Sunday, December 18, 2022

 


HAKEKAT MEDIA/ ALAT DAKWAH 

      A.      Pendahuluan

Esensi filosofi dakwah adalah usaha perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan ini erat kaitannya dengan perbaikan (ishlah), pembaharuan (tajdid), dan pembangunan, perbaikan pemahaman, cara berpikir, sikap dan tindakan. Dari pemahaman sempit dan kaku berubah menjadi positif dan berwawasan luas. Dari sikap menolak  (kafir), ragu (munafik), menjadi sikap menerima (iman).

Dari sikap iman, emosional, statis dan apatis, menjadi iman yang rasional, kreatif dan inovatif. Dari aktivitas yang tidak bermanfaat menjadi aktifitas yang efektif, bermakna dan bernilai ibadah dan bermanfaat, baik untuk pribadi maupun secara kolektif.

Seluruh upaya tersebut akan dapat dicapai apabila dakwah dikemas dengan baik dan memperhatikan pengembangan kualitas masing-masing unsur dakwah.   Pengembangan kegiatan dakwah  harus berbentuk antisipatif, kreatif, dinamis dan relevan serta menyentuh kebutuhan mendasar hidup manusia. Ini penting karena kondisi almad’u akan selalu berubah dan berkembang sesuai dengan tantangan dan kebutuhan yang dihadapinya.

Kenyataan sosial budaya akan selalu berubah dan berkembang maka komponen-komponen dakwah yang erat kaitannya dengan usaha perubahan, perbaikan dan pembangunan perlu penyesuaian untuk mempertimbangkan, mengakomudir dan mengarahkan perubahan ke  arah yang lebih baik dan positif.[1]

Perlu pula disadari, meskipun teks atau nash al-Qur’an sebagai rujukan dakwah sudah final dan tidak akan turun lagi namun kenyataannya, sosial budaya terus berubah dan berkembang dan tidak akan final. Untuk itu, tantangan bagi da’I (juru dakwah) semakin hari semakin kompleks maka diperlukan ide kreatif  dan inovatif melalui ijtihad dalam rangka menjawab tantangan masa depan.

Salah satu komponen dakwah yang perlu dikembangkan dan diketahui terlebih dahulu adalah bagaimana sebenarnya esensi dari filosofi media dakwah. Atas dasar itu maka makalah ini mencoba menguraikan seputar filsafat dakwah khususnya madia/alat yang mencakup lisan, tulisan, audio visual dan bi al hal.

 

B.      Pembahasan

  1. Pengertian

Meminjam pendapat Hamzah Ya’cub, media dakwah merupakan “alat obyektif yang menjadi saluran yang menghubungkan ide dengan umat, suatu elemen yang vital dan merupakan urat nadi dalam totalitet dakwah.”[2]

Dengan demikian hakekat media dakwah adalah sarana mempercepat ide- ide dakwah agar dapat diproses dan dipahami oleh al-mad’u. Oleh sebab itu, media merupakan unsur  dakwah yang perlu mendapat perhatian dari penyelenggara dakwah. Kepiawaian juru dakwah dalam memilih media yang tepat akan mendukung proses dakwah terlaksana dengan baik.

Secara kontekstual dalam al-Qur’an tidak ditemukan ayat yang membicarakan masalah media dakwah. Meskipun demikian, media dakwah tetap menjadi salah satu komponen penting untuk mencapai  tujuan dakwah, sebab tanpa media dakwah tidak dapat dioperasionalkan.

  1. Bentuk-bentuk  Media Dakwah

Mengutip kembali pendapat Hamzah Ya’cub bahwa media dakwah dikelompokkan menjadi lima macam yaitu, lisan, tulisan, audio visual dan akhlak.[3]Dari kelima bentuk media ini akan dijelaskan sebagai berikut :

a.       Lisan

Secara historis bahwa dakwah pada awal mulanya disampaikan dengan menggunakan media lisan secara langsung, baik para nabi maupun sahabat. bahkan menurut Abdul Karim Zaidan sebagaimana dikutip oleh Salmadanis menyatakan bahwa “media lisan atau bahasa adalah media pokok dalam penyampaian dakwah Islam kepada orang lain”.[4]Di antara media lisan ini adalah  khutbah, nasehat, pidato, ceramah, diskusi dan musyawarah.

Beberapa ayat yang mengisyaratkan bahwa para nabi menggunakan lisan dalam berdakwah antara lain :

QS. Al-A’raf ayat 158

ö@è% $ygƒr'¯»tƒ ÚZ$¨Z9$# ÎoTÎ) ãAqßu «!$# öNà6ös9Î) $·èŠÏHsd Ï%©!$# ¼çms9 ہù=ãB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ¾ÇósムàMÏJãƒur ( (#qãYÏB$t«sù «!$$Î/ Ï&Î!qßuur ÄcÓÉ<¨Y9$# ÇcÍhGW{$# Ï%©!$# ÚÆÏB÷sム«!$$Î/ ¾ÏmÏG»yJÎ=Ÿ2ur çnqãèÎ7¨?$#ur öNà6¯=yès9 šcrßtGôgs? ÇÊÎÑÈ  

 

"Hai manusia Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, Yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk".(Q.S. al A’raf: 158)

Di dalam surat Nuh ayat 5-10 : Allah berfirman:

tA$s% Éb>u ÎoTÎ) ßNöqtãyŠ ÍGöqs% Wxøs9 #Y$ygtRur ÇÎÈ   öNn=sù óOèd÷ŠÌtƒ üÏä!%tæߊ žwÎ) #Y#tÏù ÇÏÈ   ÎoTÎ)ur $yJ¯=à2 öNßgè?öqtãyŠ tÏÿøótGÏ9 óOßgs9 (#þqè=yèy_ ÷LàiyèÎ6»|¹r& þÎû öNÍkÍX#sŒ#uä (#öqt±øótGó$#ur öNåku5$uŠÏO (#rŽ|Àr&ur (#rçŽy9õ3tFó$#ur #Y$t6õ3ÏGó$# ÇÐÈ   ¢OèO ÎoTÎ) öNåkèEöqtãyŠ #Y$ygÅ_ ÇÑÈ   §NèO þÎoTÎ) àMZn=ôãr& öNçlm; ßNöuŽó r&ur öNçlm; #Y#uŽó Î) ÇÒÈ   àMù=à)sù (#rãÏÿøótFó$# öNä3­/u ¼çm¯RÎ) šc%x. #Y$¤ÿxî ÇÊÉÈ  

 “Nuh berkata: "Ya Tuhanku Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). dan Sesungguhnya Setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian Sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan kemudian Sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun”. (Q.S. Nuh: 5-10)

Mencermati kedua surat yang dikutip di atas maka jelaslah bahwa media lisan merupakan media pokok yang digunakan para nabi dan rasul untuk menyampaikan risalah Ilahiyah  kepada umat manusia.

Agar ide dakwah yang disampaikan kepada al-mad’u mudah dipahami dan dihayati maka perlu menggunakan bahasa yang lugas, tegas, jelas  dan lemah lembut dan tidak menggunakan istilah yang menimbulkan penafsiran yang salah dari al-mad’u.

b.      Media Tulisan/ Lukisan

Media tulisan maksudnya adalah dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada al-mad’u menggunakan tulisan atau lukisan hasil karya seni seperti melalui buku-buku, majalah, surat kabar, bulletin dan lain sebagainya. 

Dalam perjalanan dakwah Rasulullah SAW telah mencontohkan menggunakan media tulisan. Hal ini diketahui Rasulullah memerintahkan sahabat menulis surat yang ditujukan kepada raja-raja yang bukan beragama Islam saat itu, misalnya surat Rasulullah kepada Kisra di Persia, Hercules di Bizantiun, Mauqaqis di Mesir dan Negus di Ethofia.[5]

Pemanfaatan media dakwah dengan menggunakan tulisan diperkuat oleh Firman Allah dalam surat  al ‘Alaq 1-5:

ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ  

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam . Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (al ‘Alaq 1 – 5)

Proses  dakwah akan efektif dengan menggunakan media tulisan ini maka pesan-pesan yang ditulis juga harus menggunakan bahasa yang jelas dan lugas serta mudah dipahami serta tidak menggunakan istilah-istilah yang sulit dipahami oleh al-mad’u sehingga tidak menimbulkan salah tafsir.

c.        Media Audio Visual

Menggunakan pesan-pesan dakwah melalui audio visual artinya suatu cara penyampaian ide kepada al-mad’u mempergunakan alat-alat elektronik yang dapat merangsang penglihatan maupun pendengaran.

Mengingat perkembangan teknologi informasi  saat ini semakin pesat maka merupakan satu keuntungan bagi umat Islam untuk dimanfaatkan sebagai sarana dakwah Islamiyah.

d.      Akhlak

Akkhlak atau prilaku yang baik yang tercermin dalam pribadi juru dakwah merupakan media dakwah untuk mencegah dari kemungkaran dan dapat mendorong orang untuk mencontoh apa yang divisualisasikan oleh juru dakwah itu. 

Rasulullah SAW telah mencontohkan kepada para sahabat tentang sikap dan akhlak al karimah dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga kekuatan dakwah Rasulullah tidak saja karena bahasanya yang indah tetapi juga karena prilakunya sesuai apa yang beliau ucapkan, bahkan tidak saja pribadinya tetapi juga keluarganya menjadi uswah dan qudwah bagi umat ketika itu.

Dalam al-Qur’an dimensi akhlak ini sunggung banyak dibicarakan, mulai dari akhlak kepada diri sendiri, kepada sesama manusia, alam lingkungan sampai kepada akhlak manusia kepada Sang Khalik.

Mengingat pentingnya akhlak al karimah khusus bagi juru dakwah maka Allah mencela orang yang mengatakan tetapi tidak mengerjakannya sesuai firman-Nya dalam surat al Shaf ayat 2 – 3 :

  $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä zNÏ9 šcqä9qà)s? $tB Ÿw tbqè=yèøÿs? ÇËÈ   uŽã9Ÿ2 $ºFø)tB yYÏã «!$# br& (#qä9qà)s? $tB Ÿw šcqè=yèøÿs? ÇÌÈ  

 “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (Q.S. al shaf: 2-3)

Dari beberapa penjelasan yang dikemukakan di atas maka secara filosofi media dakwah menjadi sarana untuk mempercepat ide-ide dakwah kepada al-mad’u. Media tersebut include dengan juru dakwah (al-da’i) dan komponen lainnya.

C.      Kesimpulan

Secara kontekstual dalam al-Qur’an tidak ditemukan ayat yang membicarakan masalah media dakwah. Meskipun demikian, media dakwah tetap menjadi salah satu komponen penting untuk mencapai  tujuan dakwah.

Secara filosofi, media dakwah include dengan pribadi juru dakwah dan komponen lainnya. Apabila salah satu tidak mendukung maka proses dakwah tidak akan terlaksana dengan baik dan pada akhirnya materi dakwah yang disampaikan tidak memberikan dampak kepada al-mad’u.

Hakekat media dakwah adalah sarana mempercepat ide- ide dakwah dapat diproses dan dipahami oleh al-mad’u. Oleh sebab itu, media merupakan unsur  dakwah yang perlu mendapat perhatian dari penyelenggara dakwah. Kepiawaian juru dakwah dalam memilih media yang tepat akan mendukung proses dakwah terlaksana dengan baik.


Daftar Pustaka

 

Asep Muhidin, Dakwah dalam Persfektif al-Qur’an, Bandung: Pustaka, 2002

Hamzah Ya’cub, Publistik Islam Teknik dan Leadership, Diponegoro, Bandung: 1986

Salmadanis, Filsafat Dakwah, Jakarta: Surau, 2003

 



[1] Asep Muhidin, Dakwah dalam Persfektif al-Qur’an, (Bandung: Pustaka, 2002), h. 194

 

[2] Hamzah Ya’cub, Publistik Islam Teknik dan Leadership, (Diponegoro, Bandung: 1986), h. 47

 

[3] Ibid., h. 93

 

[4] Salmadanis, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Surau, 2003), Cet. ke-2, h. 185

[5] Ibid., h. 187

0 Comment