Friday, April 20, 2012

Menurut Mahmud al-Tahhan, pada mulanya ilmu Takhrij al-Hadis tidak dibutuhkan oleh para ulama dan peneliti hadis, karena pengetahuan mereka tentang sumber hadis ketika itu sangat luas dan baik. Hubungan mereka dengan sumber hadis juga kuat sekali, sehingga apabila mereka hendak membuktikan ke-sahih-an sebuah hadis, mereka dapat menjelaskan sumber hadis tersebut dalam berbagai kitab hadis, yang metode dan cara-cara penulisan kitab-kitab hadis tersebut mereka ketahui.[1]
Namun ketika para Ulama mulai merasa kesulitan untuk mengetahui sumber dari suatu hadis, yaitu setelah berjalan beberapa periode tertentu, dan  setelah berkembangnya karya-karya Ulama dalam bidang Fiqh, Tafsir dan Sejarah, yang memuat hadis-hadis Nabi Saw yang kadang-kadang tidak menyebutkan sumbernya, maka Ulama Hadis terdorong untuk melakukan Takhrij terhadap karya-karya tersebut.
Mereka menjelaskan dan menunjukkan sumber asli dari hadis-hadis yang ada, menjelaskan metodenya dan menetapkan kualitas hadis sesuai dengan statusnya, apakah sahih atau daif. Lalu muncullah apa yang dinamakan dengan Kutub at-Takhrij (Buku-buku Takhrij).[2] 
Kitab-kitab induk Hadis yang ada mempunyai susunan tertentu, dan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Yang hal ini memerlukan cara tertentu secara ilmiah agar penelitian dan pencarian hadisnya dapat dilakukan dengan mudah. Cara praktis dan ilmiah inilah yang merupakan kajian pokok ilmu Takhrij


[1] Mahmud al-Tahhan, Usul al-Takhrij wa Dirasah al Asanid,
[2] Agus Solahudin dan Agus suyadi, Ulumul Hadis

http://Takhrij_Hadits.html

0 Comment