A. PENDAHULUAN
Sebagai sumber ajaran kedua dalam ajaran Islam, hadis merupakan penjelas terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal (global), ‘Amm (umum) dan yang muthlaq (tanpa batasan ). Bahkan secara mandiri hadis juga berfungsi sebagai penetap (muqarrir) suatu hukum yang belum ditetapkan oleh al-Qur’an.
Permasalahan seputar hadis, nampaknya selalu menarik untuk dikaji, baik yang menyangkut tentang kritik otentitas atau validitas (sanad dan matan ) maupun metodologi pemahaman hadis itu sendiri.
Ulama terdahulu telah banyak mencoba melakukan penafsiran atau pemahaman hadis yang terdapat dalam Kutub al-Sittah, yakni dengan menulis kitab syarh terhadap kitab tersebut. Meskipun demikian, upaya untuk menemukan metode yang diterapkan ulama dalam penyusunan kitab syarh hadis tersebut hampir-hampir tidak pernah tersentuh. Namun dari beberapa metode yang digunakan oleh para ulama dalam menyusun kitab syarh tersebut dapat diklasifikasikan beberapa metode pemahaman hadis, yakni metode tahliliy (analitis), metode ijmaliy (global), Metode muqaran ( komparatif), metode maudhu’iy (tematis).
B. METODE PEMAHAMAN HADIS
1. Pengertian
Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method, dan bahasa Arab menerjemahkannya dengan thariqat dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung arti : cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
Istilah pemahaman dalam hadis meliputi hal : menjelaskan maksud, arti, kandungan, atau pesan hadis dan disiplin ilmu lain. Jadi metode pemahaman hadis, adalah cara-cara yang diterapkan dalam memahami hadis.
Dilihat dari kecenderungan ulama dalam memahami hadis dapat diklasifikasikan kepada metode pemahaman hadis tradisionalis dan metode pemahaman hadis modernis. Yang dimaksud dengan pemahaman hadis tradisionalis adalah memahami hadis dengan pendekatan tekstual, dan kontekstual historis, metode ini dapat dipilah menjadi metode tahliliy (analitis), metode ijmaliy (global), metode muqaran ( komparatif), metode maudhu’iy (tematis).
2. Metode-metode Pemahaman hadis
a. Metode Tahliliy (analitis)
1. Pengertian
Metode tahliliy adalah memahami hadis-hadis Rasulullah dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam hadis-hadis yang dipahami serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan pensyarh yang memahami hadis-hadis tersebut.
Dalam menyajikan penjelasan atau komentar, seorang pensyarh hadis mengikuti sistematika hadis sesuai dengan urutan hadis yang terdapat dalam sebuah kitab hadis yang dikenal dari Kutub al-sittah atau kitab hadis lainnya.
Pensyarh memulai penjelasannya dari kalimat demi kalimat, hadis demi hadis secara berurutan. Uraian tersebut kata, konotasi kalimatnya, latarbelakang turunnya hadis (jika ditemukan ), kaitannya dengan hadis lain, dan pendapat-pendapat yang beredar disekitar pemahaman hadis tersebut, baik yang berasal dari sahabat, para tabi’in maupun para ulama hadis.
2. Ciri-ciri metode tahliliy
Secara umum kitab-kitab syarh yang menggunakan metode tahliliy biasanya berbentuk ma’tsur (riwayat) atau ra’yu (pemikiran rasional). Syarh yang berbentuk ma’tsur ditandai dengan banyaknya dominasi riwayat-riwayat yang datang dari sahabat, tabi’in atau ulama hadis. Sementara syarh yang berbentuk ra’yu banyak di dominasi oleh pemikiran rasional pensyarhnya.
Kitab-kitab syarh yang menggunakan metode tahliliy mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pensyarhan yang dilakukan menggunakan pola menjelaskan makna yang terkandung di dalam hadis secara komprehensif dan menyeluruh.
b. Dalam pensyarhan, hadis dijelaskan kata demi kata, kalimat demi kalimat secara berurutan serta tidak terlewatkan juga menerangkan sabab al-wurud dari hadis-hadis yang dipahami jika hadis tersebut memiliki sabab al-wurudnya.
c. Diuraikan pula pemahaman-pemahaman yang pernah disampaikan oleh para sahabat, tabi’in dan para ahli syarh hadis lainnya dari berbagai disiplin ilmu
d. Di samping itu dijelaskna juga munasabah (hubungan ) antara satu hadis dengan hadis lain
e. Selain itu, kadang kala syarh dengan metode ini diwarnai kecenderungan pensyarh pada salah satu mazhab tertentu, sehingga timbul berbagai corak pensyarhan, seperti corak fiqhy dan corak lain yang dikenal dalam bidang pemikiran Islam.
3. Contoh
Dalam kitab syarh Fath al-Bariy bi Syarh Shahih al-Bukhari,Ahmad ibn Ali Ibn Hajar Al-Asqalaniy, memaparkan sebagai berikut :
Dari kutipan syarh di atas dapat diketahui bahwa, dalam menerangkan hadis, pensyarh mengemukakan analisis tentang periwayat (rawi) sesuai dengann urutan sanad, sabab al-wurud, juga menyajikan hadis atau riwayat lain yang berhubungan dengan hadis tersebut. Bahkan ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan hadis
Pensyarh menggunakan riwayat-riwayat dari ulama. Syarh banyak didominasi oleh pendapat mereka, sehingga dari uraian yang demikian panjang, pendapat dari pensyarh hampir tidak ditemukan. Selain itu juga, disajikan penjelasan kosa kata yang terdapat didalamnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa meskipun syarh yang memakai metode analitis ini mengandung uraian yang lebih rinci, namun karena berbentuk al-ma’tsur, pendapat dari pensyarh sulit ditemukan. Inilah salah satu ciri utama yang membedakan dengan syarh bi al-ra’yi
3. Kelebihan dan kekurangan metode tahliliy
Adapun kelebihan metode ini adalah :
a. Ruang lingkup pembahasan yang luas. Metode tahliliy mempunyai ruang lingkup yang luas. Diantara ruang lingkupnya adalah pembahasan kata, kalimat, asbab al-wurud.
b. Deskripsi berbagai ide yang cukup banyak. Syarh dengan metode tahliliy ini memberikan kesempatan yang luas kepada pensyarh untuk mencurahkan ide-ide dan gagasan dalam syarh hadis, itu berarti pola pensyarh metode ini dapat menampung berbagi ide pensyarah. Dengan di bukanya pintu bagi pensyarh untuk mengemukakan pemikiran-pemikiranya dalam mensyarh hadis, maka lahirlah kitab syarh yang berjilid-jilid seperti Fath al-Bari Bi Syarh Sahih al-Bukhari.
Adapun kekurangan dari metode tahliliy ini adalah :
1. Menjadikan petunjuk hadis bersifat parsial atau terpecah-pecah. Sehingga terasa seakan-akan hadis memberikaan pedoman secara tidah utuh dan tidak konsisten karena syarh yang di berikan pada suatu hadis berbeda dari syarh yang di berikan pada hadis-hadis lain yag sama karena kurang memperhatikan hadis-hadis lain yang mirip atau sama dengannya.
2. Melahirkan syarh yang subjektif. Pensyarh tidak sadar bahwa dia telah mensyarah hadis secara subjektif, dan tidak mustahil pula ada di antara mereka yang mensyarh hadis sesuai dengan kemauan hawa nafsunya tanpa mengindahkan kaedah-kaedah atau norma-norma yang berlaku. Hal itu di mungkinkan karena metode tahliliy membuka pintu untuk yang demikian. Di dalam pensyarhan Al-Asqalani yang telah dikutip di atas misalnya, terkesan di pengaruhi oleh sikap subjektifnya sebagai ulama hadis. Diantara contohnya adalah deskripsi hadis tentang kepemimpinan perempuan dalam kitab yang di syarh dan kecenderungannya dengan mazhab sunni yang mengharamkan mut’ah dengan tidak mendalami lebih jauh substansi yang terkandung di dalam pembolehan dan pelarangan yang berulang kali tersebut. Namun sebagai seorang ahli hadis, sangat logis bila Al-Asqalani mensyarh hadis melalui riwayat, karena diantara tugas muhaddis adalah menyampaikan informasi sebanyak dan seluas mungkin tentang hadis-hadis nabi.
Dari kenyataan ini dapat dipahami bahwa, akibat dari sikap subjektif itu, syarh menjadi kurang tepat, sehingga maksud hadis berubah. Terjadinya hal demikian dapat disebut sebagai konsekuensi logis dari metode tahliliy, karena di dalam metode ini tidak ada ketentuan yang mengatur kearah mana dan bagaimana seharusnya pensyarh berbuat agar dia tidak terjerumus ke dalam syarh-syarh yang keliru. Sikap subjektif dari pensyarh dalam metode tahliliy memang mendapat tempat yang luas. Dikarenakan menonjolnya sikap subjektif pensyarh, inilah salah satu penyebab yang membuat metode tahliliy ini menjadi lemah. Khususnya analisis dalam bentuk ra’yu semata, yakni syarh yang tidak didukung oleh argumen-argumen yang kuat dan tidak dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah.
b. Metode Ijmaliy (global)
1. Pengertian
Metode Ijmaliy adalah suatu metode dengan pemahaman hadis dengan secara ringkas, tapi dapat mempresentasikan makna literal hadis dengan bahasa yang mudah dimengerti.
2. Ciri-ciri metode Ijmaliy
a. Pensyarh langsung melakukan penjelasan hadis dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul
b. Penjelasan umum dan sangat ringkas.
Pensyarh tidak memiliki ruang untuk mengemukakan pendapat sebanyak-banyaknya. Namun demikian, penjelasan terhadap hadis-hadis tertentu juga diberikan agak luas, tetapi tidak seluas metode tahliliy
Namun perlu diingat bahwa ciri metode ijmaliy ini tidak terletak pada jumlah hadis-hadis yang disyarhkan, apakah keseluruhan kitab atau sebagain saja. Yang menjadi tolak ukur adalah pola atau sistematika pembahasan. Selama pensyarh hanya mensyarh hadis secara singkat, maka dapat dikategorikan dalam syarh global.
3. Contoh
Dalam kitab syarh hadis Hasyiyah al-Sindiy dijelaskan sebagai berikut :
قوله (بضع وستون الخ)
البضع والبضعة بكسر الباء وحكي فتحها القطعة من الشيء وهو في العدد ما بين الثالث الى التسع وهو الصحيح لانه قطعة من العدد والمراد من الابواب الخصال وهذا كناية عن اكثيرة فاءن اسماء العدد كثير ما يحيء كذلك فليرد ان العدد قد جاء في بيان الابواب مختلف
قوله (ادناها) اى دونها مقدارا
واماطة الشيء عن الشيء ازالته عنه وادهابه والمراد بلا اله الا الله محمد رسول الله مجموع الشهادتين عن صدق قلب او الشهادة بالتوحيد فقط لكن عن صدق على ان الشهادة بالرسالة
قوله (والحياء)
بالمد لغة تغير وانكسار يعترى المؤمن خوف ما يعاب به وفي الشرع خلق يبعث على اجتناب القبيح ويمنع من التقصير في حق ذى الحق والمراد هنااستعمال هذا جلق على قاعدة الشرع وقيل الحياء نوعان نفساني وايماني فالنفساني الجبلى الذي خلقه الله في نفوس كالحياء من كشف العورة ومباشرة المراة بين الناس حتى نفوس الكفر والايماني ما يمنع الشخص من فعل القبيح بسبب الايمان كالزنا وشرب الخمر وغير ذلك من القباءح وهدا هو المراد فى الحديث والشعبة غصن الشجرة وفرع كل اصل والتنكير فيها لتعظيم اى شعبة عظيمة بانه يمنع تمام المعاصى
4. Adapun Kelebihan dan kekurangan metode ijmaliy
Kelebihan metode ijmaliy
1. Praktis dan padat
Metode ini terasa lebih praktis dan singkat sehingga dapat segera diserap oleh pembacanya.
2. Bahasa mudah dipahami
Pensyarh langsung menjelaskan kata atau maksud hadis dengan tidak mengemukakan idea atau pendapatnya secara pribadi.
3. Bebas dari israiliyyat.
Oleh karena singkatnya penjelasan yang diberikan, metode ijmaliy relatif lebih murni dan terbebas dari pemikiran-pemikiran israiliyyat. Metode ini juga dapat membendung pemikiran-pemikiran yang terlalu jauh dari pemahaman hadis
4. Akrab dengan bahasa hadis. Uraian yang dimuat dalam metode ini singkat dan padat
Kekurangan metode ijmaliy
1. Menjadikan petunjuk hadis parsial
Metode ini tidak mendukung pemahaman hadis secara utuh dan dapat dijadikan petunjuk hadis bersifat parsial, tidak terkait satu dengan yang lain, sehingga hadis yang bersifat umum atau samar tidak dapat diperjelas dengan hadis yang sifatnya rinci.
2. Tidak ada ruang untuk menggunakan analisis yang memadai
Metode ini tidak menyediakan ruangan yang memuaskan berkenaan dengan wacana pluralitas pemahaman suatu hadis. Namun inilah ciri khas metode ijmaliy yang jika pensyarh tidak konsisten dengan pola ini maka ia otomatis akan keluar dari ranah metode ijmaliy.
c. Metode Muqaran (komperatif)
1. Pengertian
Kata muqaran merupakan masdar dari kata qarana-yaqarinu-muqaranah yang berarti perbandingan ( komperatif). Metode muqaran adalah metode memahami hadis dengan cara : (1) membandingkan hadis yang memiliki redaksi yang sama atau mirip dalam kasus yang sama atau memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang sama. (2) Membandingkan berbagai pendapat ulama syarh dalam mensyarh hadis. Jadi metode ini dalam memahami hadis tidak hanya membandingkan hadis dengan hadis lain, tetapi juga membandingkan pendapat ulama ( pensyarh) dalam mensyarh hadis.
Diantara kitab syarh hadis yang menggunakan metode muqaran ini adalah Shahih Muslim bi Syarh Al-Nawawiy karya Imam Nawawiy, Umdah Al-Qary Syarh Shahih al-Bukhari karya Badr Al-Din Abu Muhammad Mahmud al-Ainiy, dan lain-lain.
Ruang lingkup atau wilayah kajian dari masing-masing aspek itu berbeda-beda. Ada yang berhubungan dengan kajian redaksi dan kaitannya dengan konotasi kata atau kalimat yang dikandungnya, dan ada yang menguraikan berbagai aspek, baik yang menyangkut kandungan ( makna) hadis maupun korelasi antara hadis dengan hadis.
2. Ciri-ciri metode muqaran
Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan beberapa ciri-ciri metode ini sebagai berikut:
a. Membandingkan analitis redaksional dan perbandingan periwayat, serta kandungan makna dari masing-masing hadis yang di perbandingkan.
b. Membahas perbandingan berbagai hal yang dibicarakan oleh hadis tersebut.
c. Perbandingan pendapat para pensyarh mencakup ruang lingkup yang sangat luas, karena uraiannya membicarakan berbagai aspek, baik menyangkut kandungan (makna) hadis maupun korelasi (munasabah) antara hadis dengan hadis.
Jadi, ciri utama metode ini adalah perbandingan, yang mencakup dua sasaran yakni membandingkan hadis dengan hadis dan pendapat ulama syarh dalam mensyarh hadis.
3. Contoh
Diantara kitab yang menggunakan syarh muqaran adalah Umdah al-Qary Syarh Shahih al-Bukhari Karya Badr Al-Din Abu Muhammad Mahmud Bin Ahmad Al-‘Aini. Berikut ini adalah syarhnya tentang hadis.
"انما الاعمال بانيات"
حدثنا الحميدى عبد الله بن الزبير قال حدثنا يحي بن سعيد الانصاري قال اخبرني محمد بن ابن ابراهيم التيمي انه سمع علقة بن وقاص الليثيي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه على المنبر قال علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول انما الاعمال بانيات ولكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته الى الله و رسوله فهجرته الى الله و رسول ومن كانت هجرته الى دنيا يصيبها او امراة يتزوجها فهجرته الى ما هجر اليه قد حصل من الطرق المذكورة اربع الفاظ " انما الاعمال بانيات" و "الا عمال بالنية" العمل بالنية" وادعى النووي في تلخصه قلتهاز والربع "الا عمال بالنية" واورده القضاعي في شهاب بلفظ "الاعمال بانيات" بخذف "انما" و الحافظ ابو موس الاصبهاني : لا يصح اسندها واقره النووي على ذلك تلخيصه وغيره وهو غريب منهما وهي رواية صحيحة اخرجهاابن حبان فى صحيحة واورده الرافعى في شرحه الكبير بلفظ اخر غريب وهو " ليس للمرء من عمله الا نواه" وفي البيهقي فى حديث اخر مرفوعا "لا عمل لمن لا نية له لكن اسنا ده جهالة
الاول : احتجت الاءمة الثلاثة فى وجوب النية فى الوضوء والغسل فقالوا : التقدير فيه صحة الاعمال بالنيات والالف و للام فيه لا ستغرا ق الجنس فيدخل فيه جميع الاعمال من الصوم والصلاة والزكاة والوضوء و من الثاني ان النيات انما تكون مقبولة اذا كانت مقرونة بالاخلاص انتهىس وذهب ابو حنيفة و ابو يوسف ومحمد و زفر والنواوى و الاوزاعى والحسن بن حي و مالك فى رواية الى ان الوضوء الا يحتاج الى نية وكذلك الغسل وزاد الاوزاعى والحسى التيمم وقال عطاء و مجاهد : لا يحتاج صيام رمضان الى نية الا ان يكون مسافرا اومريضا الثاني احتجت ابو حنيفة و ملك واحمد فى ان احرم بالحج فى غير اشهر الحج انه لا ينعقد عمرة لانه ينوها فاءنم له ما نواه وهو احد اقوال الشافعى ان الاءمة الثلاثة قالوا : ينقد احرامه بالحج ولكنه يكره ولم يختلف قول الشافعى لا ينعقد بالحج
Syarh di atas diawali dengan menjelaskan pemakaian mufradat, urutan kata,dan kemiripan redaksi. Jika yang akan dibandingkan adalah kemiripan redaksi. Maka langkah yang ditempuh seperti : mengidentifikasi dan menghimpun hadis yang redaksinya bermiripan, membandingkannya,menganalisa perbedaan, membandingkan pendapat ulama tentang hadis yang dijadikan objek bahasan.
4.Kelebihan Dan Kekurangan Tafsir Muqaran (Komperatif)
Adapun Kelebihan tafsir muqaran
1. Memberikan wawasan relatif lebih luas. Dengan melakukan pemahaman dengan menggunakan metode muqaran ini akan terlihat bahwa suatu hadis dapat ditinjau dari berbagai ilmu pengetahuan, sesuai dengan keahlian muhaddisinnya. Dengan demikian terasa bahwa hadis tidaklah sempit, melainkan sangat luas dan dapat menampung berbagai ide dan pendapat.
2. Membuka pintu untuk bersikap toleran. Metode ini membimbing kita untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang terkadang jauh berbeda atau bahkan kontradiktif dengan pendapat kita. Dengan demikian dapat mengurangi fanatisme yang berlebihan kepada suatu hadis atau golongan tertentu. Sehingga umat terutama yang membaca hadis yang muqaran terhindar darik sikap ekstrim yang dapat merusak persatuan dan kesatuan umat. Hal ini dimungkinkan karena pemahaman dengan metode muqaran memberi berbagai alternatif pemikiran.
3. Membuktikan bahwa hadis-hadis tidak ada yang bertentangan dengan al-Qur’an karena hadis merupakan penjelas (mubayyin). Nabi Muhammad SAW itu sendiri sebagai sumber hadis dalam segala aktifitas dan sikapnya selalu berdasarkan al-Qur’an.
4. Dapat mengungkapkan keorisinalitas dan objektifitas muhaddis. Dengan melakukan perbandingan antara hadis satu dengan hadis yang lainnya yang memiliki tema yang sama, maka kita dapat menemukan keaslian (orisinilitas) hadis seorang muhaddis, terkadang sebagai muhaddis hanya mengutip pendapat ulama hadis sebelumnya dan bahkan juga terdapat ketidakjujuran dalam mengutip suatu pendapat. Muhaddis juga dapat melihat kecenderungan-kecenderungan dalam memahami hadis.
5. Dapat mengungkapkan sumber-sumber perbedaan pendapat di kalangan muhaddis atau perbedaan kelompok umat Islam, yang di dalamnya termsuk masing-masing muhaddis.
6. Dapat menjadi sarana pendekatan diantara berbagai aliran hadis dan juga dapat mengungkapkan kekeliruan muhaddis sekaligus mencari pandangan yang mendekati kebenaran. Dengan kata lain seorang muhaddis dapat melakukan kompromi dari pendapat-pendapat yang bertentangan atau bahkan mentarjih salah satu pendapat yang dianggap paling benar.
Kekurangan tafsir muqaran
1. Metode muqaran tidak dapat diberikan kepada pemula, Hal ini disebabkan pembahasan yang dikemukakan terlalu luas dan kadang-kadang terlalu ekstrim, konsekuensinya tentu akan menimbulkan kebingungan bagi mereka dan bahkan mungkin bisa merusak pemahaman mereka terhadap Islam secara universal.
2. Metode muqaran dapat diandalkan untuk menjawab problema-problema sosial yang sedang tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Hal ini disebabkan metode ini mengutamakan pemecahan masalah.
3. Metode muqaran terkesan lebih banyak menyelusuri hadis-hadis yang pernah diberikan ulama daripada mengemukakan pemahaman-pemahaman baru. Sebetulnya kesan seperti itu tidak akan muncul jika muhaddis kreatif, artinya pemahaman tidak hanya sekedar mengutip tetapi juga dapat mengaitkan dengan kondisi yang dihadapinya, sehingga menghasilkan sesuatu yang baru yang belum ada sebelumnya
d. Metode Maudhu’î (tematis).
1. Pengertian
Kata maudhu’î merupakan isim fail dari kata wadha’a yang artinya masalah atau pokok permasalahan. Tafsir maudhu’î sebagai salah salah satu metode tidak hanya berlaku dalam pemahaman al-Qur’an melainkan juga dapat diterapkan dalam pemahaman hadis.
Dilihat dari sisi metodologis, tafsir maudhu’î hadis merupakan pengembangan dari penyelesaian ikhtilaf al-hadis. Hanya saja dalam tafsir maudhu’î ini dalam proses pemahaman kasus atau tema tertentu melibatkan semua hadist yang setema atau berhubungan dengan hadis. Kemudian penyelesaian ikhtilaf hadis sesuai dengannamanya, hanya pada kasus-kasus yang memperlihatkannya perbedaan makna hadis. Sementara metode hadis maudhu’î lebih luas lagi, mencakup semua kasus yang tidak terlihat adanya ikhtilaf didalamnya.ini dilakukan untuk menemukan makna subtansial dari setiap kasus hadis yang dibahas dan dianalisis.
Jadi metode maudhu’î hadis yaitu suatu metode menghimpun hadis-hadis shahih yang topik pembahasanya sama. Dengan demikian, hal-hal yang subhat dapat di jelaskan dengan hal-hal yang muhkam. Hal-hal yang mutlaq dapat di batasi dengan hal yang muqqayad (terikat) dan hal-hal yang bermakna umum dapat ditafsirkan oleh hal-hal yang bermakna khusus ,sehingga makna yang di maksud oleh subjek tersebut menjadi jelas dan tidak bertentangan.
2. Ciri-ciri metode maudhu’î
a. Menghimpun hadis-hadis yang membicarakan satu topik tertentu atau permasalahan tertentu
b. Memahami makna dari masing-masing hadis
c. Memahami hadis secara komprehensif dengan menggunakan pendekatan tematik
3. Contoh
Berikut ini adalah metode maudhu’iy oleh Al-Qardhawi.
4. Adapun kelebihan metode maudhu’î
Kelebihan metode maudhu’î
a Sebagai di maklumi, hadis-hadis yang banyak dalam setiap kasus,sebagai dampak riwayat dengan makna atau cara rekam sahabat yang berbeda ataupun boleh jadi akibat penyampaian hadis yang berulang oleh Rasulullah. Memperlihatkan keragaman lafal atau redaksi-redaksi yang beragam, meskipun dari satu sisi merupakan pencetus kerumitan pemahaman,tetapi pada sisi lain merupakan kekayaan informasi yang memungkinkan para analisis untuk dapat melihat hadis dari segala sisi yang dimungkinkan oleh varian data. Ada hadis tertentu dalam kasus tertentu dan dalam riwayat tertentu memperlihatkan teks yang pendek. Sementara dalam riwayat lain dan kasus yang sama menampakan teks yang panjang. Kadangkala satu hadis oleh periwayatnya ikut merekam latarbelakang sejarah atau asbab al-wurud hadis, sementara pada hadis yang lain tidak di temukan tambahan informasi seperti itu. Dengan mempertimbangkan semua hadis yang ada dalam satu kasus, antara satu dan hadis lain dapat mendukung.tidak saja dalam penguatan sumber (kesyahihan hadis) melainkan juga dalam kejelasan makna.
b. Dengan pelibatan semua hadis dalam kasus tertentu,para analisis dengan pendekatan induktif dapat menemukan makna jami’ atau kully dari sejumlah hadis. Dalam pembahasan hadis jami’ di jelaskan bahwa dalam hadis tertentu terdapat lafal yang bermakna jami’. Lafal yang benuansa jami’ dapat menjadi primis mayor dan dengan pendekatan deduktif di kembangkan kepada kasus-kasus yang berhubungan,seperti yang terlihat pada hadis khamar.
c. Membuat pemahaman menjadi utuh. Dengan ditetapkannya judul-judul pembahasan yang akan dibahas, membuat pembahasan itu sempurna dan utuh, maksudnya penampilan tema suatu masalah serara utuh tidak terpisah-pisah bisa menjadi tolak ukur untuk mengetahui pandangan-pandangan hadis tentang suatu masalah.
Kekurangan metode maudhu’î
a. Memenggal hadis, maksdunya adalah metode ini mengambil satu kasus di dalam satu hadis atau lebih yang mengandung berbagai permasalahan.
b. Membatasi pembahasan hadis, dengan adanya penetapan judul di dalam pemahaman hadis, maka dengan sendirinya berarti membuat suatu permasalahan menjadi terbatas (sesuai dengan topiknya)
Penutup
1. Kesimpulan
Dalam memahami hadis ada beberapa metode yang digunakan oleh para ahli hadis, disetiap metode yang mereka gunakan tentulah memiliki kelemahan atau kekurangan begitu juga dengan kelebihan dari metode tersebut. Ada beberapa metode yang digunakan oleh ahli hadis dalam memahami hadis yaitu metode tahliliy (analitis), metode ijmaliy (global), Metode muqaran ( komparatif), metode maudhu’iy (tematis). Dari empat metode ini, para ulama hadis boleh menggunakan metode mana saja yang mereka inginkan dalam memahami hadis.
2. Saran
Sebelum mengakhiri penulisan ini, penulis bermohon agar rahmat Allah selalu menyertai penulis dan pembaca, dan kiranya Allah mengampuni segala kesalahan, baik tindakan, ucapan maupun tulisan. Kita juga bermohon kiranya Allah mengampuni ucapan yang tidak sesuai dengan pengamalan, atau tulisan yang tidak sesuai dengan kebenaran, demikian juga niat yang tidak dipenuhi dengan keikhlasan.
Selain itu penulis berharap juga kepada pembaca agar dapat memberikan sumbangsihnya dalam penulisan ini, berupa kritikan dan saran yang konstruktif sehingga penulisan ini dapat menjadi pengetahuan yang dapat dinikmati dan memberikan manfaat baik bagi penulis maupun pembaca.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-Asqalaniy Ahmad Ibn Ali Ibn Hajar (selanjutnya disebut Al-Asqalaniy), Fath al-Bariy bi Syarh Shahih al-Bukhari, Beirut : Dar al-Ma’rifah,t.th
Abu Al-Hadiy Abu Al-Hasan bin Al-Sindiy , Hasyiyah al-Sindiy ‘ala Ibn Majah, Kairo : Dar Ibn Katsir,t.th
Al-Munawwar Said Agil Husain dan Mustaqim Abdul, Asbab al-Wurud, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2001
Ali Nizar, Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan), Yogyakarta : center For Education Studies and Development YPI, 2001
Bukhari, Metode Pemahaman Hadis, Sebuah kajian Hermeneutik, Jakarta : Nuansa Madani, 1999
Hasan Fuad dan Koentjaraningrat, Beberapa asas Metodologi Ilmiah, Dalam Koentjaraningrat (ed), Metode-metode Penelitian Masyarakat,Jakarta : gramedia,1997
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka,2005
Munawwir Ahmad Warson, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya : Pustaka Progressif, 1997
#Fiqh Hadits
Sebagai sumber ajaran kedua dalam ajaran Islam, hadis merupakan penjelas terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal (global), ‘Amm (umum) dan yang muthlaq (tanpa batasan ). Bahkan secara mandiri hadis juga berfungsi sebagai penetap (muqarrir) suatu hukum yang belum ditetapkan oleh al-Qur’an.
Permasalahan seputar hadis, nampaknya selalu menarik untuk dikaji, baik yang menyangkut tentang kritik otentitas atau validitas (sanad dan matan ) maupun metodologi pemahaman hadis itu sendiri.
Ulama terdahulu telah banyak mencoba melakukan penafsiran atau pemahaman hadis yang terdapat dalam Kutub al-Sittah, yakni dengan menulis kitab syarh terhadap kitab tersebut. Meskipun demikian, upaya untuk menemukan metode yang diterapkan ulama dalam penyusunan kitab syarh hadis tersebut hampir-hampir tidak pernah tersentuh. Namun dari beberapa metode yang digunakan oleh para ulama dalam menyusun kitab syarh tersebut dapat diklasifikasikan beberapa metode pemahaman hadis, yakni metode tahliliy (analitis), metode ijmaliy (global), Metode muqaran ( komparatif), metode maudhu’iy (tematis).
B. METODE PEMAHAMAN HADIS
1. Pengertian
Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method, dan bahasa Arab menerjemahkannya dengan thariqat dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung arti : cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
Istilah pemahaman dalam hadis meliputi hal : menjelaskan maksud, arti, kandungan, atau pesan hadis dan disiplin ilmu lain. Jadi metode pemahaman hadis, adalah cara-cara yang diterapkan dalam memahami hadis.
Dilihat dari kecenderungan ulama dalam memahami hadis dapat diklasifikasikan kepada metode pemahaman hadis tradisionalis dan metode pemahaman hadis modernis. Yang dimaksud dengan pemahaman hadis tradisionalis adalah memahami hadis dengan pendekatan tekstual, dan kontekstual historis, metode ini dapat dipilah menjadi metode tahliliy (analitis), metode ijmaliy (global), metode muqaran ( komparatif), metode maudhu’iy (tematis).
2. Metode-metode Pemahaman hadis
a. Metode Tahliliy (analitis)
1. Pengertian
Metode tahliliy adalah memahami hadis-hadis Rasulullah dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam hadis-hadis yang dipahami serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan pensyarh yang memahami hadis-hadis tersebut.
Dalam menyajikan penjelasan atau komentar, seorang pensyarh hadis mengikuti sistematika hadis sesuai dengan urutan hadis yang terdapat dalam sebuah kitab hadis yang dikenal dari Kutub al-sittah atau kitab hadis lainnya.
Pensyarh memulai penjelasannya dari kalimat demi kalimat, hadis demi hadis secara berurutan. Uraian tersebut kata, konotasi kalimatnya, latarbelakang turunnya hadis (jika ditemukan ), kaitannya dengan hadis lain, dan pendapat-pendapat yang beredar disekitar pemahaman hadis tersebut, baik yang berasal dari sahabat, para tabi’in maupun para ulama hadis.
2. Ciri-ciri metode tahliliy
Secara umum kitab-kitab syarh yang menggunakan metode tahliliy biasanya berbentuk ma’tsur (riwayat) atau ra’yu (pemikiran rasional). Syarh yang berbentuk ma’tsur ditandai dengan banyaknya dominasi riwayat-riwayat yang datang dari sahabat, tabi’in atau ulama hadis. Sementara syarh yang berbentuk ra’yu banyak di dominasi oleh pemikiran rasional pensyarhnya.
Kitab-kitab syarh yang menggunakan metode tahliliy mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pensyarhan yang dilakukan menggunakan pola menjelaskan makna yang terkandung di dalam hadis secara komprehensif dan menyeluruh.
b. Dalam pensyarhan, hadis dijelaskan kata demi kata, kalimat demi kalimat secara berurutan serta tidak terlewatkan juga menerangkan sabab al-wurud dari hadis-hadis yang dipahami jika hadis tersebut memiliki sabab al-wurudnya.
c. Diuraikan pula pemahaman-pemahaman yang pernah disampaikan oleh para sahabat, tabi’in dan para ahli syarh hadis lainnya dari berbagai disiplin ilmu
d. Di samping itu dijelaskna juga munasabah (hubungan ) antara satu hadis dengan hadis lain
e. Selain itu, kadang kala syarh dengan metode ini diwarnai kecenderungan pensyarh pada salah satu mazhab tertentu, sehingga timbul berbagai corak pensyarhan, seperti corak fiqhy dan corak lain yang dikenal dalam bidang pemikiran Islam.
3. Contoh
Dalam kitab syarh Fath al-Bariy bi Syarh Shahih al-Bukhari,Ahmad ibn Ali Ibn Hajar Al-Asqalaniy, memaparkan sebagai berikut :
Dari kutipan syarh di atas dapat diketahui bahwa, dalam menerangkan hadis, pensyarh mengemukakan analisis tentang periwayat (rawi) sesuai dengann urutan sanad, sabab al-wurud, juga menyajikan hadis atau riwayat lain yang berhubungan dengan hadis tersebut. Bahkan ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan hadis
Pensyarh menggunakan riwayat-riwayat dari ulama. Syarh banyak didominasi oleh pendapat mereka, sehingga dari uraian yang demikian panjang, pendapat dari pensyarh hampir tidak ditemukan. Selain itu juga, disajikan penjelasan kosa kata yang terdapat didalamnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa meskipun syarh yang memakai metode analitis ini mengandung uraian yang lebih rinci, namun karena berbentuk al-ma’tsur, pendapat dari pensyarh sulit ditemukan. Inilah salah satu ciri utama yang membedakan dengan syarh bi al-ra’yi
3. Kelebihan dan kekurangan metode tahliliy
Adapun kelebihan metode ini adalah :
a. Ruang lingkup pembahasan yang luas. Metode tahliliy mempunyai ruang lingkup yang luas. Diantara ruang lingkupnya adalah pembahasan kata, kalimat, asbab al-wurud.
b. Deskripsi berbagai ide yang cukup banyak. Syarh dengan metode tahliliy ini memberikan kesempatan yang luas kepada pensyarh untuk mencurahkan ide-ide dan gagasan dalam syarh hadis, itu berarti pola pensyarh metode ini dapat menampung berbagi ide pensyarah. Dengan di bukanya pintu bagi pensyarh untuk mengemukakan pemikiran-pemikiranya dalam mensyarh hadis, maka lahirlah kitab syarh yang berjilid-jilid seperti Fath al-Bari Bi Syarh Sahih al-Bukhari.
Adapun kekurangan dari metode tahliliy ini adalah :
1. Menjadikan petunjuk hadis bersifat parsial atau terpecah-pecah. Sehingga terasa seakan-akan hadis memberikaan pedoman secara tidah utuh dan tidak konsisten karena syarh yang di berikan pada suatu hadis berbeda dari syarh yang di berikan pada hadis-hadis lain yag sama karena kurang memperhatikan hadis-hadis lain yang mirip atau sama dengannya.
2. Melahirkan syarh yang subjektif. Pensyarh tidak sadar bahwa dia telah mensyarah hadis secara subjektif, dan tidak mustahil pula ada di antara mereka yang mensyarh hadis sesuai dengan kemauan hawa nafsunya tanpa mengindahkan kaedah-kaedah atau norma-norma yang berlaku. Hal itu di mungkinkan karena metode tahliliy membuka pintu untuk yang demikian. Di dalam pensyarhan Al-Asqalani yang telah dikutip di atas misalnya, terkesan di pengaruhi oleh sikap subjektifnya sebagai ulama hadis. Diantara contohnya adalah deskripsi hadis tentang kepemimpinan perempuan dalam kitab yang di syarh dan kecenderungannya dengan mazhab sunni yang mengharamkan mut’ah dengan tidak mendalami lebih jauh substansi yang terkandung di dalam pembolehan dan pelarangan yang berulang kali tersebut. Namun sebagai seorang ahli hadis, sangat logis bila Al-Asqalani mensyarh hadis melalui riwayat, karena diantara tugas muhaddis adalah menyampaikan informasi sebanyak dan seluas mungkin tentang hadis-hadis nabi.
Dari kenyataan ini dapat dipahami bahwa, akibat dari sikap subjektif itu, syarh menjadi kurang tepat, sehingga maksud hadis berubah. Terjadinya hal demikian dapat disebut sebagai konsekuensi logis dari metode tahliliy, karena di dalam metode ini tidak ada ketentuan yang mengatur kearah mana dan bagaimana seharusnya pensyarh berbuat agar dia tidak terjerumus ke dalam syarh-syarh yang keliru. Sikap subjektif dari pensyarh dalam metode tahliliy memang mendapat tempat yang luas. Dikarenakan menonjolnya sikap subjektif pensyarh, inilah salah satu penyebab yang membuat metode tahliliy ini menjadi lemah. Khususnya analisis dalam bentuk ra’yu semata, yakni syarh yang tidak didukung oleh argumen-argumen yang kuat dan tidak dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah.
b. Metode Ijmaliy (global)
1. Pengertian
Metode Ijmaliy adalah suatu metode dengan pemahaman hadis dengan secara ringkas, tapi dapat mempresentasikan makna literal hadis dengan bahasa yang mudah dimengerti.
2. Ciri-ciri metode Ijmaliy
a. Pensyarh langsung melakukan penjelasan hadis dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul
b. Penjelasan umum dan sangat ringkas.
Pensyarh tidak memiliki ruang untuk mengemukakan pendapat sebanyak-banyaknya. Namun demikian, penjelasan terhadap hadis-hadis tertentu juga diberikan agak luas, tetapi tidak seluas metode tahliliy
Namun perlu diingat bahwa ciri metode ijmaliy ini tidak terletak pada jumlah hadis-hadis yang disyarhkan, apakah keseluruhan kitab atau sebagain saja. Yang menjadi tolak ukur adalah pola atau sistematika pembahasan. Selama pensyarh hanya mensyarh hadis secara singkat, maka dapat dikategorikan dalam syarh global.
3. Contoh
Dalam kitab syarh hadis Hasyiyah al-Sindiy dijelaskan sebagai berikut :
قوله (بضع وستون الخ)
البضع والبضعة بكسر الباء وحكي فتحها القطعة من الشيء وهو في العدد ما بين الثالث الى التسع وهو الصحيح لانه قطعة من العدد والمراد من الابواب الخصال وهذا كناية عن اكثيرة فاءن اسماء العدد كثير ما يحيء كذلك فليرد ان العدد قد جاء في بيان الابواب مختلف
قوله (ادناها) اى دونها مقدارا
واماطة الشيء عن الشيء ازالته عنه وادهابه والمراد بلا اله الا الله محمد رسول الله مجموع الشهادتين عن صدق قلب او الشهادة بالتوحيد فقط لكن عن صدق على ان الشهادة بالرسالة
قوله (والحياء)
بالمد لغة تغير وانكسار يعترى المؤمن خوف ما يعاب به وفي الشرع خلق يبعث على اجتناب القبيح ويمنع من التقصير في حق ذى الحق والمراد هنااستعمال هذا جلق على قاعدة الشرع وقيل الحياء نوعان نفساني وايماني فالنفساني الجبلى الذي خلقه الله في نفوس كالحياء من كشف العورة ومباشرة المراة بين الناس حتى نفوس الكفر والايماني ما يمنع الشخص من فعل القبيح بسبب الايمان كالزنا وشرب الخمر وغير ذلك من القباءح وهدا هو المراد فى الحديث والشعبة غصن الشجرة وفرع كل اصل والتنكير فيها لتعظيم اى شعبة عظيمة بانه يمنع تمام المعاصى
4. Adapun Kelebihan dan kekurangan metode ijmaliy
Kelebihan metode ijmaliy
1. Praktis dan padat
Metode ini terasa lebih praktis dan singkat sehingga dapat segera diserap oleh pembacanya.
2. Bahasa mudah dipahami
Pensyarh langsung menjelaskan kata atau maksud hadis dengan tidak mengemukakan idea atau pendapatnya secara pribadi.
3. Bebas dari israiliyyat.
Oleh karena singkatnya penjelasan yang diberikan, metode ijmaliy relatif lebih murni dan terbebas dari pemikiran-pemikiran israiliyyat. Metode ini juga dapat membendung pemikiran-pemikiran yang terlalu jauh dari pemahaman hadis
4. Akrab dengan bahasa hadis. Uraian yang dimuat dalam metode ini singkat dan padat
Kekurangan metode ijmaliy
1. Menjadikan petunjuk hadis parsial
Metode ini tidak mendukung pemahaman hadis secara utuh dan dapat dijadikan petunjuk hadis bersifat parsial, tidak terkait satu dengan yang lain, sehingga hadis yang bersifat umum atau samar tidak dapat diperjelas dengan hadis yang sifatnya rinci.
2. Tidak ada ruang untuk menggunakan analisis yang memadai
Metode ini tidak menyediakan ruangan yang memuaskan berkenaan dengan wacana pluralitas pemahaman suatu hadis. Namun inilah ciri khas metode ijmaliy yang jika pensyarh tidak konsisten dengan pola ini maka ia otomatis akan keluar dari ranah metode ijmaliy.
c. Metode Muqaran (komperatif)
1. Pengertian
Kata muqaran merupakan masdar dari kata qarana-yaqarinu-muqaranah yang berarti perbandingan ( komperatif). Metode muqaran adalah metode memahami hadis dengan cara : (1) membandingkan hadis yang memiliki redaksi yang sama atau mirip dalam kasus yang sama atau memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang sama. (2) Membandingkan berbagai pendapat ulama syarh dalam mensyarh hadis. Jadi metode ini dalam memahami hadis tidak hanya membandingkan hadis dengan hadis lain, tetapi juga membandingkan pendapat ulama ( pensyarh) dalam mensyarh hadis.
Diantara kitab syarh hadis yang menggunakan metode muqaran ini adalah Shahih Muslim bi Syarh Al-Nawawiy karya Imam Nawawiy, Umdah Al-Qary Syarh Shahih al-Bukhari karya Badr Al-Din Abu Muhammad Mahmud al-Ainiy, dan lain-lain.
Ruang lingkup atau wilayah kajian dari masing-masing aspek itu berbeda-beda. Ada yang berhubungan dengan kajian redaksi dan kaitannya dengan konotasi kata atau kalimat yang dikandungnya, dan ada yang menguraikan berbagai aspek, baik yang menyangkut kandungan ( makna) hadis maupun korelasi antara hadis dengan hadis.
2. Ciri-ciri metode muqaran
Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan beberapa ciri-ciri metode ini sebagai berikut:
a. Membandingkan analitis redaksional dan perbandingan periwayat, serta kandungan makna dari masing-masing hadis yang di perbandingkan.
b. Membahas perbandingan berbagai hal yang dibicarakan oleh hadis tersebut.
c. Perbandingan pendapat para pensyarh mencakup ruang lingkup yang sangat luas, karena uraiannya membicarakan berbagai aspek, baik menyangkut kandungan (makna) hadis maupun korelasi (munasabah) antara hadis dengan hadis.
Jadi, ciri utama metode ini adalah perbandingan, yang mencakup dua sasaran yakni membandingkan hadis dengan hadis dan pendapat ulama syarh dalam mensyarh hadis.
3. Contoh
Diantara kitab yang menggunakan syarh muqaran adalah Umdah al-Qary Syarh Shahih al-Bukhari Karya Badr Al-Din Abu Muhammad Mahmud Bin Ahmad Al-‘Aini. Berikut ini adalah syarhnya tentang hadis.
"انما الاعمال بانيات"
حدثنا الحميدى عبد الله بن الزبير قال حدثنا يحي بن سعيد الانصاري قال اخبرني محمد بن ابن ابراهيم التيمي انه سمع علقة بن وقاص الليثيي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه على المنبر قال علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول انما الاعمال بانيات ولكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته الى الله و رسوله فهجرته الى الله و رسول ومن كانت هجرته الى دنيا يصيبها او امراة يتزوجها فهجرته الى ما هجر اليه قد حصل من الطرق المذكورة اربع الفاظ " انما الاعمال بانيات" و "الا عمال بالنية" العمل بالنية" وادعى النووي في تلخصه قلتهاز والربع "الا عمال بالنية" واورده القضاعي في شهاب بلفظ "الاعمال بانيات" بخذف "انما" و الحافظ ابو موس الاصبهاني : لا يصح اسندها واقره النووي على ذلك تلخيصه وغيره وهو غريب منهما وهي رواية صحيحة اخرجهاابن حبان فى صحيحة واورده الرافعى في شرحه الكبير بلفظ اخر غريب وهو " ليس للمرء من عمله الا نواه" وفي البيهقي فى حديث اخر مرفوعا "لا عمل لمن لا نية له لكن اسنا ده جهالة
الاول : احتجت الاءمة الثلاثة فى وجوب النية فى الوضوء والغسل فقالوا : التقدير فيه صحة الاعمال بالنيات والالف و للام فيه لا ستغرا ق الجنس فيدخل فيه جميع الاعمال من الصوم والصلاة والزكاة والوضوء و من الثاني ان النيات انما تكون مقبولة اذا كانت مقرونة بالاخلاص انتهىس وذهب ابو حنيفة و ابو يوسف ومحمد و زفر والنواوى و الاوزاعى والحسن بن حي و مالك فى رواية الى ان الوضوء الا يحتاج الى نية وكذلك الغسل وزاد الاوزاعى والحسى التيمم وقال عطاء و مجاهد : لا يحتاج صيام رمضان الى نية الا ان يكون مسافرا اومريضا الثاني احتجت ابو حنيفة و ملك واحمد فى ان احرم بالحج فى غير اشهر الحج انه لا ينعقد عمرة لانه ينوها فاءنم له ما نواه وهو احد اقوال الشافعى ان الاءمة الثلاثة قالوا : ينقد احرامه بالحج ولكنه يكره ولم يختلف قول الشافعى لا ينعقد بالحج
Syarh di atas diawali dengan menjelaskan pemakaian mufradat, urutan kata,dan kemiripan redaksi. Jika yang akan dibandingkan adalah kemiripan redaksi. Maka langkah yang ditempuh seperti : mengidentifikasi dan menghimpun hadis yang redaksinya bermiripan, membandingkannya,menganalisa perbedaan, membandingkan pendapat ulama tentang hadis yang dijadikan objek bahasan.
4.Kelebihan Dan Kekurangan Tafsir Muqaran (Komperatif)
Adapun Kelebihan tafsir muqaran
1. Memberikan wawasan relatif lebih luas. Dengan melakukan pemahaman dengan menggunakan metode muqaran ini akan terlihat bahwa suatu hadis dapat ditinjau dari berbagai ilmu pengetahuan, sesuai dengan keahlian muhaddisinnya. Dengan demikian terasa bahwa hadis tidaklah sempit, melainkan sangat luas dan dapat menampung berbagai ide dan pendapat.
2. Membuka pintu untuk bersikap toleran. Metode ini membimbing kita untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang terkadang jauh berbeda atau bahkan kontradiktif dengan pendapat kita. Dengan demikian dapat mengurangi fanatisme yang berlebihan kepada suatu hadis atau golongan tertentu. Sehingga umat terutama yang membaca hadis yang muqaran terhindar darik sikap ekstrim yang dapat merusak persatuan dan kesatuan umat. Hal ini dimungkinkan karena pemahaman dengan metode muqaran memberi berbagai alternatif pemikiran.
3. Membuktikan bahwa hadis-hadis tidak ada yang bertentangan dengan al-Qur’an karena hadis merupakan penjelas (mubayyin). Nabi Muhammad SAW itu sendiri sebagai sumber hadis dalam segala aktifitas dan sikapnya selalu berdasarkan al-Qur’an.
4. Dapat mengungkapkan keorisinalitas dan objektifitas muhaddis. Dengan melakukan perbandingan antara hadis satu dengan hadis yang lainnya yang memiliki tema yang sama, maka kita dapat menemukan keaslian (orisinilitas) hadis seorang muhaddis, terkadang sebagai muhaddis hanya mengutip pendapat ulama hadis sebelumnya dan bahkan juga terdapat ketidakjujuran dalam mengutip suatu pendapat. Muhaddis juga dapat melihat kecenderungan-kecenderungan dalam memahami hadis.
5. Dapat mengungkapkan sumber-sumber perbedaan pendapat di kalangan muhaddis atau perbedaan kelompok umat Islam, yang di dalamnya termsuk masing-masing muhaddis.
6. Dapat menjadi sarana pendekatan diantara berbagai aliran hadis dan juga dapat mengungkapkan kekeliruan muhaddis sekaligus mencari pandangan yang mendekati kebenaran. Dengan kata lain seorang muhaddis dapat melakukan kompromi dari pendapat-pendapat yang bertentangan atau bahkan mentarjih salah satu pendapat yang dianggap paling benar.
Kekurangan tafsir muqaran
1. Metode muqaran tidak dapat diberikan kepada pemula, Hal ini disebabkan pembahasan yang dikemukakan terlalu luas dan kadang-kadang terlalu ekstrim, konsekuensinya tentu akan menimbulkan kebingungan bagi mereka dan bahkan mungkin bisa merusak pemahaman mereka terhadap Islam secara universal.
2. Metode muqaran dapat diandalkan untuk menjawab problema-problema sosial yang sedang tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Hal ini disebabkan metode ini mengutamakan pemecahan masalah.
3. Metode muqaran terkesan lebih banyak menyelusuri hadis-hadis yang pernah diberikan ulama daripada mengemukakan pemahaman-pemahaman baru. Sebetulnya kesan seperti itu tidak akan muncul jika muhaddis kreatif, artinya pemahaman tidak hanya sekedar mengutip tetapi juga dapat mengaitkan dengan kondisi yang dihadapinya, sehingga menghasilkan sesuatu yang baru yang belum ada sebelumnya
d. Metode Maudhu’î (tematis).
1. Pengertian
Kata maudhu’î merupakan isim fail dari kata wadha’a yang artinya masalah atau pokok permasalahan. Tafsir maudhu’î sebagai salah salah satu metode tidak hanya berlaku dalam pemahaman al-Qur’an melainkan juga dapat diterapkan dalam pemahaman hadis.
Dilihat dari sisi metodologis, tafsir maudhu’î hadis merupakan pengembangan dari penyelesaian ikhtilaf al-hadis. Hanya saja dalam tafsir maudhu’î ini dalam proses pemahaman kasus atau tema tertentu melibatkan semua hadist yang setema atau berhubungan dengan hadis. Kemudian penyelesaian ikhtilaf hadis sesuai dengannamanya, hanya pada kasus-kasus yang memperlihatkannya perbedaan makna hadis. Sementara metode hadis maudhu’î lebih luas lagi, mencakup semua kasus yang tidak terlihat adanya ikhtilaf didalamnya.ini dilakukan untuk menemukan makna subtansial dari setiap kasus hadis yang dibahas dan dianalisis.
Jadi metode maudhu’î hadis yaitu suatu metode menghimpun hadis-hadis shahih yang topik pembahasanya sama. Dengan demikian, hal-hal yang subhat dapat di jelaskan dengan hal-hal yang muhkam. Hal-hal yang mutlaq dapat di batasi dengan hal yang muqqayad (terikat) dan hal-hal yang bermakna umum dapat ditafsirkan oleh hal-hal yang bermakna khusus ,sehingga makna yang di maksud oleh subjek tersebut menjadi jelas dan tidak bertentangan.
2. Ciri-ciri metode maudhu’î
a. Menghimpun hadis-hadis yang membicarakan satu topik tertentu atau permasalahan tertentu
b. Memahami makna dari masing-masing hadis
c. Memahami hadis secara komprehensif dengan menggunakan pendekatan tematik
3. Contoh
Berikut ini adalah metode maudhu’iy oleh Al-Qardhawi.
4. Adapun kelebihan metode maudhu’î
Kelebihan metode maudhu’î
a Sebagai di maklumi, hadis-hadis yang banyak dalam setiap kasus,sebagai dampak riwayat dengan makna atau cara rekam sahabat yang berbeda ataupun boleh jadi akibat penyampaian hadis yang berulang oleh Rasulullah. Memperlihatkan keragaman lafal atau redaksi-redaksi yang beragam, meskipun dari satu sisi merupakan pencetus kerumitan pemahaman,tetapi pada sisi lain merupakan kekayaan informasi yang memungkinkan para analisis untuk dapat melihat hadis dari segala sisi yang dimungkinkan oleh varian data. Ada hadis tertentu dalam kasus tertentu dan dalam riwayat tertentu memperlihatkan teks yang pendek. Sementara dalam riwayat lain dan kasus yang sama menampakan teks yang panjang. Kadangkala satu hadis oleh periwayatnya ikut merekam latarbelakang sejarah atau asbab al-wurud hadis, sementara pada hadis yang lain tidak di temukan tambahan informasi seperti itu. Dengan mempertimbangkan semua hadis yang ada dalam satu kasus, antara satu dan hadis lain dapat mendukung.tidak saja dalam penguatan sumber (kesyahihan hadis) melainkan juga dalam kejelasan makna.
b. Dengan pelibatan semua hadis dalam kasus tertentu,para analisis dengan pendekatan induktif dapat menemukan makna jami’ atau kully dari sejumlah hadis. Dalam pembahasan hadis jami’ di jelaskan bahwa dalam hadis tertentu terdapat lafal yang bermakna jami’. Lafal yang benuansa jami’ dapat menjadi primis mayor dan dengan pendekatan deduktif di kembangkan kepada kasus-kasus yang berhubungan,seperti yang terlihat pada hadis khamar.
c. Membuat pemahaman menjadi utuh. Dengan ditetapkannya judul-judul pembahasan yang akan dibahas, membuat pembahasan itu sempurna dan utuh, maksudnya penampilan tema suatu masalah serara utuh tidak terpisah-pisah bisa menjadi tolak ukur untuk mengetahui pandangan-pandangan hadis tentang suatu masalah.
Kekurangan metode maudhu’î
a. Memenggal hadis, maksdunya adalah metode ini mengambil satu kasus di dalam satu hadis atau lebih yang mengandung berbagai permasalahan.
b. Membatasi pembahasan hadis, dengan adanya penetapan judul di dalam pemahaman hadis, maka dengan sendirinya berarti membuat suatu permasalahan menjadi terbatas (sesuai dengan topiknya)
Penutup
1. Kesimpulan
Dalam memahami hadis ada beberapa metode yang digunakan oleh para ahli hadis, disetiap metode yang mereka gunakan tentulah memiliki kelemahan atau kekurangan begitu juga dengan kelebihan dari metode tersebut. Ada beberapa metode yang digunakan oleh ahli hadis dalam memahami hadis yaitu metode tahliliy (analitis), metode ijmaliy (global), Metode muqaran ( komparatif), metode maudhu’iy (tematis). Dari empat metode ini, para ulama hadis boleh menggunakan metode mana saja yang mereka inginkan dalam memahami hadis.
2. Saran
Sebelum mengakhiri penulisan ini, penulis bermohon agar rahmat Allah selalu menyertai penulis dan pembaca, dan kiranya Allah mengampuni segala kesalahan, baik tindakan, ucapan maupun tulisan. Kita juga bermohon kiranya Allah mengampuni ucapan yang tidak sesuai dengan pengamalan, atau tulisan yang tidak sesuai dengan kebenaran, demikian juga niat yang tidak dipenuhi dengan keikhlasan.
Selain itu penulis berharap juga kepada pembaca agar dapat memberikan sumbangsihnya dalam penulisan ini, berupa kritikan dan saran yang konstruktif sehingga penulisan ini dapat menjadi pengetahuan yang dapat dinikmati dan memberikan manfaat baik bagi penulis maupun pembaca.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-Asqalaniy Ahmad Ibn Ali Ibn Hajar (selanjutnya disebut Al-Asqalaniy), Fath al-Bariy bi Syarh Shahih al-Bukhari, Beirut : Dar al-Ma’rifah,t.th
Abu Al-Hadiy Abu Al-Hasan bin Al-Sindiy , Hasyiyah al-Sindiy ‘ala Ibn Majah, Kairo : Dar Ibn Katsir,t.th
Al-Munawwar Said Agil Husain dan Mustaqim Abdul, Asbab al-Wurud, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2001
Ali Nizar, Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan), Yogyakarta : center For Education Studies and Development YPI, 2001
Bukhari, Metode Pemahaman Hadis, Sebuah kajian Hermeneutik, Jakarta : Nuansa Madani, 1999
Hasan Fuad dan Koentjaraningrat, Beberapa asas Metodologi Ilmiah, Dalam Koentjaraningrat (ed), Metode-metode Penelitian Masyarakat,Jakarta : gramedia,1997
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka,2005
Munawwir Ahmad Warson, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya : Pustaka Progressif, 1997
0 Comment