat dukungan dari seluruh bangsa dengan demikian jika tetap ingin mempertahankan negara Indonesia ini sebagai negara kesatuan yang berdasarkan Pancasila, maka tidak dapat lain harus mau menerima secara ikhlas keanekaragaman yang ada serta meyakini dan menghormati kehadiran golongan lain dengan hak dan kewajiban yang sama di bumi Pancasila ini.25
Di dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdasarkan Pancasila ini nampak ada satu tenaga gerak politik yang sekaligus politik dan sosial kultural, adanya kesadaran yang tumbuh terus menerus dari kalangan rakyat Indonesia, bahwa negara Indonesia itu bersifat kesatuan dan untuk membangun jenis negara yang dikehendaki (bersatu, berdaulat, adil dan makmur). Dalam negara Pancasila setiap agama dijamin kebebasannya untuk tumbuh dan berkembang serta untuk membangun masa depan bersama sebagai suatu bangsa yang berdaulat yang berdasarkan Pancasila.26
3. Aspek Agama
Indonesia ternyata bukan hanya sebuah wilayah yang terdiri dari ribuan pulau, gunung, beraneka suku, bahasa, budaya, tetapi juga sebuah negara yang di dalamnya hadir dan hidup agama-agama yang dianut oleh rakyat Indonesia yang telah diakui oleh negara seperti agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu dan Budha. Kemajemukan agama inilah yang kemudian menjadi ciri signifikan dan determinan negara Republik Indonesia.27 Realitas seperti ini telah dibuktikan dengan cemerlang ketika bangsa Indonesia yang menganut berbagai agama dengan dipimpin oleh para tokoh agama dalam kebersamaan yang mantap dan solid, bahu membahu mengusir penjajah dari persada nusantara demi hadirnya sebuah negara Indonesia yang merdeka. Kemajemukan agama dalam konteks Indonesia yang memiliki dasar negara Pancasila telah memposisikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang mempunyai religius.
Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila bukanlah negara sekuler. Oleh karena itu di sini agama tidak hanya diakui eksistensinya tetapi diakui pula fungsi dan peranannya secara resmi di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu juga negara Indonesia bukanlah negara agama, tetapi fungsi dan peranan agama itu diakui dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Di dalam negara Pancasila setiap agama mempunyai tugas dan panggilan bersama dalam masyarakat, bangsa dan negara, seperti dalam agama Kristen Protestan misalnya: dari segi teologi orang Kristen baik sendiri-sendiri maupun dalam persekutuan (gereja) mempunyai tanggung jawab di dalam kehidupan masyarakat di manapun ia berada, terutama sekali tentang ketaatannya kepada Tuhan harus senantiasa terpanggil untuk mengusahakan terwujudnya kehendak Tuhan di manapun ia berada.28 Dan kehendak Tuhan itu adalah keselamatan rohani maupun kesejahteraan manusia.
C. Pemahaman Tentang Pancasila
Pancasila pada dasarnya memang berakar dari kebudayaan asli Indonesia, yaitu sifat religius yang kuat dan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan, maupun di dalam mengambil suatu keputusan/musyawarah untuk mufakat .
Pancasila juga berakar pada kebudayaan bersama masyarakat Indonesia dan tidak sekedar merefleksikan salah satu tiga lapisan budaya (lapisan budaya asli, Hindu, Budha, dan Islam). Secara keseluruhan dapat merangkul semua kelompok dan memberikan ruang kepada semua golongan dengan segala keanekaragamannya, selain itu juga dapat mempersatukan identitasnya masing-masing. Dalam Pancasila tidak ada istilah untuk mendiskriminasikan dari suatu kelomok dengan kelompk lain, atau mayoritas dengan minoritas. Semua menurut Pancasila adalah sama tidak ada perbedaan.29 Untuk lebih jelasnya lagi tentang pembahasan Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Pengertian Pancasila
a. Pengertian Pancasila dari Segi Etimologi
Secara Etimologi Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta, yang terdiri dari dua suku kata Panca berarti lima dan sila berarti dasar, berarti Pancasila yang mempunyai lima dasar. Dalam buku Sutasoma yang dikarang oleh Empu Tantular, Pancasila ini mempunyai arti lima kesusilaan (Pancasila Karma), yaitu:
- tidak boleh melakukan kekerasan
- tidak boleh mencuri
- tidak boleh berjiwa dengki
- tidak boleh berbohong
- tidak boleh mabuk minuman keras.30
Menurut Muhammad Yamin perkataan Pancasila, telah menjadi istilah hukum, yang dipakai oleh Bung Karno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 tentang sila yang kelima. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa Sansekerta parkataan Pancasila mamiliki dua macam arti “berbatu sendi yang lima” (consisting of 5 roels) Pancasila dengan huruf Dewanagari, dengan huruf “i” Panjang bermakna “lima peraturan tingkah laku yang penting”.31
Demikianlah istilah Pancasila yang telah ada dan dikenal dalam budaya kehidupan bangsa Indonesia sejak dahulu kala baik dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Pengertian Pancasila dari Segi Terminologi
Istilah Pancasila telah lama dikenal dalam budaya bangsa Indonesia, kemudian diperkenalkan kembali oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, yang kemudian menjadi populer dalam kehidupan bangsa Indonesia karena Pancasila merupakan suatu dasar negara yang harus diakui dan nilai-nilai yang tercantum dalam Pancasila harus dijalankan dan ditaati.32
2. Sejarah Singkat Tentang Pancasila
Sejarah lahirnya Pancasila tidak terlepas dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia itu sendiri, yang dipelopori oleh tokoh-tokoh perjungan bangsa ini, yang menginginkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Dalam proses perumusan Pancasila dapat dikoordinasi oleh suatu badan yang bernama BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang didirikan pada tanggal 29 April 1945, BPUPKI beranggotakan 60 orang dengan diketuai oleh Dr. K. R. T. Radjiman Widiodiningrat .
Dibentuknya BPUPKI ini sebagai sarana untuk pembentukan dasar negara Indonesia. BPUPKI telah melakukan beberapa kali sidang dalam pembentukan dasar negara Indonesia, pada tanggal 29 Mei 1945 diadakan sidang pertama yang dibuka oleh K. RT. Radjiman Widiodiningrat sebagai ketua. Dalam sidang ini membahas tentang apa yang sebaiknya dijadikan sebagai dasar negara Indonesia ini ?. Dari anggota BPUPKI muncul bermacam-macam pendapat yang diusulkan tentang dasar negara Indonesia dan ada juga yang mengusulkan Undang-Undang Dasar dulu yang dibentuk kemudian lalu membentuk dasar negara.33
Sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Muhammad Yamin dapat diberikan kesempatan atau untuk menyampaikan atau mengungkapkan pidatonya di hadapan para sidang BPUPKI tentang rumusan dasar negara Indonesia. Pidatonya yang berisikan : 1.Pri Kebangsaan 2. Pri Kemanusiaan 3. Pri Ketuhanan 4. Pri Kerakyatan 5. Pri Kesejahteraan Rakyat.34
Setelah berpidato Muhammad Yamin juga menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar tercantum lima rumusan asas dasar negara yang rumusannya sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia .35
Pada tanggal 31 Mei 1945 Soepomo di berikan kesempatan untuk menyampaikan pidatonya di hadapan BPUPKI (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan Indonesia), pidatonya itu merumuskan dasar negara Indonesia sebagai berikut: 1. Persatuan 2. Kekeluargaan 2. Keseimbangan Lahir Batin 4.Musyawarah 5. Keadilan Rakyat.36
Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya di hadapan BPUPKI (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tentang dasar negara Indonesia yang berbunyi:
1. Nasionalisme atau Demokrasi
2. Internasionalisme atau Prikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang Berkebudayaan.37
Untuk lima dasar itu diusulkan agar diberi nama Pancasila. Usulan tersebut diterima oleh sidang BPUPKI selanjutnya kelima sila tersebut dapat disimpulkan menjadi “Tri Sila” yang rumusannya:
1. Sosio Nasional yaitu “Nasionalisme dan Internasionalisme”
2. Sosio Demokrasi yaitu “Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat”
3. Ketuhanan Yang Maha Esa38
Pidato yang disampaikan oleh Bung Karno itu mendapat sambutan yang meriah oleh seluruh anggota sidang BPUPKI. Sebelum sidang BPUPKI itu ditutup, ketua sidang BPUPKI membentuk suatu panitia kecil yang di dalamnya terdapat berbagai macam unsur agama yang ada dibumi Indonesia seperti Agama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu,dan Budha, yang dianggap mempunyai ahli dalam konstitusi. Panitia kecil itu terdiri dari 8 orang yang dipimpin oleh Bung Karno, sebagai anggotanya Moh. Yamin, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Moh. Hatta, Wachid Hasim, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, A.A. Maramis dan Bung Karno.39
Tujuan panitia kecil ini adalah:
1. Merumuskan kembali Pancasila yang disampaikan oleh Bung Karno pada sidang BPUPKI
2. Menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasikan Indonesia merdeka.40
Tanggal 22 Juni 1945, panitia kecil mengadakan pertemuan dengan anggota BPUPKI untuk menampung usul-usul dan saran dari BPUPKI. Dari pertemuan ini terbentuk pula panitia kecil lainnya yang terdiri atas Bung Karno sebagai Ketua, lalu anggotanya Moh. Hatta, Ahmad Subardjo, Abdul Kahar Muzakir, Abikoesomo Tjokrosoejoso, H. Agus Salim, A.A. Maramis, dan Muhammad Yamin. Karena anggotanya sembilan orang, maka lebih dikenal dengan sebutan panitia sembilan.
Panitia sembilan ini berhasil merumuskan rancangan pembukuan hukum dasar, yang menarik dalam rancangan hukum dasar ini adalah dimasukkannya Ide dasar Pancasila yang dipidatokan Soekarno 1 Juni 1945, susunan dan rumusannya lebih disistematisasikan oleh Moh. Yamin, rancangan ini diberi nama “Piagam Jakarta”.41 Yang isinya:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.42
Adapun bunyi kalimat Piagam Jakarta pada butir pertama di atas mandapat tantangan keras dari non Muslim, terutama sekali dari kelompok Kristen, karena yang ada di bumi Indonesia bukan hanya Islam saja tetapi masih ada agama-agama yang lain, jangan dasar negara itu diperuntukkan untuk umat Islam saja, tapi untuk semua rakyat Indonesia walaupun berbeda agama.43
Latuharhary, seorang Kristen Protestan dan salah satu anggota dari BPUPKI, mengekspresikan keberatannya dengan mengatakan bahwa konsekuensi kalimat Islam tersebut akan besar, terutama dengan agama-agama lain, dan akan menghasilkan kesulitan-kesulitan .
Dalam menanggapi keberatan itu, Abdul Wahid Hasyim meyakinkan bahwa kalimat yang dicapai melalui musyawarah yang sulit ini dan juga terlalu keras bagi beberapa orang, namun tidak mencukupi yang lain. Dalam kapasitasnya sebagai ketua panitia sembilan, Soekarno meyakinkan anggotanya, bahwa Piagam Jakarta adalah hasil dari musyawarah politik dan persetujuan kelompok nasionalis dan Islam. Oleh karena itu dikeluarkanlah kalimat Islam didalam Piagam Jakarta, jika tidak Piagam Jakarta tersebut ditolak oleh fraksi Islam. Soekarno juga membujuk dari kalangan Kristen, untuk mengorbankan keberatan mereka demi persatuan bangsa dengan menerima Piagam Jakarta untuk digunakan sebagai rancangan Undang-Undang Dasar bersama dengan rancangan batang tubuh UUD.44
Piagam Jakarta yang disusun oleh panitia sembilan disetujui BPUPKI, kemudian Piagam Jakarta tersebut dilaporkan pada sidang BPUPKI tanggal 10 Juli 1945. Pada sidang kedua itu Piagam Jakarta diterima baik oleh para anggota sidang BPUPKI. Dari persetujuan sidang itu, BPUPKI membentuk panitia perancang Undang-Undang Dasar (PPUUD) yang terdiri 19 orang, dan sebagai ketuanya Soekarno. PPUUD menyetujui Piagam Jakarta dijadikan Preambule UUD yang akan disusunnya. Kemudian tanggal 11 Juli 1945 PPUUD membentuk Panitia Kecil Perancang UUD Dasar (PKPUUD) yang anggotanya terdiri dari para sarjana hukum dengan anggota 7 orang yang diketuai oleh Prof. Soepomo.45
Adapun bunyi bagian terakhir naskah Preambule UUD tersebut adalah sebagai berikut:
“………….. maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.46
Pada tanggal 14 Juli 1945 BPUPKI menggelar rapat pleno, mendengarkan laporan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (PPUUD), yang disampaikan oleh Bung Karno yang meliputi tiga hal:
1. Pernyataan Indonesia Merdeka
2. Pembukaan Undang-Undang Dasar
3. Undang-Undang Dasar (Batang Tubuh).47
Untuk mewujudkan Indonesia merdeka, pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dengan beranggotakan 21 orang, Soekarno sebagai ketua dan Moh, Hatta sebagai wakil. Tujuan PPKI ini untuk mempersiapkan kemerdekaan yang diberikan oleh Jepang terhadap Indonesia, dan menyelengarakan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, dan memilih Presiden dan wakil Presiden. Oleh karena itu PPKI pada hakekatnya juga sebagai Komite Nasional memiliki representatif, sifat perwakilan bagi rakyat Indonesia.
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang ditaklukkan oleh sekutu, pada saat itulah terjadi kekosongan kekuasaan Jepang di Indonesia. Hal itu tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia. Pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia, para pemudanya mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan merumuskan teks Proklamsi Kemerdekaan Indonesia, setelah selesai kemudian ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta, pada tanggal 17 Agustus 1945 diproklamirkanlah Kemerdekaan Indonesia.48
Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagai mana lazimnya suatu negara yang merdeka, maka PPKI segera mengadakan sidang, pada tanggal 18 Agustus 1945 untuk mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945. Sebelum UUD 1945 disahkan oleh PPKI ada perubahan dalam pembukaan UUD 1945, tentang kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” dari orang-orang non muslim protes atas bunyi kalimat tersebut, karena kalimat tersebut seakan-akan mendiskriminasikan kelompok-kelompok minoritas. Oleh karena itu Bung Hatta berinisiatif mengundang Ki Bagus Hadikusumo, Wachid Hasyim, Kasman Singodimedjo dan Teuku Hasan untuk membahas masalah tersebut agar sebagai bangsa Indonesia tidak terpecah-pecah. Hatta dan teman-temannya setuju untuk mengganti kalimat yang melukai perasaan dari golongan non muslim dan menggantinya dengan bunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, dengan demikian pernyataan ini diterima oleh kelompok non muslim. Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengesahkan UUD sebagai dasar negara.49
3. Fungsi Pancasila
a. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
Pancasila dalam pengertian ini sering juga disebut way of life, pandangan hidup, pegangan hidup/pedoman hidup. Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari oleh warga negara Indonesia. Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan di dalam segala bidang, ini berarti bawa semua tingkah laku dan tindakan/perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila karena Pancasila merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan yang lainnya.
Keseluruhan sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan organis. Dengan demikian, jiwa keagamaan (sebagai manifestasi/perwujudan sila Ketuhanan Yang Maha Esa), jiwa yang berprikemanusiaan (sebagai manifestasi/perwujudan dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab), jiwa kabangsaan (sebagai manifestasi/perwujudan sila Persatuan Indonesia), jiwa kerakyatan (sebagai manifestasi/perwujudan sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan), dan jiwa yang menjunjung nilai keadilan sosial (sebagai manifestasi/perwujudan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia). Selalu terpancar dalam segala tingkah laku dan tindakan/perbuatan serta sikap hidup seluruh bangsa Indonesia.50
Dalam kehidupan suatu bangsa adanya pandangan hidup sangat diperlukan, sebab dengan pandangan hidup suatu bangsa akan:
1. Memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya, dan menentukan arah serta cara bagaimana bangsa ini memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi, sehingga tidak terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar baik yang datang dari dalam masyarakat/bangsanya sendiri maupun dari luar.
2. Memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah politik, ekonomi, sosial dan budaya.
3. Mempunyai pedoman bagaimana bangsa ini mambangun dirinya sendiri demi kesejahteraan rakyat.51
Di dalam negara yang Berbhineka Tunggal Ika, membuktikan bahwa Pancasila merupakan pilihan yang terbaik. Upaya untuk mengganti Pancasila dengan ideologi lain berulang kali terjadi baik melalui kekerasan maupun dengan cara halus.
Hal semacam ini menunjukkan bahwa efektivitas Pancasila benar-benar nilai rakyat Indonesia secara emosional dan menggerakkan tindakan. Ini terbukti melalui kemampuannya untuk bertahan di tengah-tengah perubahan-perubahan konstitusional, dalam mengatsi tantangan-tantangan yang mengancam kesatuan dan mewujudkan negara Indonesia.52
Bangsa Indonesia dalam hidup bernegara telah memiliki suatu pandangan hidup bersama yang bersumber pada akar budaya dan nilai-nilai religius. Dengan pandangan hidup yang mantap maka bangsa Indonesia akan mengetahui ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa tersebut terkandung didalamnya konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakannya.
Demikianlah pengertian Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Dilihat dari kedudukannya, Pancasila mempunyai kedudukan yang tinggi yakni sebagai cita-cita dan pandangan hidup bangsa dan negara Republik Indonesia. Dapat dikatakan juga bahwa Pancasila ini dibuat dari materi atau bahan-bahan dalam negeri, bahan asli murni dan merupakan kebanggan bagi suatu bangsa tersendiri.
b. Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila dalam pengertian ini sering disebut dasar falsafah negara, Philosofische Grondslag dari negara. Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara, atau dengan kata lain Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.53
Sebagai dasar negara Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum dasar baik yang tertulis atau Undang-Undang Dasar, maupun yang tidak tertulis. Dalam kedudukannya sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
- Pancasila sebagai dasar adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum Indonesia. Dengan demikian Pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia yang dalam pembukaan UUD 1945.
- Meliputi suasana kebatinan (Geistlickenhintergrund) dari Undang-Undang Dasar 1945.
- Mewujudkan cita-cita hukum bagi dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis).
- Mengandung norma-norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara (termasuk para penyelenggara partai dan golongan fungsional). Untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
- Merupakan sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar 1945, hal ini dipahami sangat penting bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, karena masyarakat di negara Indonesia senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat.
Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentuk negara bahwa tujuan utama dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia. Oleh karena itu fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan dasar yuridis sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Ketetapan No. IX/MPRS/1966. LJO, Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan No. IX/MPR/1978). Dijelaskan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, yang merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana serta watak dari bangsa Indonesia.54
Menurut Notonegoro, Pancasila sebagai dasar negara mempunyai kedudukan istimewa dalam hukum kenegaraan dan hukum bangsa Indonesia (merupakan pokok kaedah negara yang Fundamental). Pokok kaedah yang fundamental itu dalam hukum mempunyai kedudukan yang kuat tak berubah bagi negara yang dibentuk, sehingga dengan jalan hukum tidak dapat diubah. Sebagai pokok kaedah negara yang Fundamental, Pancasila menjadi sumber dari Undang-Undang Dasar dan harus dijadikan landasan dalam menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan kebijaksanaan pemerintah.55
Dalam proses reformasi dewasa ini MPR melalui sidang istimewa tahun 1998, mengembalikan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia yang tertuang dalam Tap. No.XVIII/MPR/1998. Oleh karena itu segala agenda dalam proses reformasi, yang meliputi berbagai bidang selain mendasarkan pada kenyataan aspirasi rakyat (sila keempat), juga harus mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.56
c. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia
Dalam sejarah asal-usulnya ideologi Pancasila itu lahir dari perjuangan bangsa Indonesia yang mencita-citakan kemerdekaan, persatuan, solidaritas, kemajuan, kecerdasan, demokrasi dan kebudayaan. Bahkan ideologi Pancasila memandang bangsa Indonesia sebagai bagian dari cita-cita perjuangan kemanusiaan yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.57
Perlu diingat bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara adalah diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia, kemudian menjadi pandangan hidup bangsa dan pada gilirannya menjadi suatu dasar filsafat negara yang sekaligus sebagai suatu ideologi bangsa dan negara. Ideologi Pancasila tumbuh dan berkembang melalui dalam pandangan hidup manyarakat bangsa Indonesia sendiri, dengan suatu kesepakatan serta perjanjian yang luhur diangkat menjadi ideologi bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu ideologi Pancasila merupakan suatu kesatuan yang mutlak karena menyangkut kehidupan bangsa.
Pancasila sebagai ideologi bangsa, setiap warga negara Republik Indonesia terikat oleh ketentuan-ketentuan yang sangat mendasar, yang tertuang dalam sila yang kelima dalam Pancasila. Pandangan hidup dan sikap warga negara secara keseluruhan harus bertumpu pada Pancasila sebagai keutuhan, bukan hanya sekedar masing-masing sila. Sebagai falsafah negara, Pancasila berstatus sebagai kerangka berpikir yang harus diikuti dalam menyusun Undang-Undang dan hukum-hukum yang lain. Tata pikir seluruh bangsa ditentukan lingkupnya oleh sebuah falsafah yang harus terus menerus dijaga kebaradaannya dan konsisitennya oleh negara, agar pemikiran kenegaraan yang berkembang juga akan terjaga dengan baik.58
BAB IV
PENGARUH PEMIKIRAN T. B. SIMATUPANG
TERHADAP AGAMA KRISTEN PROTESTAN
DI INDONESIA
A.Pemahaman Kristen Protestan Terhadap Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Menurut T. B. Simatupang Pancasila merupakan sebuah payung yang dapat melindungi rakyat Indonesia baik itu muslim maupun non muslim. Oleh karena itu sila Ketuhanan Yang Maha Esa terdapat dalam sila pertama dari Pancasila merupakan, suatu keputusan yang mutlak harus dapat diterima oleh setiap agama-agama yang ada di Indonesia. Maka makna yang terkandung dari sila pertama Pancasila bukanlah “Kepercayaan kepada Allah” tetapi lebih berarti kepercayaan kepada “Ide Ketuhanan”, oleh karena kata yang dipakai di sini bukan kata “Allah” tetapi lebih netral yaitu “Ketuhanan” kemudian juga ditambah Keesaan dan Kemahaan.1
Istilah Ketuhanan berasal dari ke-Tuhan-an. Menurut Prof. Poebatjaraka mengatakan bahwa Tuhan berasal dari kata “Tuha” yang berarti tua. “Tuha” ditambah dengan “an” menjadi Tuhan yang berarti yang harus dihormati dan didengar. Menurut Prof. S. Takdir Alisyahbana, bahwa Tuhan berasal dari kata Tu (h) a yang berarti sama dengan tuan, holy, suci, kudus, keramat.2 Sedangkan Allah dari Al Ilah berarti The God, Pencipta, Yang Maha Kuasa.3
Tuhan dalam sila Pertama, mandapat awalan-ke, akhiran-an menjadi kata sifat. Sehingga dengan demikian “Ketuhanan” itu adalah “sila”. Tuhan, Allah sendiri bukan sila ia adalah pribadi “Tuhan” itu nama jenis yang abstrak. Ketuhanan berarti Yang Ilahi, suatu kuasa Ilahi. Dengan demikian “Ketuhanan” adalah perkataan yang terbaik yang dapat memberikan kesempatan berbagai penafsiran sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.4
Istilah Ketuhanan Yang Maha Esa bukan pengertian teologis melainkan rumusan politis (kenegaraan) karena tidak dapat diartikan hanya menurut pengertian agama yang tertentu. Kita dapat mengartikan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu pengakuan atau keyakinan adanya suatu kekuasaan yang tertinggi dan abadi, yang mengatur dan menguasai segala yang ada di dunia ini. Yang Maha tinggi itu siapa? Terserah kepada agama masing-masing, dengan perkataan lain istilah Ketuhanan dipilih dengan tepat, agar supaya dapat dikonkritkan oleh setiap orang sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
Dari uraian di atas sila pertama nampak jelas kedudukan yang sama daripada semua agama yang ada di Indonesia untuk merealisasikan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan yang konkrit.
Yang dimaksud dengan Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah peleburan semua pengakuan kepercayaan semua agama-agama menjadi suatu pengakuan yang tunggal, yang merupakan pengakuan Iman kesatuan untuk seluruh warga negara Republik Indonesia melainkan tugas negara yang berdasarkan Pancasila adalah melindungi perbedaan-perbedaan agama warga negaranya. “Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan Tuhannya sendiri”.5
Dari segi nilai yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dapat disebutkan bahwa sila pertama ini merupakan dasar kerohanian dasar bermasyarakat, dalam kehidupan bernegara, berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa berarti dalam menyelenggarakan kehidupan bernegara wajib memperhatikan dan menghormati petunjuk-petunjuk Tuhan Yang maha Esa, tidak dibenarkan menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah digariskan. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan kemudian untuk menyelenggarakan segala yang baik bagi masyarakat dan pemerintahan negara. Pada hakekatnya tidak boleh menyimpang dari jalan yang lurus untuk mencapai kebahagian rakyat dan keselamatan masyarakat.
Sebagai asas hidup bermasyarakat sila Ketuhanan Yang Maha Esa menuntut agar bangsa Indonesia dalam melaksanakan hidup bermasyarakat memperhatikan dan menghormati petunjuk-petunjuk Tuhan Yang Maha Esa, memupuk rasa kebersamaan menuju kerukunan hidup bermasyarakat kebebasan beragama dan beribadat menurut keyakinan masing-masing agama.6
Sebagai pengaturan lebih lenjut perinsip KetuhananYang Maha Esa maka UUD 1945 menentukan dalam pasal 29 sebagai berikut: 1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa .2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Ketentuan ini menegaskan tugas negara dalam bidang hidup keagamaan, yaitu negara bertugas untuk memberikan jaminan perlindungan agar setiap penduduk yang notabenenya adalah pemeluk agama tersebut dapat secara bebas malaksanakan ajaran agama atau kepercayaannya. Negara bertugas untuk menjaga kesejahteraan bersama dalam bermasyarakat. Tugas tersebut dijalankan dengan cara menjamin kesempatan yang sama dan adil bagi setiap warga negara untuk mengamalkan konsepsinya tentang Tuhan sesuai ajaran agama yang diyakininya. Oleh karena itu sebenarnya ketentuan di atas pada sisi yang lain menunjukkan pula sejumlah hak dari warga negara Indonesia untuk:
1. Bebas memeluk agama dan kepercayaan
2. Bebas beralih agama dan kepercayaan
3. Bebas menjalankan ibadat sesuai ajaran agama/kepercayaannya
4. Bebas untuk mengajar atau mendidik keluarganya sesuai ajaran agama yang diyakininya.7
Jadi setiap orang bebas menganut kepercayaannya dan menyembah Tuhannya dengan tidak menganggu agama lain, apalagi memusuhi atau memerangi orang yang menganut kepercayaan yang lain dari kepercayaan golongannya atau orang yang menyembah Tuhan lain dari Tuhan yang disembah oleh golongannya.
Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan pengakuan bahwa Tuhan adalah sumber kemerdekaan, oleh karena itu Tuhan sendiri membebaskan manusia dari segala penindasan yang ada dimuka bumi ini. Akan tetapi hal itu bukanlah berarti bahwa negara harus memaksakan sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi suatu pengakuan iman rasuli Kristen .
Dengan demikian sila Ketuhanan Yang Maha Esa bukan hanya sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia, tetapi juga merupakan manifestasi kepribadian bangsa Indonesia, oleh sebab itu sila pertama dalam Pancasila adalah suatu seruan terutama bagi setiap orang yang mengaku dirinya orang yang beragama, agar selalu ingat dalam tanggung jawab dan tugasnya di dalam memelihara, memupuk dan mewujudan prikemanusiaan, kebangsaan, kedaulatan rakyat dan keadilan sosial.
Setiap Rakyat Indonesia yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mengahayati ajaran-ajarannya, tentu tidak akan ragu-ragu lagi menyatakan bahwa agama merupakan ketentuan-ketentuan Tuhan Yang Maha Esa, mengandung nilai-nilai luhur yang dihayati dan diamalkan oleh pemeluknya masing-masing dan merupakan faktor yang berpengaruh dalam usaha bangsa Indonesia untuk mensukseskan pembangunan bangsa.8
B. Meningkatkan Partisipasi Gereja dalam Membangun Bangsa Indonesia sebagai Pengamalam Pancasila
Menurut T. B. Simatupang, gereja adalah berada dalam dunia dan diutus oleh Tuhannya ke dalam dunia. Tuhan tidaklah mengutus gereja ke wilayah yang asing. Sebab Tuhan itu sendiri adalah Tuhan bagi dunia.
Pengertian tentang dunia hanya terbatas pada bumi dan alam semesta. Dunia memiliki arti jauh lebih luas dari itu. Dunia memiliki makna yang meliputi bumi, alam semesta, sekaligus kesejahteraan umat manusia dengan segala daya dan upayanya untuk memenuhi bumi serta menaklukkannnya.
Arti dunia yang demikian, menurut T. B. Simatupang menegaskan bahwa umat manusia dengan segala kebudayaan, dengan hidup berpolitik, sosial, ekonomi,dan sejarah, ideologi agama dan teknologi juga dengan segala harapan yang membentang dan kekhawatiran yang mengandung keseluruhannya adalah bagian dari isi dunia.9
Kembali kepada pembahasan gereja dalam pembangunan menghadapkan kita dengan permasalahan yang mendasar mengenai hubungan antara gereja dengan perkembangan dalam masyarakat negara dan kebudayaan di mana gereja berada. Pembangunan adalah tindakan manusia dalam sejarah untuk mengembangkan masyarakat, negara dan kebudayaan yang baik, dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Pada satu pihak gereja adalah bagian dari masyarakat, negara dan kebudayaan yang membangun. Pada pihak lain gereja tidak hanya bagian dari masyarakat, negara dan kebudayaan dimana dia berada. Gereja mempunyai hubungan yang khas dengan Kristus seperti dinyatakan dalam kiasan bahwa gereja adalah tubuh kristus.10 Sebagaimana dijelaskan dalam al-Kitab .
“tidak ada seseorang pun yang dapat meletakkan dasar lain daripada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus” (1 Korintus 3:11).11
Sejak gereja tiba di Indonesia, maka gereja telah berpartisipasi dalam pembangunan, seperti dalam pelayanan pendidikan, kesehatan dan pertanian. Oleh karena itu gereja-gereja di Indonesia juga meningkatkan partisipasinya dan melayani pembangunan nasional berdasarkan tugas pengikutnya yang bersumber pada Injil Yesus Kristus. Gereja di Indonesia dengan sikap sebagai hamba dan pelayanan menurut teladan Yesus, dengan mengambil sikap yang positif, kreatif, kritis dan realistis dalam pelaksanaan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila. Positif artinya terbuka terhadap yang baik, kreatif artinya adanya jasa roh kudus dalam sikap pembangunan yang dilakukan oleh gereja, kritis artinya setiap pembangunan yang dilakukan oleh gereja sesuatu yang telah tertuang dalam firman Tuhan, realistis artinya sadar akan waktu dan batas-batas kenyataan terhadap pembanguan yang dilakukan oleh gereja.12
Tugas panggilan gereja dalam pembangunan bangsa ini tidak hanya memberikan ruang bagi gereja-gereja untuk berpartisipasi dan melayani dalam pembangunan nasional, tetapi juga untuk mengajak dan mengaharapkan partisipasi secara bertanggung jawab dari semua warga negara dan golongan, dalam pembangunan nasional berdasarkan hak dan kewajiban yang sama.
Pembangunan yang dilakukan di Indonesia sebagai pengamalan Pancasila dipandang oleh gereja adalah bagian dari dunia yang dikasihi Allah. Pembangunan dengan segala proses perubahannya dalam berbagai aspek kehidupan dalam rangka berjuang untuk menegakkan keadilan, pemerataan, kesejahteraan dan kelestarian serta dalam rangka mengangkat harkat dan martabat manusia Indonesia yang selaras, serasi dan seimbang antara dimensi material dan spiritual, merupakan isi dunia yang tidak berada di luar rancana Penyelamatan Tuhan.
Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, tidak identik dengan kerajaan Allah. Oleh karena itu pembangunan ini memberikan ruang yang lebih luas bagi upaya-upaya untuk menegakkan perdamaian, keadilan, kemanusiaan dan kesejahteraan bagi semua orang. Oleh sebab itu maka dalam terang Injil kerajaan Allah, gereja-gereja di Indonesia mengambil bagian secara positif, kreatif, kritis, realistis dalam pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.13
Pembangunan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia sebagai Pengamalan Pancasila dapat saja mengalami kegagalan dan penyelewengan sehingga berlawanan dengan kehendak Tuhan. Oleh karena itu pembangunan yang di usahakan manusia, maka hasilnya tidak akan pernah sampai pada tatanan masyarakat yang sempurna dengan keadilan yang demikian, hanya dapat terwujud oleh kehendak Tuhan sendiri.14
Jadi walaupun menurut kita bahwa pembangunan yang dilaksanakan menurut ukuran kita telah mampu menegakkan keadilan, pemerataan, pambaharuan kesejahteraan dan telah mampu mengangkat harkat dan martabat manusia Indonesia, maka dalam keadaan yang seperti inipun masih tetap akan menimbulkan bentuk-bentuk penindasan dan ketidakadilan dalam masyarakat pada umumnya.15
Gereja-gereja di Indonesia dalam berpartisipasi dalam pembangunan bangsa ini harus memiliki beberapa sikap diantaranya gereja harus bersikap positif, kreatif, kritis dan harus realistis.16
Dengan sikap gereja yang positif, maka gereja dapat mendukung segala pambangunan yang menunjukkan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Seperti, keadilan, kesejahteraan, perdamaian dan sebagainya. Maka dari itu gereja dapat mengembangkan hal-hal yang baik dalam proses pembangunan.
Sikap gereja yang kreatif, gereja dapat memberikan sumbangan untuk berpartisipasi dalam menjawab berbagai tantangan dalam perubahan zaman dan dapat menyisihkan berbagai hambatan-hambatan yang selalu mengahadang atau mengahalangi untuk suksesnya suatu pembangunan yang kita lakukan untuk bangsa ini.
Sikap gereja yang kritis, bahwa gereja dapat mengoreksi berbagai cita-cita atau kebijakan-kebijakan bangsa kita ini dalam melakukan pembangunan yang memang bertentangan dengan kehendak Tuhan, seperti: banyaknya korupsi-korupsi yang terjadi di birokrasi pemerintahan kita sekarang ini yang dikorupsi itu adalah uang rakyat. Oleh karena itu Tuhan tidak mengajarkan tentang hal-hal yang tidak baik. Pasti Tuhan mengajarkan tentang hal-hal yang baik.
Sikap gereja yang realistis adalah untuk mendorong gereja agar dapat meilihat dan memahami tentang batas-batas yang telah dapat dicapai oleh bangsa ini dalam membangun sikap tersebut sebagai alat kontrol untuk mengawasi agar setiap pembangunan itu selalu tidak bertentangan dengan kehendak Tuhan, dalam artian setiap pembangunan itu harus sesuai dengan manfaatnya dan tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Tuhan.17
Bentuk partisipasi gereja dalam pembagunan bangsa Indonesia sebagai pengamalan Pancasila, dalam partisipasi ini yang paling penting adalah gereja terhadap masyarakat dan masa depan bangsa Indonesia ini, yang mengangkat dasar-dasar dan corak-corak dari negara, masyarakat dan kebudayaan serta dasar-dasar hukum yang ada didalamnya, dan pandangan mengenai sejarah yang menguasai pemikiran dalam pembangunan itu.18
Gereja, dalam bentuk partisipasinya dalam pembangunan berusaha dalam memberikan sumbangan untuk mengembangkan suatu gagasan, ide-ide dan pikiran menganai arah dan tujuan dalam melakukan suatu pembangunan sebagai pangamalan Pancasila. Oleh karena itu hal tersebut akan dapat menentukan gerak pembangunan nasional akan berjalan kearah dari cita-cita perjuangan bangsa Indonesia ini dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur yang dapat berasaskan Pancasila.
Pendangan gereja tentang pengamalan dari sila-sila Pancasila dalam pelaksanaan pembangunan, Pancasila dengan sila-silanya haruslah diamalkan secara utuh dan konsekuen. Seperti pengamalan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mencakup tanggung jawab bersama dari semua golongan agama supaya untuk terus-menerus dan bersama-sama dalam meletakkan landasan moral, etika dan spiritual yang kokoh bagi pembangunan nasional sebagai Pengamalan Pancasila.19 Dengan demikian sila ini bukan merupakan dalil teologi, sebab negara sama sekali tidak memiliki apa yang namanya teologi. Sila ini hanya menjamin tempat yang wajar bagi dimensi religius dalam kehidupan negara dan bangsa.
Pengamalan sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, menurut gereja menyangkut usaha-usaha pengembangan dan pemantapan hak-hak asasi manusia dan tanggung jawabnya dalam pembagunan. Tapi bagi gereja untuk mengamalkan kamanusiaan dan keadilan dengan ikut dalam sepenuhnya bertanggung jawab dalam mengenai keamanan negara.20
Pengamalan sila ketiga, Persatuan Indonesia, menurut gereja menyangkut Pembinaan kesatuan bangsa,21atau pembinaan bangsa dari semua bidang kehidupan manusia, masyarakat, bangsa dan negara, sehingga makin kuat rasa kesatuan kamanusiaan dalam memperkokoh rasa Persatuan dan kesatuan negara.22
Pengamalan sila keempat dari Pancasila, dipandang oleh gereja dalam menyangkut persoalan-persoalan yang mendorong begitu besar peran partisipasi rakyat dalam aspek politik dalam usaha menegakkan demokrasi yang bertanggung jawab.
Pengamalan sila kelima dari Pancasila dalam pembangunan menurut gereja menyangkut peletakkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka menjunjung cita-cita keadilan sosial, 23 dan dapat juga pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.24
Partisipasi gereja dalam memberikan sumbangan pemikiran tentang pengamalan Pancasila di atas, hanya sebagai motivasi bagi umat Kristiani dalam benar-benar mangamalkan sila-sila yang terkandung dalam Pancasila dan sebagai perwujudan gereja dalam berpartisipasi dalam membangun bangsa ini.
Partisipasi gereja dalam membangun bangsa ini dapat berhasil apabila adanya kerjasama antara gereja-gereja dengan berbagai lembaga-lembaga yang ada di luar gereja, bahkan dengan orang-orang yang memiliki kepercayaan dan keyakinan yang berbeda dan di ajak untuk bekerjasama dalam membangun bangsa ini agar menjadi bangsa yang maju, adil dan sejahtera.
Adapun tujuan gereja dengan berpartisipasi dalam pembangunan bangsa ini adalah:
a. Gereja berpartisipasi dan melayani dalam pembangunan nasional dengan tujuan dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Pancasila yang sedang melaksanakan pambangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dapat melahirkan atau menciptakan kesejahteraan, keadilan, kebebasan, persaudaraan, perdamaian dan kemanusiaan yang dikehendaki oleh Tuhan untuk dunia ini.
b. Untuk bersama-sama dapat membaharui, membangun, dan mempersatukan gereja dan memupuk kemanusiaan di bidang teologi.
Menurut T. B. Simatupang, seluruh partisipasi gereja dan umat Kristen dalam berpartisipasi membangun bangsa ini harus bertolak sebagai usaha untuk menegakkan tanda-tanda penyelamatan dan kedatangan kerajaan Tuhan.
C. Analisis Penulis
Ada satu hal yang khas,yang membedakan Indonesia dengan masyarakat dan bangsa manapun di dunia ini, yaitu bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat majmuk, yang terdiri dari berbagai suku,adat,budaya,agama dan kepercayaan, serta Pancasila adalah dasar bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.25
Pancasila merupakan kesepakatan luhur antara semua golongan yang hidup di bumi Indonesia. Sebuah kesepakatan seluhur apa pun, tidak akan banyak berpungsi jika didudukkan dalam status yang jelas. Karena kesepakatan luhur bangsa Indonesia itu akhirnya dirumuskan sebagai ideologi bangsa dan falsafah negara. Ideologi bangsa, artinya setiap warga negara Indonesia terikat oleh ketentuan-ketentuan yang sangat mendasar yang tertuang dalam sila Pancasila. Pandangan hidup dan sikap warga negara secara keseluruhan harus bertumpu pada Pancasila sebagai keutuhan, bukan hanya sekedar masing-masing sila . Sebagai falsafah negara Pancasila berstatus sebagai kerangka berpikir dalam menyusun undang-undang dan hukum di dalam negara Republik Indonesia.26
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan falsafah negara disinilah ada tumpang tindih antara Pancasila dengan sebagian sisi kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa .Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa memiliki lingkup masing-masing yang berjangkauan universal, berlaku seluruh umat manusia. Hal ini upaya Pancasila untuk menekankan sisi kehidupan antar umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, jelas setiap agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa memiliki visi sendiri, di samping visi universal yang mempersamakan semua agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata lain,wawasan Pancasila tentang kebersamaan antara agama-agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak sepenuhnya sama dengan wawasan sekian agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang satu sama yang lain saling berbeda.27
Dengan demikian dalam masyarakat yang berdasarkan Pancasila setiap sila-sila yang terdapat dalam Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran agama yang ada di Indonesia termasuk agama Islam. Akan tetapi perlu kita cermati apakah Islam sesuai dengan Pancasila ? maka segera akan nampak bahwa banyak dari ajaran-ajaran Islam yang tidak tercakup dalam Pancasila atau tidak dipersoalkan oleh Pancasila. Islam mengajarkan tentang tauhid,( keesaan Tuhan ); Pancasila walaupun ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, tapi membiarkan orang Kristen ber-Trinitas, agama Hindu mempercayai banyak dewa –dewa , dan dalam agama Budha tidak membicarakan tentang Tuhan sama sekali.
Kemudian Islam mengajarkan tentang iman kepada rasul-rasul, shalat, puasa Ramadhan, zakat , haji dan masih banyak lagi ketentuan –ketentuan lain yang diajarkan oleh Islam. Hal semacam ini tidak berarti bahwa Islam bertentangan dengan Pancasila , pada umumnya memang terdapat kesepakatan di negeri kita bahwa hal-hal ibadah dibiarkan saja . Sekurang –kurangnya kita dapat perhatikan , bahwa kemudahan diberikan di negeri kita untuk melaksanakan ibadah tersebut, sebagaimana juga kemudahan yang sama dinikmati oleh para pengikut agama lain. 28
Jika melihat persoalan-persoalan tadi, maka ajaran Islam lebih bersifat luas, mencakup hal-hal yang oleh Pancasila mungkin tidak terpikirkan. Ajaran Islam dalam hal-hal tertentu terperinci dan tegas. Oleh sebab itu bagi setiap muslim ajaran –ajaran agama itu wajib dilaksanakan. 29
Mengenai Islam dan Pancasila pada dasarnya tidak bertentangan , tapi perlu diketahui bahwa Islam adalah agama dan Pancasila adalah ideologi . Sering dinyatakan bahwa Pancasila tidak akan menjadi agama, demikian pula agama tidak akan memjadi ideologi. 30
Pada dasarnya kekuatan ideologi (Pancasila) dapat diukur dari tiga dimensi yang saling berkaitan, saling mengisi dan saling memperkuat. Ketiga dimensi itu adalah : 1. Dimensi realitas ; dimana ideologi itu mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya bersumber dari nilai-nilai yang riil hidup dalam masyarakat, 2. Dimensi idealitas ; suatu ideologi harus mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Melalui idealisme atau cita-cita yang terkandung dalam ideologi yang dihayati suatu masyarakat atau bangsa dapat diketahui kearah mana mereka ingin membangun kehidupan bersama, 3. Dimensi fleksibilitas; bahwa sebuah ideologi harus memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahwa merangsang pengembangan pemikiran –pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. 31
Berdasarkan pada tiga dimensi tadi maka Pancasila jelas memenuhi standar realitas, idealitas bahkan fleksibilitas, terutama karena dinamika internal yang terkandung dalam sifatnya sebagai ideologi terbuka. Jadi secara ideal konseptual Pancasila adalah ideologi yang kuat, tangguh dan bermutu tinggi .32
Dinamika internal yang terkandung dalam suatu ideologi terbuka biasanya memantapkan, memapankan serta menguatkan relevansi ideologi itu dalam masyarakat. Tetapi hal itu tetap tergantung pada kehadiran beberapa faktor: 1. Kualitas nilai-nilai dasar yang tergantung dalam ideologi, 2. Persepsi , sikap dan tingkah laku masyarakata terhadap Pancasila, 3. Kemampuan masyarakat mengembangkan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang ideologi, 4.Menyangkut seberapa jauh nilai-nilai yang terkandung dalam idelogi itu membudaya dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara .33
Harus disadari, betapa dalam Pancasila sesungguhnya memuat kualitas nilai dasar yang objektif kebenarannya dan berlaku secara universal. Kualitas nilai dasar itu memungkinkan bagi terbentuknya kualitas peradaban bangsa yang berlandaskan pada masyarakat yang ber-Ketuhanan, ber-Kemanusiaan, ber- Satu, ber-Kerakyatan dan ber-Keadilan. Kelima sila tersebut adalah “ paradigma “ bagi terbentuknya masyarakat berperadaban Pancasila. Selama ini, Pancasila lebih diletakkan sebagai gundukan “ rangkuman “ konsep-konsep belaka yang tidak mempunyai kekuatan untuk “merubah” tatanan masyarakat. Pancasila di masa lalu seolah-olah hanya berhenti pada konsep nilai-nilai yang tidak mampu merambah pada tataran empirik masyarakat.34 Itulah sebabnya kita harus berihktiar untuk semakin menjadikan Pancasila itu sebagai ideologi dan menjadikan dasar yang kokoh bagi perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Menurut T.B. Simatupang hubungan Kristen Protestan dengan Pancasila di Indonesia tidak terlepas dari beberapa aspek, yaitu :
a. aspek sejarah
Ditinjau dari sejarah bahwa hubungan Kristen Protestan dengan Pancasila tidak terlepas dari masa penjajahan Belanda yang membawa agama Kristen Protestan di Indonesia. Maka yang dulunya sebahagian rakyat Indonesia yang sudah beragama Katolik di Protestankan oleh orang Belanda, maka rakyat Indonesia banyak yang menganut agama Kristen Protestan.
Tercetusnya kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari perjuangan rakyat Indonesia, tidak terkecuali rakyat Indonesia yang sudah beragama Kristen Protestan ikut memperjuangkan nagara ini dari tangan penjajah,tidak heran jika bangsa Indonesia sudah merdeka umat Kristen Protestan ikut juga dalam merumuskan dasar negara Indonesia yitu Pancasila .
b. aspek politik
Gereja ditempatakan oleh Tuhan sendiri untuk melaksanakan tugas panggilannya dalam kontek sosial, politik, ekonomi dan budaya. Demikian halnya dengan gereja –gereja di Indonesia dipanggil dan ditempatkan oleh Tuhan untuk melaksanakan panggilannya pada bangsa dan negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat berdasarkan Pancasila.
Di negara Pancasila ruang bagi orang Kristen Protestan dalam bidang politik tidak di batasi. Bagi orang Kristen Protestan berpartisipasi dalam bidang politik yang mempunyai jiwa kritis dan kreatif yang dapat disumbangkan sepenuhnya kepada perkembangan negara dan masyarakat.
c. aspek agama
Dalam negara Pancasila setiap agama mempunyai tugas dan panggilan bersama dalam masyarakat, bangsa dan negara,seperti agama Kristen Protestan misalnya: dari segi teologi orang Kristen Protestan baik sendiri-sendiri maupun dalam persekutuan ( gereja) mempunyai tanggung jawab dalam kehidupan masyarakat bangsa dan negara.
2. Pengaruh pemikiran T. B. Simatupang terhadap agama Kristen Protestan di Indonesia, di bagi menjadi dua :
Pertama: meliputi pemahaman Kristen Protestan terhadap sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang merupakan suatu keputusan yang mutlak yang harus diterima oleh setiap agama-agama yang ada di Indonesia. Makna yang terkandung dari sila pertama bukanlah kepercayaan “Kepada Allah” tetapi lebih berarti kepercayaan kepada “Ide Ketuhanan” oleh karena itu kata yang dipakai bukan kata “Allah” tetapi lebih netral yaitu “Ketuhanan” kemudian ditambah Keesaan dan Kemahaan.
Dengan demikian sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan hanya sebagai alat pemersatu bangsa, tetapi juga merupakan manifestasi kepribadian bangsa bagi setiap orang yang mengaku dirinya orang yang beragma.
Kedua, meliputi partisipasi gereja dalam membangun bengsa Indonesia sebagai pengamalan Pancasila. Tugas penggilan gereja dalam membangun bangsa ini tidak hanya tertuju pada pembangunan nasional saja, akan tapi mengajak kepada semua warga Indonesia untuk bersama-sama dalam membangun dan mengatasi bangsa yang tercinta ini dari ketertindasan dan kemiskinan.
B. Saran-saran
1. Sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, maka setiap agama harus menerima Pancasila sebagai dasar negara, maka dari itu jangan sampai ada suatu golongan umat beragama yang ingin menggantikan dasar negara Pancasila dengan dasar yang lain. Oleh karena itu setiap agama yang ada di Indonesia harus mengakui Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.
2. Penulis menyarankan kepada setiap jurusan di Fakultas Ushuluddin bahwa sanya skripsi-skripsi yang lama yang terdapat di ruang dosen supaya di susun dengan rapi atau disimpan dalam almari khusus supaya tidak acak-acakan.
C. Kata Penutup
Sebagai kata Penutup skripsi ini, penulis panjatkan puji syukur sedalam-dalamnya kehadirat Allah atas segala curahan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tentang Hubungan Kristen Protestan dengan Pancasila di Indonesia ( Studi atas pemikiran T. B. Simatupang )
Hanya kepada Allah, penulis memohon hidayahNya mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat untuk orang lain dan juga untuk penulis sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Wiwin Siti (dkk.). Sejarah Teologi dan Etika Agama-Agama .Yogyakarta: Dian/Interpedi, 2003
Bakry,Hasbulah. Ilmu Perbandingan Agama . Jakarta : Widjaya, 1986
Basyir, Ahmad Azhar. Hubungan Agama dan Pancasila .Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, 1985
Daman, Rozikin. Pancasila Dasar Falsafah Negara . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995
Darmaputra, Eka. Pancasila Identitas dan Modernitas, Tinjauan Etis dan Budaya. Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1997
Darmodihardjo, Darji. Pancasila Suatu Orientasi Singkat. Malang: Lembaga Penerbit Universitas Brawijaya, 1979
———–.( dkk .). Santiaji Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional, 1991
Efendy,Bahtiar. Masyarakat Agama dan Pluralisme Keagamaan Perbincangan Mengenai Islam, Masyarakat Madani, dan Etos Kewirausahaan. Yogyakarta: Galang Press, 2001
Green, Clifford . Karl Barth, Teologi Kemerdekaan: kumpulan cuplikan Karya Karl Bath, ( terj ) Marie Claire Barth . Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1989
Hanggoro, Wisnu Tri (edit.). Bunga Rampai Pancasila .Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 1986
Hitti, Philip K. Dunia Arab; Sejarah Ringkas (terj) Usuludin Hutagalung dan Sihombing. Bandung: Sumur Bandung , 1970
Hoekema, A.G. Berfikir dalam Keseimbangan yang Dinamis Sejarah Lahirnya Teologi Protestan Nasional di Indonesia( 1860-) 1960) ( terj.). Ny. Susilaradeya. Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 1997
Ismail , Faisal. Ideologi Hegemoni dan Otoritas Agama, Wacana Ketegangan Kreatif Isalan dan Pancasila .Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999
Ismaun. Problematika Pancasila . Bandung: Cahaya Remaja, 1959
Kaelan. Filsafat Pancasila, Disusun Berdasarkan GBPD dan SAP. Yogyakarta: Paradigma, 1996
Kaelan. Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan, Membahas Proses Reformasi Paradigma Masyarakat Madani .Yogyakarta: Paradigma, 1999
Kansil ,C. S. T. Pancasila dan UUD 45 Dasar Falsafah Negara . Jakarta: Pradanya Pramita, 1978
Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat .Jakarta: PT. Gramedia. 1997
Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah . Yogyakarta: Yayasan Budi Budaya, 1995
……………..Identitas Politik Umat Islam. Bandung : Mizan,1997
Latuihamallo, P.D. Menyambut Usia ke 70 .T. B. Simatupang, dalam buku, 70 Tahun Dr. T.B.Simatupang , Saya Adalah Orang Yang Berhutang( Penyunting) Samuel Pardede. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990
Musfik, Ahmad. Skripsi. Gereja dan pembangunan ( Studi atas Pemikiran Tahi Bonar (T.B) Simatupang ). Yogyakarta : Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, 1996
Noer, Deliar. Islam Pancasila dan Asas Tunggal . Jakarta: Yayasan Perkhidmatan, 1983
Oesman ,Oetojo dan Alfian. Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: BP-7 Pusat, 1991
Octavianus, P. Mengapa Umat Kristen Menerima Pancasila Sebagai Azaz Tunggal Dalam Hidup Berbangsa, Bernegara, Bermasyarakat .Malang: Departeman Literatur Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia, 1985
Pardede, Samuel ( penyunting.). Saya adalah Orang yang Berhutang . Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990
Partonadi, Soetarman Soediman. Komunitas Sadrach dan Akar Kontekstualnya, Suatu Ekpresi Kekristenan Jawa Pada Abad ke XIX ( terj.) Widi Harijati Rahadi . Jakarta: Gunung Mulia,2001 dan Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen
Perjanjian Baru . Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1999
PGI. Lima Dokumen Keesaan Gereja Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (LDKG-PGI): Keputusan Sidang Raya XII PGI, Jayapura, 21-30 Oktober 1994 . Jakarta: Gunung Mulia, 2002
Sairin, Wainata. Visi Gereja Manusia Milinium Baru, Bunga Rampai Pemikiran.Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2002
Salim, Emil . Yang Penting “ Lagu” Bukan Penyanyi, dalam buku .70 Tahun Dr. T.B. Simatupang , Saya Adalah Orang Yang Berhutang ( Penyunting) Samuel Pardede . Jakarta : Pustaka Sinar Harapan , 1990
Sargent, Lyman Tower. Ideolog-Ideologi Politik Kontemporer, Sebuah Analisis Komperatif, Edisi keenam . Jakarta: Erlangga , 1987
Simatupang, T.B. Bersama-sama Meletakkan Landasan Moral, dan Spiritual, Bagi Pembangunan Nasional Sebagai Pengamalan Pancasila Menuju Tinggal Landas, dalam buku. Kontek Berteknologi di Indonesia : Buku Penghormatan untuk HUT ke 70 Prof. Dr. P. D. Latuihamallo ( Penyunting) Eka Darmaputra. Jakarta: Bpk. Gunung Mulia, 1997
———-.Laporan Dari Banaran : Kisah Pengalaman Seorang Prajurit Selama Perang Kemerdekaan . Jakarta: PT. Pembangunan, 1960
———- (editor.). Partisipasi Kristen Dalam Nationbuilding di Indonesia. (Jakarta: Bpk. Gunung Mulia, 1986
———–. Pelopor Dalam Perang Pelopor Dalam Damai (Jakarta: Sinar Harapan, 1981
———–. Iman Kristen dan Pancasila. Jakarta: Bpk. Gunung Mulia, 1984
———–. Kehadiran Kristen dalam Perang, Revolusi dan Pembangunan, Berjuang dalam Mengamalkan Pancasila dalam Terang Iman. Jakarta: Bpk. Gunung Mulia, 1985
———–. Dari Revolusi ke Pembangunan .Jakarta: Bpk. Gunung Mulia, 1987
————.Membuktikan Ketidakbenaran Suatu Mitos Menelusuri Makna Pengalaman Seseorang Prajurit Generasi Pembebas Bagi Masa Depan Masyarakat, Bangsa dan Negara .Jakarta : Sinar Harapan , 1991
———– (dkk.). Peranan Agama-Agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dalam Negara Pancasila yang Membangun. Jakarta: Bpk. Gunung Mulia, 1996
Steenbrink, Karel. A . Mencari Tuhan dengan Kacamata Barat, Kajian Kritis Mengenai Agama di Indonesia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988
Subagyo, Rahmat . Pancasila Dasar Negara Indonesia. Yogyakarta: Basis, 1955
Soekarno. Lahirnya Pencasila . Jakarta: Bp. Nasional, 1958
Surachmad,Winarno. Dasar dan Teknik Research : Pengantar Metodologi Ilmiah. Bandung: Tarsito,1970
Soewarno,P.J. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia, Penelitian Pancasila Dengan Pendekatan Historis, Filosofis, Sosiologis,Yuridis Kenegaraan .Yogyakarta: Kanisius, 1993
Tanja, Viktor I . Spiritualitas, Pluralitas, dan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: BPK.Gunung Mulia, 1996
Utomo, Bambang Ruseno. Hidup Bersama di Bumi Pancasila: Tinjauan Hubungan Islam dan Kristen di Indonesia . Malang: Pusat Studi Agama dan Kebudayaan, 1993
Vredenbergt, Jacob. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia,1996
Wahana, Paulus . Filsafat Pancasila .Yogyakarta: Kanisius, 1993
Wahid, Abdurrahman. Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Kaitannya Dengan Kehidupan Beragama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam buku. Pancasila Sebagai Ideologi, Dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara , disunting oleh Oetojo Oesman dan Alfian . Jakarta : B-7, 1991
Yamin, Muhammad. Pembahasan UUD Indonesia . Jakarta: Prapanca, 1959
CURRICULUM VITAE
Nama : Miswandi
Tempat Tanggal Lahir : Kampung Baru, 11 Desember 1979
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat Asal : Kampung Baru, Kec. Sapat, Kab. Tembilahan, Riau
Alamat di Yogyakarta : Jl. Nogorojo No.3 Klpk. VI. Gowok Yogyakarta
PENDIDIKAN
- SDN. 016 Kampung Baru (1987-1993)
- MTs. P. P. Indragiri Al-Islami, Tanjung Makmur (1993-1996)
- MA. P. P. Indragiri Al-Islami, Tanjung Makmur (1996-1999)
- Masuk IAIN Sunan Kalijaga Fakultas Ushuluddin, Yogyakarta (2000-sekarang)
NAMA ORANG TUA
Ayah : H. Miskun
Ibu : Hj. Siti Wartini
Agama : Islam
Alamat : Kampung Baru, kec. Sapat, Kab. Tambilahan, Riau.
Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul
Drs. Rahmat Fajri.
Dosen Fakultas Ushuluddin
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
NOTA DINAS
Kepada Yang Terhormat
Dekan Fakultas Ushuluddin
UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut di bawah ini:
Nama : MISWANDI
Nim : 00520012
Jurusan : PA
Judul Skripsi : HUBUNGAN KRISTEN PROTESTAN DENGAN PANCASILA DI INDONESIA ( Studi atas Pemikiran T. B. Simatupang )
Maka pembimbing / pembantu pembimbing kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak diajukan untuk dimunaqasahkan .
Demikian , mohon dimaklukmi adanya.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, ……..
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul Drs.Rahmat Fajri
NIP. 150169820 NIP. 150275041
MOTTO
“ Kalau Ingin Menguasai Negara Kuasailah Ilmu. Kalau Ingin Menguasai Dunia dan Akhirat Kuasailah Ilmu. ”
PERSEMBAHAN
Karya ini Kupersembahkan Kepada :
Almamaterku yang sangat dibanggakan
Bapak dan Ibu Tercinta
Adik-Adikku tersayang, Jumadi, Salman al-Farisy
Seseorang yang selalu dekat di Hati
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT., yang senantiasa melimpahkan taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat seiring salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad Saw, yang telah menuntun kita kejalan kemenangan dunia dan akhirat.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan masukan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun material, yang sudah sepantasnya penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mereka yang terhormat :
2. Drs. H. Moh. Fahmi, M.hum. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga.
3. Bapak Drs. H. Subagyo. M.Ag. Selaku Ketua Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga.
4. Bapak Drs. Rahmat Fajri. Selaku Sekretaris Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga
5. Bapak Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul. Selaku Pembimbing I, yang selalu banyak memberi masukan sehingga terwujudnya skripsi ini.
6. Bapak. Drs. Rahmat Fajri. Selaku Pembimbing II, yang selalu memberikan bimbingan dan memberi saran dan petunjuk dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak. Drs. H. Subagyo, M. Ag. Selaku Penasehat Akademik yang telah banyak memberikan dukungan dan saran demi menyelesaikan studi penulis.
8. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan kuliah kepada penulis.
9. Kepada orang tua penulis, atas pengorbanan dan jasanya yang tiada terhingga dan tak terbatas mudah-mudahan keduanya diberi umur panjang dan husnul khatimah di akhir hayat mereka. Serta kepada adik-adikku yang tersayang. Keluarga angkat di Imogiri (Pak Suprafto sekeluarga).
10. Kepada seseorang yang selalu setia mendampingi penulis baik dalam suka maupun duka, Yani tercinta.
11. Kepada konco-konco seperjuangan, jurusan PA, 2000, keluarga besar “HIMARISKA” (Himpunan Mahasiswa Riau Sunan Kalijaga), spesial buat teman-teman kost “WISMA SAWO” (Dedi, Didit, Petang, Arif, Dian, Nova, Koler, Emon, Ojay Bekers, Sony dan abang Tambunan).
Atas segala kebaikan mereka, penulis banyak berhutang budi, hanya do’a yang dapat mengiringi ketulusan mereka, sehingga pengorbanan yang tekah mereka berikan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT.
Yogyakarta, ……….
Penulis
Miswandi
Nim .00520012
DAFTAR SINGKATAN
T. B. = Tahi Bonar
HIS = Hollands Inlands School
MULO = Meer Uitgebried Lager Onderwijs
KMA = Koninlijke Militaire Academie
AMS = Algemene Middelbere School
KSAP = Kepala Staf Angkatan Perang
PTTS = Panglima Tentara dan Teritorium Sumatra
PBAP = Panglima Besar Angkata Perang
DGI = Dewan Gereja-Gereja Indonesia
PGI = Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia
VOC = Verenigde Oost Indische Compagnie
BPUPKI = Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
PPUUD = Panitia Perancang Undang-Undang Dasar
PKPUUD = Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar
PPKI = Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
PB = Perjanjian Baru
UUD = Undang-Undang Dasar
ABSTRAK
Negara Indonesia merupakan negara yang mayoritas rakyatnya beragama Islam, tapi ada juga yang beragama non Islam.Ketika bangsa Indonesia ingin membentuk dasar negara maka terjadilah suatu perdebatan yang hangat antara kalangan Islam dan non Islam , dari kalangan Islam menginginkan dasar negara harus berasaskan Islam seperti Piagam Jakarta , tapi dari kalangan non mulslim menolak bunyi sila pertama dari Piagam Jakarta yang berbunyi “ Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Untuk menghindari atau mengakhiri perdebatan tersebut, maka tokoh-tokoh agama dari kalangan Islam dan non Islam melakukan musyawarah untuk mengganti bunyi sila pertama dari Piagam Jakarta , maka kedua tokoh-tokoh agama tersebut menyepakati untuk mengubah nya dengan kalimat “ Ketuhanan Yang Maha Esa “. Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengesahkan Pancasila sebagai dasar negara, jadi setiap warga negara Indonesia harus mengakui Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia .
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menelusuri pemikiran T. B. Simatupang tentang hubungan Kristen Protestan dengan Pancasila di Indonesia, dan untuk menembah wawasan dan pengetahuan tentang sejauh mana pengaruh pemikiran T. B. Simatupang terhadap agama Kristen Protestan di Indonesia, sedangkan manfaat penelitian ini adalah untuk akademik sebagai sumbangan pemikiran di bidang ilmu perbandingan agama tentang pemahaman umat Kristen Protestan dalam menerima Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.
Metodologi Penelitian ini adalah pertama. Penelitian ini bersifat kepustakaan murni ( library research), kedua. Pengumpulan data, peneliti dalam mengumpulkan data menggunakan metode dokumentasi, ketiga. Analisis data , peneliti dalam menganalisis data menggunakan metode deskriptif, keempat. Metode Pendekatan, dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan sejarah atau historis, karena penelitian sejarah ini mengkaji pengalaman masa lalu yang menggambarkan secara kritis seluruh kebenaran kejadian atau fakta untuk membantu menyakinkan apa yang harus dikerjakan sekarang dan masa yang akan datang.
Hasil penelitian ini adalah menurut T.B.Simatupang Pancasila adalah sebuah ideologi yang dapat melindungi semua rakyat Indonesia, atau yang sering di sebut dengan Modus Vivendi . Karena Modus Vivendi itu merupakan sesuatu yang telah di tentukan melalui dialog, melalui kerja sama, dan bisa menghadapi segala tantangan dari seluruh rakyat Indonesia .
Kemudian Pancasila dapat diterima oleh seluruh rakyat Indonesia, karena sila-sila yang terdapat dalam Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran agama yang ada di Indonesia . Maka dari itu setiap agama yang ada di Indonesia dapat berpartisipasi dalam membangun bangsa ini, ketika gereja ikut berpartisipasi dalam membangun bangsa ini maka gereja mempunya beberapa sikap pertama. Sikap positif, kadua. Sikap kreatif, ketiga. Sikap kritis, keempat. Sikap realistis. Sikap-sikap tersebut sebagai partisipasi gereja dalam membangun bangsa ini sebagai pengamalan Pancasila.

0 Comment