Tuesday, November 13, 2012

Oleh: Zilfaroni

A.    Pendahuluan
Al-Qur'an telah menjadikan rahasia kebaikan yang menjadikan umat Islam istimewa adalah karena ia mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan beriman kepada Allah. Didalam al-Qur’an ada banyak lafadz mungkar, yang memiliki makna dan pengertian yang berbeda, sesuai dengan konteks dan asbabun nuzul ayat tersbut.
Kata munkar disebut Al Qur’an tidak kurang dari 18 kali, beberapa diantaranya; Ali Imran/3:104, Al Maidah/5:79 dan Al A’raf/7:157. Munkar merupakan lawan dari kata ma’ruf. Jika ma’ruf merupakan sesuatu yang dikenal kebaikannya, munkar merupakan sesuatu yang dikenal kejelekannya.

Munkar tidak hanya berupa perbuatan atau tindakan, tetapi bisa juga berupa perkataan. Setiap perkataan yang menjauhkan diri dari Allah swt adalah perkataan munkar. Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun (Al Mujadalah/58:2)
Terkadang kemungkaran merajalela di masyarakat, orang-orang sudah terbiasa dan akrab, dan tidak ada lagi yang berbicara, sehingga ia meracuni perasaan mereka, dan mereka tidak lagi merasa bahwa ia merusak agama, akhlak dan adap yang mulia, mereka tidak lagi bisa membedakan antara yang ma'ruf dan yang mungkar, antara yang baik dan buruk, halal dan haram, ketika itu pemahaman masyarakat berubah, dan ukuran kebenaran sudah tidak jelas, sehingga kejujuran, amanat, beragama dipandang sebagai keterbelakangan dan kebodohan, sementara dusta, khianat, dan jauh dari agama dipandang sebagai kemajuan, yang baik mereka katakan mungkar dan yang mungkar dikatakan baik.
Ini diperburuk lagi ketika di masyarakat banyak orang-orang munafik, yang mempengaruhi penguasa yang zalim, mereka berkumpul di sekitar penguasa, membisiki penguasa untuk melakukan kebatilan dan menyembunyikan kebenaran, suara-suara mereka mengajak kepada kebatilan, mencegah kebaikan, menciptakan sifat masyarakat munafik yang akan ditempatkan oleh di dasar neraka paling bawah.
Dalam makalah ini penulis mencoba mengumpulkan dan membahas makna yang terkandung dalam alqur’an terkait dengan ayat ayat berlafadz mungkar,agar mampu memberikan sumbangan khazanah kita dalam memahami makna mungkar yang terdapat dalam al Qur’an.
B.    Makna Mungkar
1.    Pengertian mungkar
Kata  munkar berasal dari kata انكر ينكر منكر , yang berarti perkara perkara yang keji yang tidak diridhai Allah(lawan ma’ruf) .
Al-Munkar “ dalam tafsir DEPAG-RI diartikan sama, yaitu perbuatan mungkar .
Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas menyebutkan pula bahwa menurut bahasa Arab pengertian al-munkar berkisar segala hal yang dianggap jelek oleh manusia,mereka mengingkari serta menolaknya.
             Sedangkan menurut syari'at, al-munkar adalah segala hal yang diingkari, dilarang, dan dicela oleh syari'at serta dicela pula orang melakukannya. Masuk juga dalam definisi munkar yaitu segala bentuk kemaksiatan dan bid'ah, dan yang pertama masuk dalam pengertian ini adalah syirik (menyekutukan Allah serta mengingkari keesaan, rububiyah, nama-nama,dan sifat-sifat Allah Ta'ala.
Dengan kata lain al-munkar adalah segala apa yang dilarang oleh syari'at atau menyalahi syari'at berupa hal-hal yang merusak dunia dan akhirat, akal, dan fitrah yang selamat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullaah mengatakan, al-munkar adalah satu nama yang mencakup segala apa yang Allah larang.
Abdullah Ar-Rojihi dalam kitabnya Al Qoulul bayyin Al Adhhar fiddakwah menyebutkan bahwa Munkar adalah setiap amalan / tindakan yang dilarang oleh syariat Islam, tercela di dalamnya yang mencakup seluruh kemaksiatan dan bid’ah, yang semua itu diawali oleh adanya kemusyrikan. Ada lagi yang mengatakan bahwa Munkar adalah kumpulan kejelekan, apa yang diketahui jelek oleh syariat dan akal, kemusyrikan, menyembah patung dan memutus hubungan silaturrahmi .
Ukuran menentukan sesuatu itu sebagai al-maruf atau al-munkar menurut Imam asy-Syakani rahimahullaah seperti yang dikutip oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas adalah : dalil yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dikatakan ma'ruf atau munkar adalah al-Qur'an dan as-Sunnah. Yang menjadi tolok ukurnya bukanlah perasaan, fikiran manusia, adat atau tradisi dari masyarakat kita.sedangkan lawa kata mungkar adalah ma’ruf, dimana menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullaah mengatakan ma'-ruf adalah satu nama yang mencakup bagi segala apa yang dicintai oleh Allah, berupa iman dan amal shalih
Bila penyebutan al-amru bil ma'ruf dimutlakkan tanpa disertai penyebutan an-nahyu 'anil munkar, maka an-nahyu 'anil munkar masuk didalamnya. Karena meniunggalkan berbagai larangan termasuk perbuatan baik, dan melakukan kebaikan tidak akan sempurna, kecuali dengan meninggalkan kejelekan. Maka menyuruh kepada kebaikan mengandung larangan terhadap kemunkaran.
Demikian pula halnya bila menyebutkan an-nahyu 'anil munkar tanpa menyebut al-amru bil-munkar maka sudah termasuk didalamnya pengertian al-amru bil munkar . Maka, pemberlakuan larangan terhadap kejahatan didalamnya mengandung pula perintah kepada kebaikan.
C.    Ayat Ayat Alqur’an Tentang Mungkar
1.    Al qur’an surat al imran ayat 104
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُون 
Artiinya : Hendaklah ada sekelompok umat diantara kamu yang menyeru  kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (al imran 104).
Adapun imam suyuti dalam tafsirnya Dur al Mantsur Fiy Tafsir Bi al matsur memberikan penjelasan tentang makna mungkar berikut ini : 
Imam suyuthi menjelaskan bahwa mungkar pada ayat diatas dengan kekufuran kepada allah. Adapun imam al baghawi dalam tafsirnya menjelaskan sebagai berikut: 

Mungkar dalam ayat ini beliau jelaskan dengan kemaksiatan kepada Allah
Dalam Al-Qur'an dijumpai lafadz "amar ma'ruf nahi munkar" pada beberapa tempat. Sebagai contoh dalam QS. Ali Imran: 104: "Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung". Hasbi Ash Siddieqy menafsirkan ayat ini: "Hendaklah ada di antara kamu suatu golongan yang menyelesaikan urusan dawah, menyuruh ma'ruf (segala yang dipandang baik oleh syara` dan akal) dan mencegah yang munkar (segala yang dipandang tidak baik oleh syara` dan akal) mereka itulah orang yang beruntung."
Dalam ayat lain disebutkan "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi umat manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah" (QS. Ali Imran: 110). Lafadz amar ma'ruf dan nahi munkar tersebut juga bisa ditemukan dalam QS. At Taubah: 71, Al Hajj: 41, Al-A'raf: 165, Al Maidah: 78-79 serta masih banyak lagi dalam surat yang lain.
Bila dicermati, ayat-ayat di atas menyiratkan bahwa amar ma'ruf nahi munkar merupakan perkara yang benar-benar urgen dan harus diimplementasikan dalam realitas kehidupan masyarakat. Secara global ayat-ayat tersebut menganjurkan terbentuknya suatu kelompok atau segolongan umat yang intens mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kejelekan. Kelompok tersebut bisa berupa sebuah organisasi, badan hukum, partai ataupun hanya sekedar kumpulan individu-individu yang sevisi. Anjuran tersebut juga dikuatkan dengan hadits Rasulullah: "Jika kamu melihat umatku takut berkata kepada orang dzhalim, 'Hai dzhalim!', maka ucapkan selamat tinggal untuknya.".
        2.Surat al Luqman ayat 19
        Dengan menggunakan kata   أَنْكَرَ
         وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
Artinya: sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai”
Imam Ibnu Katsir menukil perkataan Mujahid dan para ulama tentang tafsir ayat ini yaitu: “sesungguhnya seburuk buruk suara adalah suara keledai, yaitu berlebihan dalam mengangkat suaranya disamakan dengan keledai dalam tinggi dan keras suaranya dan disamping itu suara tersebut adalah suara yang dimurkai Allah SWT. Penyerupaan suara ini dengan suara keledai menjadi konsekuensi logis keharaman dan ketercelaanya yang sangat keras.

    Surat  Yusuf  ayat 58 dengan menggunakan lafadz مُنْكِرُون yang berarti tidak kenal
وَجَاءَ إِخْوَةُ يُوسُفَ فَدَخَلُوا عَلَيْهِ فَعَرَفَهُمْ وَهُمْ لَهُ مُنْكِرُون
Artinya: dan saudara-saudara yusuf dating  kemesir lalu mereka ke tempatnya. Maka yusuf mengenal mereka, sedang mereka tidak mengenalnya. .dan pada surat al anbiya ayat 50 juga mengguanakan lafad مُنْكِرُون yang artinya mengingkari   
وَهَذَا ذِكْرٌ مُبَارَكٌ أَنْزَلْنَاهُ أَفَأَنْتُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ 
Artinya: dan al Qur’an ini adalah kitab yang mempunyai berkah yang kami turunkan. Maka mengapa kamu mengingkarinya.
Dan dalam surat annahl ayat 22 menggunakan lafadz مُنْكِرَةٌyang bermakna mengingkari
 إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ قُلُوبُهُمْ مُنْكِرَةٌ وَهُمْ مُسْتَكْبِرُونَ
Artinya:Ilah kamu adalah Ilah yang maha esa . maka orang-orang yang  tidak beriman kepada hari akhirat , hati mereka mengingkari  keesaan Allah, sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong.

Beberapa contoh kisah yang menceritakan perbuatan mungkar  dalam al qur’an
1.    Homoseks atau lesbian
Salah satu  masalah yang dihadapi nabi Luth adalah merajalelanya homoseks (lesbian) di masyarakatnya. Sehingga beliau berkata kepada kaumnya:         أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ وَتَقْطَعُونَ السَّبِيلَ وَتَأْتُونَ فِي نَادِيكُمُ الْمُنْكَرَ فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَنْ قَالُوا ائْتِنَا بِعَذَابِ اللَّهِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
 ”Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki,menyamun, dan mengerjakan kemunkaran ditempat-tempat pertemuan itu?”(Al-Ankabut/29)
2.Membunuh
Allah berfirmandalam surat al kahfi ayat 74:
فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا  
 artinya: maka berjalanlah keduanya; hingga keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka khidir membunuhnya. Musa berkata: Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan perbuatan yang       
Sebelum Musa as. mengikuti Khidr, sudah diberi syarat oleh Khidr agar Musa tidak mempertanyakan apa yang dilakukan Khidr sebelum diberi penjelasan. Ketika Khidr membocorkan perahu,Musa tidak sabar dan mempertanyakan alasan pembocoran itu kepada Khidr. Begitu juga ketika Khidr membunuh seorang pemuda, Musa berkata,”Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan perbuatan yang munkar(nukra)”(Al-Kahfi/18:74)
Kemunkaran ditandai dengan adanya sikap ”melewati batas”, sebagaimana pernah dilakukan orang-orang Yahudi dan Nasrani (Al ankabut/29:45). Kemunkaran itu merugikan orang lain dan diri sendiri. Hati nurani manusia bisa merasakan keberadaan sesuatu yang munkar. Pelaku kemunkaran tidak akan merasakan ketentraman dan ketenangan, karena itu bertentangan dengan nurani dan fitrah manusia. Maka, ”tanyakanlah pada hati nurani ”
Allah memberi resep agar manusia tercegah dari kemunkaran,”Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”(Al ankabut/29:45). Hanya saja saat ini banyak dijumpai orang yang melakukan gerakan shalat tapi sekaligus pelaku kemunkaran. Hal ini sebuah isyarat bahwa mutu shalatnya belum sesuai standar yang diinginkan Allah swt. Strategi dalam menyikapi kemunkaran yang diberikan oleh Rasulullah saw adalah: ”Barangsiapa diantara kalian melihat kemunkaran,ubahlah dengan tanganmu; jika tidak mampu, ubahlah dengan lisanmu; dan jika tidak mampu, ubahlah dengan hatimu; yang sedemikian itu adalah selemah-lemahnya iman.”
Kemunkaran yang dilakukan oleh pribadi-pribadi, bisa dihentikan dengan kekuatan individual. Tetapi kemunkaran yang tersistimatisasi, hanya efektif dihentikan oleh kebijakan-kebijakan politis(kekuasaan). Anda bisa menghentikan beberapa orang yang minum minuman keras, tetapi nyaris suatu kemustahilan menghentikan produksi minuman keras jika tidak ada kebijakan politis yang berupa pelarangan produksi dan pengedaran minuman keras di Masyarakat.
Mencegah kemunkaran merupakan kewajiban setiap muslim. Untuk melaksanakan pencegahan kemunkaran -baik yang individual maupun yang tersisitimatisasi- membutuhkan ”kekuatan”. Mengubah kemunkaran dengan hati – doa atau ”mbatin”- adalah selemah-lemah iman. Sedangkan memberi restu dan menyetujui terlaksananya kemunkaran, silakan pertanyakan adakah keimanan dihati orang yang menyetujuinya
    Dari ayat ayat yang menceritakan kemungkaran maka penulis lebih menyorot makna mungkar yang terkait dengan amal ma’ruf, dimana kedua kata ini sangat urgen untuk dikaji sebagai muslim yang baik, agar senantiasa melakukan amal ma’ruf dan nahi mungkar.dimana yang menjadi sebabkerusakan, kemurkaan allah,dan azab adalah banyaknya kemungkaran dipermukaan bumi ini.Dalam masyarakat muslim amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan hak dan juga kewajiban bagi mereka, ia merupakan salah satu prinsip politik dan sosial, al-Qur'an dan hadits nabi telah menjelaskan hal itu dan memerintah orang untuk memberikan nasihat atau kritik bagi pemangku kekuasaan dalam masyarakat, dan minta penjelasan hal-hal yang menjadi kemaslahatan rakyat, atau mengingkari hal-hal yang tidak menjadi maslahat bagi rakyat.
    Tolok ukur kebaikan dan kemungkaran adalah syari'at dalam satu sisi, dan kemaslahatan rakyat dari sisi lain. Ini merupakan persoalan yang luas dari tuntutan rakyat pada penguasa, khususnya dalam mencegah kezaliman, tidak menerimanya atau bersabar atasnya. Al-Qur'an telah menganggap terjadinya kezaliman dari penguasa, dan diamnya rakyat atas kezaliman tersebut merupakan suatu dosa besar dari kedua belah pihak, yang bisa mengakibatkan turunnya siksa di dunia, dan juga di akhirat kelak.
Allah  berfirman: Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. (QS. Ibrahim: 42)
Dan berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri[342], (kepada mereka) malaikat bertanya : "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS. an Nisaa': 97)
Rasulullah  memperingatkan orang-orang hina dan lemah yang bersikap diam atas kezaliman dan tidak mencegah orang yang zalim dengan siksa Allah yang akan mengenai mereka semua, tidak ada di antara mereka yang luput:
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمْ اللَّهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ
«Sesungguhnya apabila manusia melihat orang zalim dan mereka tidak mencgahnya dari kezaliman, maka Allah akan menimpakan siksa atas mereka semua» (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Nasa'i)

D.    Penutup
        Dari paparan diatas dapat kita simpulkan bahwa : menurut syari'at, al-munkar adalah segala hal yang diingkari, dilarang, dan dicela oleh syari'at serta dicela pula orang melakukannya. Masuk juga dalam definisi munkar yaitu segala bentuk kemaksiatan dan bid'ah, dan yang pertama masuk dalam pengertian ini adalah syirik (menyekutukan Allah serta mengingkari keesaan, rububiyah, nama-nama,dan sifat-sifat Allah Ta'ala. Terjadi sedikit perbedaan para ulama dalam mendefinisikan makna mungkar namun pada hakikatnya banyak memiliki kesamaan. Terkadang kemungkaran merajalela di masyarakat, orang-orang sudah terbiasa dan akrab, dan tidak ada lagi yang berbicara, sehingga ia meracuni perasaan mereka, dan mereka tidak lagi merasa bahwa ia merusak agama, akhlak dan adap yang mulia, mereka tidak lagi bisa membedakan antara yang ma'ruf dan yang mungkar, antara yang baik dan buruk, halal dan haram, ketika itu pemahaman masyarakat berubah, dan ukuran kebenaran sudah tidak jelas, sehingga kejujuran, amanat, beragama dipandang sebagai keterbelakangan dan kebodohan, sementara dusta, khianat, dan jauh dari agama dipandang sebagai kemajuan, yang baik mereka katakan mungkar dan yang mungkar dikatakan baik
Ukuran menentukan sesuatu itu sebagai al-maruf atau al-munkar menurut Imam asy-Syakani rahimahullaah seperti yang dikutip oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas adalah : dalil yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dikatakan ma'ruf atau munkar adalah al-Qur'an dan as-Sunnah. Yang menjadi tolok ukurnya bukanlah perasaan, fikiran manusia, adat atau tradisi dari masyarakat kita

0 Comment