Tuesday, November 13, 2012

Oleh: Zilfaroni
Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan sumber hukum yang pertama dalam Islam sehingga mendapat perhatian yang sangat besar dari berbagai kalangan. Sudah banyak karya yang muncul terinspirasi dari al-Qur’an. Salah satu karya tersebut adalah kitab  Majma’ al-Bayân li ‘Ulûm al-Qur’ân yang dikarang oleh al-Fadhl ibn al-Hasan ibn al-Fadhl al-Thabrasiy.

Semenjak masa mudanya, beliau sudah punya obsesi dan cita-cita untuk mengarang sebuah kitab tentang tafsir al-Qur’an. Obsesinya ini terwujud pada tahun 534 H ketika beliau berusia 66 tahun. Al-Thabrasiy adalah seorang ulama yang bermazhabkan syiah yang punya banyak talenta. Itu terlihat dari manhaj beliau dalam menafsirkan al-Qur’an. Beliau membahas masalah jumlah ayat, perbedaan pendapat seputarnya, keutamaan surat, perbedaan bacaan serta alasannya, i’rab, kajian kebahasaan, asbab al-nuzul, makna ayat, dan korelasinya. Bahkan seperti yang dikatakan oleh Muhammad ibn Husein al-Dzahabiy, beliau memaparkan permasalahan dalam berbagai aspek dengan baik.
Maka untuk lebih jelasnya siapa sesungguhnya al-Thabrasiy dan bagaimana manhaj-nya dalam menyusun kitab tafsirnya ini peneliti paparkan dalam pembahasan berikut ini.



Bab. II
Al-Thabrasiy dan Kitab Majma’ al-Bayân li ‘Ulûm al-Qur’ân
A.    Biografi al-Thabrasiy
Beliau bernama lengkap al-Fadhl ibn al-Hasan ibn al-Fadhl al-Thabrasiy al-Masyhadiy  . Biasa dipanggil Abu Aliy.  Berasal dari Thabaristan. Berafiliasi kepada Syiah Imamiyah Itsna Asyariyyah.  Tinggal di Khurasan dan dikuburkan di al-Masyhad al-Ridhawiy. Lahir pada tahun 468 H dan meninggal pada tahun 548 H pada malam hari Raya Kurban.   Menurut al-Khalidiy, beliau meninggal pada tahun 538 H.  
Beliau berasal dari keluarga ulama dan cendikia. Anaknya Radhiuddin Abu Nashr Hasan ibn al-Fadhl adalah seorang ulama. Cucunya yang bernama Abu al-Fadhl Ali ibn al-Hasan juga merupakan seorang ulama. Beliau sendiri adalah seorang ulama besar, ahli tafsir, pakar hadis dan fikih.
Beliau pernah berguru kepada Abu Aliy ibn al-Syaikh al-Thusiy, Abu al-Wafa Abdul Jabbar ibn Ali al-Muqriy, al-Hasan ibn al-Husein ibn al-Hasan ibn Babawaih al-Qummiy, dan lain-lain dalam bidang hadis. Sedangkan murid-muridnya yang pernah menimba ilmu kepada beliau dalam bidang hadis adalah anak-anaknya sendiri, Ibn Syahrasyub, Syaikh Muntakhab al-din, al-Quthb al-Rawandiy, dan lain-lain. 
Beliau merupakan seorang ulama yang produktif. Hal itu dibuktikan dengan karyanya sebagai berikut : Majma’ al-Bayân fiy Tafsîr  al-Qur’ân, al-Wasîth fiy al-Tafsîr (4 jilid), al-Wajîz ( satu jilid), I’lâm al-Wara bi A’lâm al-Huda ( 2 jilid), Tâj al-Mawalîd, al-Âdâb al-Diniyyah dan al-Khazânah al-Mu’iniyyah.
B.    Sekilas Tentang Kitab Majma’ al-Bayân li ‘Ulûm al-Qur’ân
Kitab ini merupakan kitab tafsir yang paling populer di kalangan syiah dan menjadi acuan utama mereka terutama Syiah Itsna ‘Asyariyyah. Dalam menyusun kitab ini, al-Thabrasiy banyak mengadopsi dari kitab al-Tibyân fi Tafsîr al-Qur’ân karangan Abu Ja’far Muhammmad ibn al-Hasan ibn Ali al-Thusiy yang wafat pada tahun 460 H. Kitab ini merupakan kitab induk dalam bidang tafsir di kalangan Syiah Imamiyah. Al-Thabrasiy menuntaskan karyanya ini pada tahun 534 H sekitar empat tahun sebelum wafatnya.
Latar belakang disusunnya kitab ini adalah berdasarkan kejadian aneh yang menimpa al-Thabrasiy, dimana al-Thabrasiy pernah mengalami koma (mati suri) sementara masyarakat menganggapnya sudah meninggal. Masyarakat pun menyelenggarakan jenazahnya. Beliau dimandikan, dikafani, dan dikuburkan. Dalam kubur, beliau sadar dan terbangun namun tidak bisa keluar sehingga beliau bernazar kalau selamat dari bencana ini ia akan menyusun kitab tafsir al-Qur’an. Tak lama berselang datang seorang pencuri kain kafan untuk mencuri kafannya. Ketika sang pencuri membongkar kuburan, ia terkejut karena tangannya dipegang oleh si mayat. Ia sangat ketakutan karena si mayat tidak hanya bergerak tapi juga berbicara. Ketika diceritakan apa sesungguhnya yang terjadi, sang pencuri mengerti dan mengantarkan al-Thabrasiy ke rumahnya. Pencuri ini akhirnya taubat dan al-Thabrasiy mulai memenuhi nazarnya untuk menyusun kitab tafsir. Menurut al-Dzahabiy cerita ini terkesan aneh dan lucu.  
Dalam menyusun kitab ini, al-Thabrasiy terinspirasi oleh kondisi yang ada, dimana kitab tafsir yang beredar di tengah masyarakat masih sangat ringkas. Belum mampu mengungkap dan mengeksplorasi mutiara hikmah dan lautan ilmu yang terkandung dalam al-Qur’an. Mereka kurang memberi perhatian dalam menyingkap makna dan rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an. Memang ada yang punya perhatian dalam masalah ini, yaitu Abu Ja’far Muhammad ibn al-Hasan al-Thusiy, namun pembahasannya masih belum memadai. Masih banyak terdapat kekurangan pada kitab ini yang berkaitan dengan masalah tata bahasa.   Maka al-Thabrasiy terobsesi menyusun kitab tafsir yang memenuhi dahaga masyarakat banyak yang secara dalam mengupas masalah tata bahasa, qirâat, kandungan maknanya, dan rahasianya.  Begitu juga beliau terobsesi untuk menjadikan kitab ini sebagai referensi dalam berbagai cabang disiplin ilmu. Siapapun ia, baik itu pakar tata bahasa, ahli qirâat, ahli ibadah, seorang teolog, para muhaddits, fuqahâ’, dan para da’i menjadikan kitab ini sebagai referensi utama.
Al-Thabrasiy sendiri mendeskripsikan kitab tafsirnya ini sebagai berikut : “Aku mulai menyusun kitab ini dengan sangat ringkas, selektif, sistematika penulisannya bagus, mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu, seperti qirâat, i’râb, bahasa, mengungkap sisi-sisi yang masih sulit dimengerti, mengeksplorasi kedalaman maknanya, bicara tentang turunnya ayat tersebut, ada kisah, hukum pidana, hukum-hukum Islam, seperti halal dan haram, begitu juga dengan pembicaraan seputar syubhat orang-orang yang bathil. Kami juga menyebutkan keistimewaan ashâbuna (ulama Syiah Imamiyah), dimana mereka banyak ber-istidlal untuk menyatakan kebenaran apa yang mereka yakini dengan ushul, furu’, ma’qul (logika), dan masmu’ (riwayat). Semua itu dijelaskan secara moderat-tidak terlalu ringkas, tidak pula terlalu panjang-karena di zaman sekarang ini orang tidak mampu memikul ilmu yang terlalu padat, dimana ulama hanya tinggal namanya saja dan ilmu hanya tinggal sedikit.
Adapun nama kitab ini ketika ditulis oleh pengarangnya adalah Majma’ al-Bayân li ‘Ulûm al-Qur’ân seperti yang disebutkan dalam mukaddimahnya,  tetapi lebih populer dengan sebutan Majma’ al-Bayân fiy Tafsîr  al-Qur’ân , seperti yang tertulis dalam buku cetakan Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah dan Dâr al-Ma’rifah. Kitab ini ditulis dengan bahasa Arab dan telah turun cetak beberapa kali di Iran, Mesir, Beirut, Irak, dan beberapa negara Islam lainnya.

Bab.III
Aroma Syi’ah dalam Manhaj al-Thabrasiy
A.    Manhaj al-Thabrasiy Dalam Penulisan Kitab
Adapun manhaj al-Thabrasiy dalam kitabnya adalah sebagai berikut :
و قدمت في مطلع كل سورة ذكر مكيها و مدنيها ثم ذكر الاختلاف في عدد آياتها ثم ذكر فضل  تلاوتها ثم أقدم في كل آية الاختلاف في القراءات ثم أذكر العلل و الاحتجاجات ثم أذكر العربية و اللغات ثم أذكر الإعراب و المشكلات ثم أذكر الأسباب و النزولات ثم أذكر المعاني و الأحكام و التأويلات و القصص و الجهات ثم أذكر انتظام الآيات.
“ Pada permulaan surat saya mengemukakan tentang status surat apakah makkiyah atau madaniyyah, kemudian dilanjutkan dengan perbedaan pendapat seputar jumlah ayatnya, lantas menyebutkan keutamaan membacanya dan saya memaparkan setiap ayat yang terjadi ikhtilâf dalam membacanya, serta alasan (i’lal) dan argumentasi masing-masing  pendapat, selanjutnya kajian seputar bahasa, masalah i’râb dan problematikanya, masalah sebab-sebab turunnya ayat dan perkara yang melatarbelakanginya, lalu saya menyebutkan makna ayat, hukum, ta’wil (penafsiran), kisah, kemudian saya menyebutkan korelasi antar ayat."
Demikian manhaj al-Thabrasiy dalam penulisan kitab. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat aplikasinya dalam kitab tafsirnya sebagai  berikut :
 1. Memulai pembahasan dengan menyebutkan makkiyah-madaniyyah-nya, jumlah ayat, dan perbedaan pendapat seputarnya. Hal ini dapat dilihat pada contoh berikut :
سورة البقرة مدنية
و آياتها ست و ثمانون و مائتان
مدنية كلها إلا آية واحدة منها و هي قوله (واتقوا يوما ترجعون فيه إلي الله) الآية فإنها نزلت في حجة الوداع بمني عدد آيها مائتان و ست و ثمانون آية في العدد الكوفي و هو العدد المر  وي عن أمير المؤمنين علي عليه السلام و سبع في العدد البصري و خمس حجازي و أربع شامي خلافها إحدى عشر آية عد الكوفي الم آية و عد البصري إلا خائفين آية و قولا معروفا بصري عذاب اليم شامي مصلحون غيرهم ياأولي الألباب عراقي و المدني الأخير من خلاف الثاني غير المدني الأخير يسألونك  ماذا ينفقون مكي و المدني الأول تتفكرون كوفي و شامي و المدني الأخير الحي القيوم مكي و المدني الأخير من الظلمات إلي النور المدني الأول و روي عن أهل مكة و لا يضار كاتب و لا شهيد.
Surat al-Baqarah adalah madaniyyah. Terdiri dari 286 ayat
Surat ini seluruhnya madaniyyah kecuali satu ayat yaitu ayat (واتقوا يوما ترجعون فيه إلي الله) . Ayat ini diturunkan pada peristiwa haji Wada’ di Mina. Jumlah ayatnya adalah 286 ayat menurut perhitungan orang Kufah berdasarkan riwayat amirul mukminin Ali A.S.. Menurut penduduk Bashrah jumlah ayatnya adalah 287. Sedangkan menurut penduduk Hijaz jumlah ayatnya adalah 285. Adapun menurut penduduk Syam jumlah ayatnya adalah 284. Ayat yang diperdebatkan ada 11 ayat. Menurut penduduk Kufah الم merupakan satu ayat. Menurut penduduk Bashrah إلا خائفين   merupakan satu ayat dan قولا معروفا   juga merupakan satu ayat menurut mereka.Menurut penduduk  Syam عذاب اليم   merupakan satu ayat, sedangkan menurut yang lain bahwa مصلحون   baru merupakan satu ayat. Menurut penduduk Irak dan al-madaniy al-akhir  ياأولي الألباب   juga satu ayat, berbeda dengan yang kedua , maka  bukan merupakan satu ayat menurut selain al-madaniy al-akhir. Menurut penduduk Mekah dan al-madaniy al-awal  يسألونك  ماذا ينفقون   merupakan satu ayat. Menurut penduduk Kufah, Syam, dan al-madaniy al-akhir  تتفكرون   merupakan satu ayat. Menurut penduduk Mekah, Bashrah, dan al-madaniy al-akhir  الحي القيوم   merupakan satu ayat. من الظلمات إلي النور   merupakan satu ayat menurut al-madaniy al-awal. Menurut riwayat penduduk Mekah  و لا يضار كاتب و لا شهيد   merupakan satu ayat.
2. Menyebutkan keutamaan surat, seperti pada contoh berikut :
{ فضلها } أبي بن كعب عن النبي صلي الله عليه و آله قال : من قرأها فصلوات الله عليه و رحمته و أعطي من الأجر كالمرابط في سبيل الله سنة لا تسكن روعته و قال لي ياأبي مر المسلمين أن يتعلموا سورة البقرة فإن تعلمها بركة و تركها حسرة و لا يستطيعها البطلة قلت : يا رسول الله ما البطلة قال : السحرة. و روي سهل بن سعد قال : قال رسول الله صلي الله عليه و آله أن لكل شيء سناما و سنام القرآن سورة البقرة من قرأها في بيته نهارا لم يدخل بيته شيطان ثلاثة أيام و من قرأها في بيته ليلا لم يدخله شيطان ثلاث ليال. و روي أن النبي صلي الله عليه و آله بعث بعثا تتبعهم يستقرئهم فجاء إنسان منهم فقال : ماذا معك من القرآن حتي أتي علي أحدثهم سنا فقال له ماذا معك من القرآن قال : كذا و كذا و سورة البقرة فقال : أخرجوا و هذا عليكم أمير قالوا يا رسول الله صلي الله عليه و آله هو أحدثنا سنا قال : معه سورة البقرة. و سئل النبي صلي الله عليه و آله أي سور القرآن أفضل؟ قال : البقرة قيل : أي آي البقرة أفضل ؟ قال : آية الكرسي فقال الصادق عليه السلام  من قرأ البقرة و آل عمران جاءا يوم القيامة تظلانه علي رأسه مثل الغمامتين أو مثل الغيابتين.
Keutamaan surat : Berdasarkan hadis yang diterima dari Ubay ibn Ka’ab bahwa Rasulullah Saw bersabda : “ Siapa yang membaca surat al-Baqarah maka Allah akan bersalawat kepadanya, merahmatinya, memberi balasan pahala seperti pahala orang yang ribath di jalan Allah (sunnat) yang tidak pernah tenang dari rasa takut. Beliau juga berkata kepadaku : Wahai Ubay! Perintahkanlah kaum muslimin untuk memepelajari surat al-Baqarah karena mempelajarinya akan mendapatkan keberkahan, enggan mempelajarinya berakibat penyesalan, orang yang mempelajarinya tidak bisa diganggu oleh al-bathalah. Aku bertanya : Wahai Rasulullah! Apa itu al-bathalah? Beliau menjawab : sihir.” Sahl ibn Sa’ad meriwayatkan dari Rasulullah bahwa beliau bersabda : “ setiap sesuatu itu ada bintangnya (pemuncaknya) dan bintang al-Qur’an itu adalah surat al-Baqarah. Siapa yang membacanya pada siang hari di rumahnya, rumah tersebut tidak akan dimasuki oleh setan selama tiga hari. Siapa yang membacanya pada malanm hari di rumahnya, maka rumahnya tersebut tidak akan dimasuki oleh setan selama tiga malam.” Juga dalam sebuah riwayat dituturkan bahwa Rasulullah Saw mengutus rombongan, lalu diseleksilah orang yang bagus bacaannya dan banyak hafalannya. Maka datang seseorang bertanya kepada yang lain : apa saja al-Qur’an yang kamu kuasai (hafal)? Hingga ia sampai pada salah seorang yang usianya paling muda di antara mereka, dan bertanya : apa saja al-Qur’an yang kamu kuasai? Pemuda itu menjawab : saya menguasai surat ini dan ini serta surat al-Baqarah. Lantas Rasulullah Saw bersabda : “ Pergilah dengan pemuda ini sebagai pemimpin kalian! Mereka berkata : Wahai Rasululllah! Beliau adalah orang yang paling muda di antara kami. Beliau menjawab : tetapi beliau hafal surat al-Baqarah.” Pada suatu hari Rasulullah Saw ditanya tentang surat apakah yang paling mulia dalam al-Qur’an? Beliau menjawab : surat al-Baqarah. Beliau juga ditanya : ayat apa yang paling agung dalam surat al-Baqarah? Beliau menjawab : ayat kursi. Beliau juga pernah berkata : Siapa yang membaca surat al-Baqarah dan Ali Imran, maka kedua surat ini datang pada hari kiamat nanti memberi naungan kepadanya di atas kepalanya seperti awan yang sangat tebal. 
3. Menyebutkan perbedaan pendapat tentang bacaan setiap ayat (jika ada) , seperti pada bacaan ayat berikut :
            
{ القراءة } قرأ الكسائي قيل و غيض و سيء و سيئت و حيل و سيق و جيء بضم أوائل ذلك كله و روي عن يعقوب مثل ذلك و وافقهما نافع في سيء و سيئت و ابن عامر فيهما و في حيل و سيق و الباقون يكسرون كلها 
Bacaan : Kasa’i membaca قيل, غيض, سيء, سيئت, حيل, سيق, dan  جيءdengan men-dhommah-kan awalnya. Diriwiyatkan dari Ya’qub bahwa beliau juga membaca dengan harakat yang sama dengan Kasa’i. Nafi’ juga setuju dengan bacaan ini pada dua kata, yaitu سيء dan  سيئت. Sedangkan Ibnu Amir selain membaca dua kata ini dengan dhommah juga membaca  حيل dan سيق dengan dhommah. Sementara para qura’ yang lain membaca huruf awalnya dengan kasrah.
4. Menyebutkan alasan dan argumentasi perbedaan bacaan tersebut, seperti ulasannya terhadap perbedaan di atas sebagai berikut :
{ الحجة } في هذه كلها ثلاث لغات الكسر و اشمام الضم و قول بالواو.  فأما قيل بالكسر فعلي نقل حركة العين إلي الفاء لأن أصله قول ثم قلبت الواو ياء لسكونها و انكسار ما قبلها و هو قياس مطرد في كل ما اعتلت عينه. و أما الاشمام فلأجل الدلالة علي الأصل مع التخفيف
Argumentasi : kata-kata ini sebetulnya terdapat tiga bentuk penggunaannya dalam bahasa, yaitu di-kasrah-kan, di-dhommah-kan, dan tetap menggunakan waw. Adapun kasrah, dengan cara memindahkan harakat (baris) العين  kepada الفاء karena asalnya adalah قول kemudian diganti waw-nya menjadi ya’ karena barisnya sukun (mati) dan huruf sebelumnya berbaris kasrah. Pemakaian bahasa seperti ini merupakan hal yang lazim pada setiap huruf yang ‘ain-nya merupakan huruf ‘illat. Adapun kenapa di-isymam-kan karena memang asalnya seperti itu sembari di-takhfif-kan (diringankan bacaannya).
5. Kajian seputar makna kosa-kata (mufradât),  seperti ketika ia menjelaskan makna السفهاء pada surat al-Baqarah  ayat 13 berikut :
{ اللغة } السفهاء جمع سفيه و السفيه الضعيف الرأي الجاهل القليل المعرفة بمواضع المنافع و المضار و لذلك سمي الله الصبيان و النساء سفهاء بقوله {و لا تؤتوا السفهاء أموالكم التي جعل الله لكم قياما}
Bahasa : السفهاء merupakan bentuk jama’ dari سفيه dan السفيه artinya adalah orang yang lemah nalarnya, bodoh, dan sedikit pengetahuannya tentang mana yang bermanfaat dan mana yang mudarat oleh karena itu Allah menyebut anak-anak dan kaum wanita dengan kata سفهاء dalam firmannya {و لا تؤتوا السفهاء أموالكم التي جعل الله لكم قياما}.
6. Membahas permasalahan i’râb, seperti ketika ia membahas surat al-Baqarah ayat 9 berikut :
           
{ الاعراب } يخادعون فعل و فاعل و النون علامة الرفع و الجملة في موضع نصب بكونها حالا و ذو الحال الضمير الذي في قوله آمنا العائد إلي من و الله نصب بيخادعون و الذين آمنوا عطف و ما نفي و إلا ايجاب و أنفسهم  نصب بأنه مفعول يخادعون الثانية و ما نفي و يشعرون فعل و فاعل و كل موضع يأتي فيها إلا بعد نفي فهو ايجاب و نقض للنفي
I’rab : يخادعون terdiri dari فعل dan فاعل. نون merupakan tanda rafa’. Kalimat يخادعون adalah nashab karena merupakan hâl. Shâhibul hâl-nya adalah dhomir yang terdapat pada firman Allah آمنا yang kembali kepada من. الله nashab dengan يخادعون, و الذين آمنوا merupakan athaf, ما  adalah nafi, إلا disini berfungsi untuk positif, أنفسهم nashab karena مفعول yang kedua dari يخادعون, ما  adalah nafi, يشعرون terdiri dari فعل dan فاعل, dan setiap kalimat nafi yang terdapat kata إلا maka berfungsi untuk menyatakan positif dan mereduksi fungsi nafi tersebut.
7. Menyebutkan asbâb al-nuzûl ayat (jika ada), seperti pada surat al-Baqarah ayat 26
{ النزول } روي عن ابن مسعود و ابن عباس ان الله تعالى لما ضرب المثلين قبل هذه الآية للمنافقين يعني قوله {مثلهم كمثل الذي استوقد نارا} و قوله {أو كصيب من السماء} قال المنافقون الله أعلي و أجل من أن يضرب هذه الأمثال فأنزل الله تعالى هذه الآية. و روي عن قتادة و الحسن لما ضرب المثل بالذباب و العنكبوت تكلم فيه قوم من المشركين و عابوا ذكره فأنزل الله تعالى هذه الآية
Asbâb al-nuzûl : Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas bahwa Allah Swt ketika memberi dua perumpamaan sebelum ayat ini terhadap orang-orang munafik, yaitu pada ayat {مثلهم كمثل الذي استوقد نارا} dan ayat {أو كصيب من السماء}, maka mereka pun berkata : Allah Maha Tinggi dan Maha Agung dari pada sekedar memberi perumpamaan ini, lantas Allah menurunkan ayat ini. Dan diriwayatkan dari Qatadah dan Hasan bahwa ketika diberi perumpamaan dengan lalat dan laba-laba, maka orang-orang musyrik memperbincangkan masalah ini dan mereka mencela penyebutannya, lantas Allah menurunkan ayat ini.
8. Menyebutkan makna ayat, hukum, dan ta’wil (penafsiran), contohnya adalah ketika beliau menafsirkan ayat berikut :
                   
{ المعنى } لما تقدم ذكر شرائط النكاح عقبه تعالى بذكر من تحل له من النسآء و من لا تحل فقال : {و لا تنكحوا ما نكح آبآؤكم من النسآء} أي لا تزوجوا ما تزوج آباؤكم و قيل ما وطأ آباؤكم من النسآء حرم عليكم ما كان أهل الجاهلية يفعلونه من نكاح امرأة الأب. عن ابن عباس و قتادة و عطاء و عكرمة و قيل أن تقديره لا تنكحوا نكاح آباؤكم أي مثل نكاح آباؤكم فيكون ما نكح بمنزلة المصدر و تكون ما حرفا موصولا فعلى هذا يكون النهي عن حلائل الآباء و كل نكاح كان لهم فاسد و هو اختيار الطبري    
Makna ayat : Setelah Allah menyebutkan syarat-syarat nikah, Allah menyebutkan orang yang halal dinikahi dan yang tidak halal untuk dinikahi. Allah berfirman {و لا تنكحوا ما نكح آبآؤكم من النسآء} artinya janganlah kamu menikahi wanita yang telah dinikahi oleh bapakmu. Ada yang berpendapat “wanita yang telah digauli oleh bapakmu”. Diharamkan bagimu perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat jahiliyah, yaitu menikahi wanita yang pernah menjadi istri bapak mereka. Berdasarkan riwayat yang diterima dari Ibnu Abbas, Qatadah, Atha’, dan Ikrimah bahwa yang menjadi taqdir kalimat di atas adalah  لا تنكحوا نكاح آباؤكم artinya seperti nikah yang dilakukan oleh bapak-bapakmu. Maka ما نكح disini berfungsi seperti mashdar dan ما merupakan huruf maushul. Dengan demikian larangan disini adalah menikahi wanita yang pernah dinikahi oleh bapak dan setiap nikah yang telah dilakukan merupakan fasid (tidak sah). Pendapat ini dipilih oleh Thabariy.
 9. Menyebutkan kisah, contohnya ketika beliau menafsirkan surat al-Anfâl ayat 5-8. Setelah beliau mengutip ayat tersebut, beliau mulai mengupas masalah kebahasaan, dilanjutkan dengan pembahasaan tentang i’râb, kemudian makna ayat, dan terakhir beliau memaparkan kisah perang Badar yang beliau kutip dari kitab-kitab siroh.
10. Menyebutkan korelasi antara suatu ayat dengan ayat yang lain, contohnya adalah ketika beliau menafsirkan ayat berikut :
                   
{ النظم } الآية اتصلت بقوله { و اذكروا إذ أنتم قليل } فتقديره و اذكروا تلك الحال و اذكروا ما مكر الكفار بمكة عن أبي مسلم و غيره و قيل : إنها يتصل بما قبلها من قوله { أن تتقوا الله يجعل لكم فرقانا } يعني يجعل لكم نجاة كما جعل للنبي صلي الله عليه و آله و سلم و أصحابه النجاة من مكر مشركي قريش فاذكروا ذلك. 
Korelasi : Ayat ini berkaitan dengan ayat { و اذكروا إذ أنتم قليل }, artinya ingatlah keadaan tersebut dan ingatlah konspirasi kafir Mekah. Pendapat ini berasal dari Abu Muslim dan yang lainnya. Ada yang mengatakan bahwa ayat ini berkaitan dengan ayat { أن تتقوا الله يجعل لكم فرقانا }, artinya Allah telah menyelamatkan kamu sebagaimana Allah telah menyelamtakan Rasulullah, keluarga, dan sahabatnya dari konspirasi jahat kaum musyrikin Quraisy. Maka ingatlah yang demikian itu.
Beliau juga menyebutkan korelasi antara satu surat dengan surat sebelumnya, contohnya adalah sebagai berikut :
لما قص الله سبحانه في سورة الأعراف قصص الأنبياء و ختمها بذكر نبينا صلى الله عليه و آله افتتح سورة الأنفال بذكره ثم ذكر ما جرى بينه و بين قومه
Setelah Allah menceritakan kisah-kisah para nabi pada surat al-A’raf dan menutup surat dengan cerita tentang Nabi kita Muhammad Saw, lalu Allah membuka surat al-Anfal dengan menyebutnya dan apa yang terjadi antara Beliau dengan kaumnya.
11. Dalam menafsirkan ayat, al-Thabrasiy juga memuat israiliyat tetapi bertujuan untuk menjelaskan kebatilannya dan memperingatkan umat Islam agar tidak mempercayainya, seperti riwayat yang menyebutkan bahwa Daud diuji dengan adanya burung merpati di Mihrabnya dan pernikahannya dengan perempuan Uriya. Menurut al-Dzahabiy, rata-rata al-Thabrasiy tidak mengomentari riwayat israiliyat kecuali jika berhubungan dengan permasalahan akidah.
12. Beliau juga menukil riwayat-riwayat yang ma’tsur baik dari ahl al-bait atau dari kitab-kitab ahl al-sunnah wa al-jamaah. 
13. Dalam menafsirkan ayat-ayat hukum, beliau memaparkan pendapat para mufassir dan fuqaha’, kemudian pendapat syiah dalam masalah tersebut, beliau mencoba menguatkannya dengan dalil-dalilnya, namun tidak fanatik dan tidak mencela yang berbeda pendapat dengannya.
14. Al-Thabrasiy juga banyak mengadopsi pemikiran-pemikiran Mu’tazilah, seperti masalah hidayah dan dhalalah, ru’yatullah (melihat Allah), serta sihir, namun dalam beberapa kasus beliau tidak sependapat dengan Mu’tazilah, seperti masalah syafa’at dan hakikat iman.
15. Al-Thabrasiy menafsirkan ayat dengan pola tafsir al-ramziy yang banyak dilakukan syiah, seperti ketika menafsirkan ayat berikut :
                •           •                      ••      
Al-Thabrasiy menukil pendapat tentang penafsiran ayat ini namun beliau tidak mengomentarinya. Setelah  beliau berbicara panjang lebar, beliau mengatakan bahwa para mufassir berbeda pendapat dalam masalah musyabbah dan musyabbah bihi dalam ayat ini, kemudian beliau menyebutkan pendapat-pendapat tersebut :
a.    Menurut al-Ridha :”kami adalah al-Misykah yang padanya terdapat al-Mishbah (Muhammad saw.), Allah menuntun ke dalam kekuasaan kami orang yang Ia sukai.
b.    Dinukil dari kitab Tauhid karangan Abu Ja’far ibn Babawaih sebuah riwayat dari Isa ibn Rasyid dari Abu Ja’far al-Baqir tentang ayatكمشكوة فيها مصباح   yaitu cahaya ilmu yang terdapat di dada Nabi, sedangakan زجاجة adalah dada Ali. Artinya ilmu Nabi berpindah ke dada Ali dengan cara diajarkannya. Adapun يوقد من شجرة مباركة adalah cahaya ilmu, sedangkan لا شرقية و لا غربية artinya tidak Yahudi dan tidak pula Nashrani. يكاد زيتها يضئ و لو لم تمسسه نار artinya nyaris seorang alim dari keluarga Muhammad berbicara tentang suatu ilmu sebelum ditanya, sementara نور على نور artinya imam yang dibekali dengan cahaya ilmu dan hikmah dari keluarga Muhammad....

B.    Warna Syiah Dalam Tafsirnya
Dalam menafsirkan ayat, al-Thabrasiy banyak memasukkan pemikiran-pemikiran syiah. Ini merupakan suatu yang lumrah karena beliau adalah seorang syi’i. Beliau menafsirkan beberapa ayat untuk melegitimasi pemikiran syiahnya, seperti masalah imâmah Ali, kema’suman imam, raj’ah, al-Mahdi, nikah mut’ah (kontrak), taqiyyah, warisan para nabi, ijmâ’, menyapu kaki ketika berwudhu’, status wanita ahl al-kitâb dan ghanimah.  Untuk lebih jelasnya bisa kita lihat pada beberapa contoh berikut :
a. Imâmah Ali
          •    
Menurut al-Thabrasiy, ayat ini merupakan bukti paling otentik bahwa Ali merupakan orang yang paling layak menjadi pemimpin sesudah nabi tanpa diselingi oleh yang lain. Yang dimaksud dengan وليكم adalah orang yang paling berhak memimpin dan wajib ditaati. Sedangkan yang dimaksud dengan ءامنوا  الذينadalah Ali. Ayat ini juga menggunakan shigat إنما yang berfungsi untuk تخصيص. Dengan demikian ayat ini khusus untuk Ali bukan untuk seluruh orang yang beriman. Pemahaman ini juga dikuatkan oleh asbâb al-nuzûl ayat. Dimana ayat diturunkan berkenaan dengan seseorang yang meminta-minta  sementara Rasulullah dan para sahabat sedang melaksanakan shalat zuhur. Karena tidak ada yang memberi, maka pengemis tadi berdoa. Tak lama setelah itu Ali membuka cincin dari kelingking sebelah kanannya dan memberikannya kepada pengemis tersebut sedangkan beliau dalam keadaan ruku’. Ayat ini turun berkenaan dengan perbuatan Ali tersebut.

b. Kema’suman seorang imam
      •      •                
Dalam menafsirkan ahl al-bait dalam ayat ini, al-Thabrasiy mengutip pendapat para mufassir. Menurut Ikrimah yang dimaksud dengan ahl al-bait adalah istri-istri Rasulullah Saw. Sedangkan menurut Abu Sa’id al-Khudriy, Anas ibn Malik, Watsilah ibn al-Asqa’, Aisyah, dan Ummu Salamah bahwa yang dimaksud dengan ahl al-bait dalam ayat ini adalah Rasulullah, Ali, Fathimah, Hasan, dan Husein. Kemudian beliau memaparkan beberapa riwayat untuk menguatkan pendapat yang kedua, seperti hadis berikut :
عن أبي سعيد الخدري عن النبي صلي الله عليه و سلم قال : نزلت هذه الآية في خمسة في و في علي و حسن و حسين و فاطمة.
Kemudian beliau menyimpulkan bahwa ayat ini menunjukkan kema’suman kelima orang tersebut dari berbagai macam kejelekan.  
c. Nikâh Mut’ah
                   •      
Menurut al-Thabrasiy yang dimaksud denganاستمتعتم به  فما dalam ayat ini adalah nikâh mut’ah. Ini berdasarkan mazhab imamiyah. Walaupun lafaz استمتاع dan تمتع makna asalnya adalah mengambil manfaat dari sesuatu dan merasakan kelezatannya, namun makna yang dituju dalam ayat ini adalah menurut terminologi syara’, yaitu akad nikâh mut’ah. Maksudnya Apabila kamu melaksanakan akad dengan waktu yang ditentukan maka berilah mas kawinnya.

d. Taqiyyah
                                
Taqiyyah adalah mengucapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang ada dalam hati yang bertujuan untuk menipu musuh.  Menurut al-Thabrasiy dalam kondisi orang mukmin minoritas dan kafir mayoritas demi membela diri dibolehkan seorang mukmin untuk melakukannya. Ayat ini menunjukkan dibolehkannya taqiyyah dalam agama ketika dikhawatirkan keselamatan diri. Menurut ulama kami taqiyyah ini dibolehkan dalam masalah apapun ketika darurat bahkan bisa sampai kepada hukum wajib. 
e. Raj’ah
        
Raj’ah adalah sebagian manusia dapat dihidupkan kembali oleh Allah setelah mereka meninggal dunia lalu dimatikan kembali. Menurut ulama syiah seperti yang dikutip oleh al-Thabrasiy bahwa berdasarkan ayat ini raj’ah itu bisa saja terjadi. Sementara pendapat yang mengatakan bahwa raj’ah hanya terjadi pada masa nabi sebagai mukjizat dan bukti kenabiannya adalah pendapat yang keliru karena menurut kami mukjizat juga bisa terjadi pada para imam dan wali. Semua itu terdapat dalam kitab ushul.

C.    Kelebihan dan Kekurangan Kitab
Adapun kelebihan kitab ini adalah sebagai berikut :
a.    Sistematika penulisannya bagus, dimana penulis memulai pembahasan surat dengan menyebutkan statusnya-apakah makkiyah atau madaniyyah-,pembahasan seputar jumlah ayat dan perbedaan pendapat seputarnya, dan keutamaan surat. Kemudian ketika mulai membahas ayat, penulis mengkaji masalah qira’ah (jika terdapat perbedaan qira’ah), alasannya kenapa dibaca seperti itu, i’rab, kebahasaan, asbab al-nuzul, makna ayat, kisah, dan korelasi antar ayat atau antar surat.
b.    Materi pembahasannya cukup lengkap sesuai dengan misi pengarangnya, yaitu ingin menjadikan kitab ini sebagai referensi bagi semua orang.
c.    Dalam membahas permasalahan, penulis mengupasnya secara sederhana, tidak terlalu panjang yang berimplikasi kepada kejenuhan dalam membacanya, tidak pula terlalu ringkas sehingga materinya tidak  memadai.
d.    Kitab ini merupakan sumber inspirasi bagi yang lain.
e.    Kitab ini diawali dengan mukaddimah yang berisi tujuh skill tentang ulum al-Qur’an yang harus dikuasai oleh mereka yang ingin mendalami al-Qur’an  :
a)    Jumlah ayat al-Qur’an  dan faedah mengetahuinya.
b)    Mengenal nama-nama qura’ yang populer yang tersebar di berbagai daerah serta rawi-rawi (murid-murid) mereka.
c)    Mengenal arti tafsir, ta’wil, dan makna serta mengkolaborasikan antara ayat dan atsar yang melarang penafsiran bi al-ra’yi dan yang membolehkannya.
d)    Mengenal nama-nama al-Qur’an dan maknanya.
e)    Beberapa pembahasan ulum al-Qur’an yang dibahas pada tempat-tempat tertentu serta kitab yang membahasnya, seperti tentang i’jaz al-Qur’an, pembicaraan tentang bertambahnya ayat al-Qur’an atau berkurangnya, tentang nasakh, nasikh, dan mansukh, serta pembahasan yang berkaitan dengan ulum al-Qur’an tetapi tidak termasuk ranah kajian tafsir.
f)    Mengenal keutamaan al-Qur’an dan ahl-nya.
g)    Pembahasan seputar anjuran untuk memperbaiki bacaan al-Qur’an dan membacanya dengan suara yang merdu.
Adapun kekurangan kitab ini adalah pengarang terpengaruh dengan mazhabnya yaitu syiah sehingga dalam menafsirkan beberapa ayat terkesan ingin melegitimasi keyakinannya. Hal itu tampak jelas ketika ia berbicara tentang imamah, al-ishmah, al-mahdi, nikah mut’ah, dan lain-lain yang berkenaan dengan keyakinan syiah. Menurut al-Khalidiy beliau juga memuat hadis-hadis maudhu’, sayang al-Khalidiy tidak menyebutkan contohnya.  Al-Khalidiy juga memasukkan kitab ini ke dalam kategori kitab tafsir yang menyimpang. Alasannya adalah karena pengarang menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan firqah-nya, yaitu syiah.  Kitab ini juga memuat kisah-kisah israiliyat yang menyimpang dari ajaran Islam. Di samping itu, al-Thabrasiy juga melakukan penafsiran dengan pola al-ramziy yang banyak dilakukan oleh ulama syiah, ini tentu sebuah kezaliman terhadap ayat.


Bab. IV
Penutup
1. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat kita simpulkan poin-poin berikut :
a.    Al-Thabrasiy adalah seorang ulama yang banyak memiliki kelebihan. Hal itu terlihat jelas dalam kitabnya ketika ia menafsirkan ayat bahwa ia menguasai banyak disiplin ilmu. Bahkan seperti yang dikatakan oleh Muhammmad ibn Husein al-Dzahabiy beliau sangat baik dalam mengupas berbagai macam masalah.
b.    Al-Thabrasiy adalah seorang ulama tafsir yang bermazhabkan syiah. Hal itu kelihatan ketika ia menafsirkan ayat-ayat yang berkenaan dengan keyakinan syiah. Begitu juga  beliau berkeyakinan bahwa riwayat Ali dalam masalah jumlah ayat merupakan riwayat yang paling sahih.
c.    Manhaj al-Thabrasiy dalam menafsirkan ayat adalah mengkolaborasikan seluruh disiplin ilmu. Ia mencoba meramu berbagai macam disiplin ilmu seperti bahasa, i’rab, makna ayat, hukum, dan lain-lain untuk dijadikan sebagai piranti dalam memahami ayat al-Qur’an. Al-Thabrasiy juga mengkolaborasikan antara ra’yu (rasio) dan ma’tsur (riwayat) dalam menafsirkan al-Qur’an.
d.    Melihat dari pola al-Thabrasiy dalam menafsirkan ayat, penulis berkesimpulan bahwa kitab ini merupakan kitab tafsir bi al-ra’yi dengan pola tahlili.
2. Saran
Demikianlah penelitian sederhana ini dibuat, semoga bermanfaat untuk peneliti pribadi dan pembaca semuanya. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk menambah dinamika pemikiran kita.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Dzhabiy, Muhammad Husein,  al-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kairo : Mush’ab ibn        ‘Umair al-Islamiyyah, 2004)

Al-Juhni, Mani’ bin Hammad, Al-Mausu’ah Al-Muyassarah fi Al-Adyan Wa Al-Madzahib  Wa Al-Ahzab Al-Mu’ashirah, (Riyadh: Dar El-Nadwah El-Alamiyah Press, 2003)
Al-Khalidiy, Shalah abd. Fattah, Ta’rif al-Darisin bi Manahij al-Mufassirin, (Damaskus : Dal al-Qalam, 2002)
Al-Mushiliy, Abdullah, Hatta La Nankhadi’ Haqiqah Asy-Syi’ah, (Ismailiyah : Maktab El-Imam El-Bukhari, 2006)

Al-Thabrasiy, Abu Ali al-Fadhl ibn al-Hasan, Majma’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, (Beirut : Dar al-Ma’rifah, t.th),

Iyazi, Muhammad Ali, al-Mufassirun;Hayatuhum wa Manhajuhum, (Teheran : Muassasah al-Thiba’ah wa al-Nasyr, 1212 H)

Zahir, Ihsan Ilahi, Baina Asy-Syi’ah Wa Ahlis Sunnah, (Kairo : Dar El-Imam El-Mujaddid,


0 Comment