Friday, May 4, 2012


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan suatu jalan yang diberikan oleh Islam untuk menghubungkan antara laki-laki dan perempuan guna menyalurkan naluri seks yang dimiliknya, agar tidak terjadi pergaulan secara bebas antara laki-laki dan perempuan, dan juga suatu jalan yang diberikan untuk memelihara diri dari perbuatan maksiat, dimana perbuatan itu sangat dibenci oleh Allah.
Oleh sebab itu Islam sangat menganjurkan perkawinan, karena perkawinan merupakan salah satu bentuk ibadah dan juga sebagai bukti keta’atan seseorang kepada Allah. Disamping itu dengan perkawinan  akan timbul rasa kasih sayang dan ketenteraman yang diinginkan oleh setiap orang.
Maka dari itu Allah dan Rasul-Nya melalui al-Qur’an dan Sunnah telah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk menjalankan perkawinan sesuai dengan apa yang telah disyari’atkan, diantaranya yang terdapat dalam surat ar-Rum ayat 21:
ومن أياته أن خلق لكم  من أنفسكم اذوا جا لتسكنوا إليها وجعل بينكم مودة ورحمة إن في ذلك لأيات لقوم يتفكرون (الروم : 21)

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaannya ialah Dia yang menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cendrung dan merasa tentaram kepadanya. Juga dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mau berfikir”. (ar-Rum : 21)

            Begitulah Allah memperhatikan hamba-Nya dengan menciptakan istri-istri untuk mereka. Dan disamping itu Nabi pun juga memerintahkan kepada umatnya untuk melakukan perkawinan dengan kemampuan yang dimiliki, baik kemampuan lahir maupun batin, sebagaimana terdapat dalam sabdanya:
عن عبد الله بن مسعود رضي الله تعالىعنه قال لنارسول الله ص م يا معشرالشباب من الستطاع منكم البأه فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحسن للفرجٍٍٍ ومن لم يستطع فعليه باالصوم فإنه له وجا، [متفق عليه]

“Dari Abdullah Bin Mas’ud RA berkata: Rasulullah SAW bersabda : Hai para pemuda siapa diantara kamu yang telah mampu kawin, hendaklah melaksanakan perkawinan, krena perkawinan itu lebih memejamkan mata dan lebih memelihara farj. Dan siapa yang belum mampu maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu merupakan obat baginya”. (H.R Muttafaqun Alaih)[1]


            Berdasarkan al-Qur’an dan Hadis Nabi tersebut perkawinan bertujuan untuk menjalin ikatan kekeluargaan, keluarga antara suami dan keluarga istrinya, untuk memperkuat ikatan kasih sayang sesama mereka, karena keluarga yang diikat oleh cinta kasih adalah keluarga yang kokoh dan bahagia.[2]
            Adapun tujuan lain dari perkawinan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.       Untuk menenteramkan jiwa dan menanamkan kasih sayang.
2.       Untuk melanjutkan keturunan.
3.       Untuk memelihara diri dari perbuatan zina.

Dengan demikian tujuan perkawinan adalah untuk memperoleh keturunan dan memenuhi kebutuhan biologis secara halal, supaya tidak keluar dari koridor Islam dan unutk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah.
Apabila keharmonisan dan ketentraman yang dicita-citakan dalam perkawinan tidak dapat diwujudkan lagi, atau didalam rumah tangga terdapat permasalahan yang tidak dapat diperbaiki lagi karena  disebabkan oleh beberapa hal, maka untuk itu Allah memberikan suatu penyelesaian yaitu melalui jalur Talak.
Talak merupakan alternatif terakhir jika tidak ada kemungkinan perbaikan hubungan perkawinan tersebut, walaupun itu sangat dibenci Allah. Sebagaimana terdapat didalam Hadis Nabi SAW yang berbunyi:
عن ابن عمر أن رسو ل الله ص قال: ابغض الحلا ل إلى الله الطلا ق، .,{رواه ابوداودوإبن ما جه ل}

“Dari Ibn Umar RA, berkata: Rasulullah saw Bersabda: Perbuatan yang halal dan yang sangat dibenci Allah adalah talak” (H.R Abu Daud dan Ibn Majah)[3]

Walaupun talak ini dibolehkan, tetapi dalam pelaksanaan harus memiliki alasan-alasan yang jelas. Dan juga harus melalui aturan-aturan tertentu atau melalui prosedur-prosedur yang telah digariskan. Prosedur-prosedur tersebut telah diatur dalam Fikih maupun dalam Undang-Undang perkawinan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dan terkhusus telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam yang berlaku bagi umat Islam. Dengan ketentuan yang dikeluarkan tersebut akan mempersulit terjadinya perceraian antara suami-istri dalam kehidupan berumah tangga. 
Suatu perkawinan baru dapat dibubarkan apabila suami-istri tidak dapat didamaikan lagi dan memiliki alasannya yang jelas, misalnya istri lalai menjalankan kewajiban, istri buruk akhlaqnya dan sebagainya yang menyebabkan ikatan perkawinan tidak dapat dipertahankan lagi.Dan KHI pun telah memaparkan secara jelas  alasan-alasannya, sehingga dapat dilangsungkan perceraian, sebagaimana terdapat dalam Pasal (116) KHI diantaranya disebutkan salah satu pihak berbuat zina, antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, sehingga tidak ada harapan rukun kembali, suami melanggar ta’lik talakdan seterusnya sebagaimana yang dicantumkan didalamnya..
Didalam pelaksanaan atau tata cara perceraian ini telah diatur didalam fikih dan UU No. 1 1974 yang berlaku bagi masyarakat Indonesia, serta KHI yang berlaku bagi umat Islam. Walaupun KHI merupakan rangkuman  dari Mazhab-mazhab fikih, yang merupakan salah satu sumbernya dalam perumusan KHI namun masih juga terdapat perbenturan dengan fikih yang dipakai oleh masyarakat.
Dalam hal ini penulis melihat perbenturan tersebut pada pelaksanaan talak. Di dalam fikih dikatakan bahwa syarat dari sebuah talak harus terpenuhi rukun dan syaratnya. Adapun yang menjadi rukun dari talak adalah; orang yang menjatuhkan talak yaitu suami, orang yang dijatuhi talak yaitu istri dan sighat talak[4]
Maka jelaslah bahwa dalam talak terdapat tiga syarat yaitu: Suami atau wakilnya, istri dan sighat. Dan untuk masing-masingnya juga dijelaskan secara rinci dan jelas, sehingga talak tersebut dapat dijatuhkan. Bahkan ada suatu pendapat yaitu pendapat jumhur yang mengatakan bahwa talak dengan main-main pun jatuh talaknya.
Sementara dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 pasal 39 ayat (1) dan juga merupakan isi dari KHI pasal 115 dinyatakan bahwa “Perceraian hanya dapat ddilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak” [5]. Dan disamping itu juga terdapat pada pasal 123 KHI yang berbunyi “ Perceraian itu terjadi terhitung pada sa’at perceraian itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan”.[6]
Dari perbenturan tersebut dapat disimpulkan bahwa jatuhnya talak berdasarkan fikih yaitu apabila telah terpenuhinya rukun dan syaratnya yaitu suami, istri dan sighat talak. Sedangkan menurut UU No. 1 1974 dan KHI talak tersebut harus dijatuhkan didepan Pengadilan dan terhitung jatuhnya ketika Pengadilan menetapkan perceraian anatara suami istri dan pada akhirnya akan dicatatkan sebagai bukti perceraian.
Maka terkait dengan pelaksanaan atau tatacara talak yang dijumpai adanya perbedaan antara Fikih dan Undang-Undang perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam, menimbulkan pelaksanaan yang berbeda pula ditengah masyarakat. Dan ini terbukti masih adanya masyarakat yang melakukan talak di luar Pengadilan, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang perkawinan yang berlaku di Indonesia yang merupakan Negara Hukum.
Sehubungan dengan itu penulis melihat hal tersebut, juga terjadi di masyarakat Kanagarian Panampuang..Oleh karena itu Penulis ingin meneliti dan mengetahui pandangan dan pendapat masyarakat Kanagarian Panampuang tentang talak yang dilakukan tidak sesuai dengan KHI tersebut yaitu talak diluar pengadilan agama. Karena itu Penulis mencoba mengangkat masalah ini kedalam sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi, dengan judul:  PERSEPSI MASYARAKAT KANAGARIAN PANAMPUANG  TENTANG  TALAK  DILUAR PENGADILAN AGAMA. 

B. Rumusan dan Batasan  Masalah.
            Bertitik tolak dari latar belakang diatas, maka yang ingin diketahui melalui penelitian ini adalah bagaimana pendapat atau pandangan masyarakat (pemuka masyarakat, pemuka adat, pemuka agama dan masyarakat) terhadap talak yang terjadi diluar pengadilan.

C. Penjelasan Judul.
            Untuk menghindari kesalahan dalam pembahasan ini, maka perlu diberi penjelasan terhadap judul yang dibahas yaitu sebagai berikut: 
Persepsi                   : Tanggapan ( penerimaan ) langsung dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indera.
Kanagarian Panampuang : Suatu wilayah atau tempat yang terdapat di Kecamatan Ampek Angkek.
Talak                       :
حل رابطة الزواج وإنهاءالعلاقة الزوجية

“ Menjadikan hubungan ( perkwinan ) dari suami terlepas dari istri”

Jadi maksud judul secara keseluruhan adalah tanggapan atau pandangan masyarakat Kanagarian Panampuang tentang talak yang terjadi diluar Pengadilan atau tidak dihadapan Pengadilan
.
D. Tujuan dan Kegunaan.
1.       Tujuan penulisan ini adalah:
Ingin mengetahui tanggapan atau pandangan masyarakat Kanagarian Panampuang tentang talak yang terjadi diluar pengadilan atau yang terjadi bukan didepan sidang Pengadilan.
2.       Kegunaan dari penulisan ini adalah :
a.       Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan bagi              masyarakat.
b.       Sebagai sumbangan bagi praktisi hukum tentang proses talak yang terjadi di masyarakat.
c.       Untuk mengembangakan buah pikiran secara ilmiah yang didapat di perkuliahan.
d.      Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar kesarjanaan strata satu (S1)pada program studi Ahwal al-Syakhshiyah jurusan Syari’ah STAIN Sjech M. Djamil Djambek  Bukittinggi.

E. Metode Penelitian.
1.       Sifat Penelitian.
a.       Penelitian kepustakaan, yaitu dengan membaca beberapa buku atau literatur yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
b.       Penelitian lapangan ( field research )
Yaitu dengan mengadakan penelitian dan pengabaran yang terjadi dilapangan.
2.       Lokasi Penelitian.
Dalam penelitian ini penulis memusatkan penelitian di KanagarianPanampuang yang merupakan salah satu nagari di kecamatan Ampek Angkek. Adapun alas an penulis memilih lokasi ini adalah, karena di Kanagarian Panampuang, menurut observasi awal penulis masih ditemukan terjadinya perceraian tidak melalui sidang Pengadilan.
3.       Populasi dan sampel Penelitian.
Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dari sumber data  dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini diperlukan populasi dan sampel, populasi merupakan semua individu yang menjadi sumber pengambilan sampel  atau sekumpulan kasus yang perlu memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian.[7]
Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Kanagarian Panampuang yang terdiri dari tujuh jorong yaitu: Jorong Bonjo, Jorong Sungai Baringin, Jorong Lurah, Jorong Surau Labuah, Jorong Surau Lauik, Jorong Kubu dan Jorong Lundang dan adapun jumlah keseluruhan masyarakat Kanagarian Panampuang adalah sebanyak 6.664 jiwa.[8]
Mengingat populasi yang begitu banyak maka  dalam pengambilan sampel   menggunakan beberapa teknik sampling.Terkai dengan wilayah yang begitu luas terdiri dari tujuh Jorong, maka digunakan teknik randoom sampling  yaitu pengambilan sample secara undian dengan  mengambil tiga dari tujuh Jorong.
Dan untuk menentukan sample dari masyarakat digunakan teknik systematic sampling  yaitu pengambilan sample pertama dilakukan secara acak, sedangkan untuk sampel kedua, ketiga, dan seterusnya, ditentukan secara sistamatis yaitu meloncat kenomor berikutnya dengan jarak tertentu.[9]
Pengambilan sampel ini berdasarkan jumlah rumah perjorong, kemudian dipakaikan rumus K=N/n untuk mencari kelipatannya atau jaraknya yaitu membagi populasi dengan sample. Berdasarkan penelitian awal, didapat bahwa jumlah rumah di Jorong Surau Labuah sekitar 170 rumah, Jorong Surau Lauik 200 rumah dan di Jorong Lurah 100 rumah. Dari masing-masing Jorong akan diambil sampel sebanyak 15 rumah, maka dari itu didapat sample sebanyak 45 orang dari 45 rumah.  
                   
4.       Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengetahui informasi yang akurat, maka penulis akan menggunakan pengumpulan data yaitu menggunakan instrumen penelitian sebagai berikut:
a.       Observasi yaitu mengumpulkan data dengan mengamati masalah-masalah yang akan dijadikan objek dalam penelitian.
b.       Wawancara yaitu mengadakan komunikasi secara langsung  dengan responden untuk mendapatkan data yang akurat.
c.       Daftar pertanyaan (Questionnaire).
5.       Teknik Pengolahan Data.
Setelah data yang berhubungan dengan penulisan dapat dikumpulkan maka penulis menyusun data tersebut dengan menggunakan metode sebagai berikut:
a.       Metode Deduktif: Pembahasan atau penganalisaan yang bersifat umum kemudian diarahkan kepada yang bersifat kusus.[10]
b.       Metode Induktif: Pembahsan atau penganalisaan yang bersifat kusus kemudian diarahkan kepada yang bersifat umum.[11]
c.       Metode Komperatif: Mencari pemecahan suatu masalah melalui analisa terhadap faktor-faktor tertentu yang dihubungkan dengan situasi dan fenomena yang diselidiki dan membandingkan antara suatu faktor dengan faktor lainnya.[12]

F. Sistematika Penulisan
Supaya skripsi ini terlihat memiliki hubungan yang kuat antara keseluruhan antara pembahasan perlu dibuat sistematika penulisan, yaitu:
Bab I, Pendahuluan, merupakan informasi awal sekaligus pemberitahuan untuk memahami permasalahan pokok yang diuraiakan pada Bab selanjutnya, pendahuluan ini dibagi dalam beberapa sub-sub, yakni latar belakang masalah, Rumusan Masalah,
Bab II, Mengkaji tentang talak menurut fikih klasik yang terdiri dari: pengertian dan dasar hokum talak, bentuk talak, tata cara talak serta pendapat ulama.
Bab III, mengkaji tentang talak menurut Undang-Undang Perkawinan dan KHI yang terdiri dari: pengertian talak, bentuk-bentuk talak, alasan talak, prosedur talak dan akibat talak.
Bab IV, tentang monografi Kanagarian Panampuang dan persepsi masyarakat Kanagarian Panampuang tentang talak diluar Pengadilan.
Bab V, Penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran. Disini akan dijelaskan bagaimana penyelesaian dari persoalan-persoalan yang dikemukakan dalam rumusan masalah berikut alas an-alasannya. Tidak lupa diikut sertakan dengan saran yang berguna bagi persoalan-persoalan yang dibahas.
.




[1]Muhammad Bin Ismail al-Kahlani, Subulussalam Juz III, (Bandung : Pustaka Dahlan) h. 109

[2] H. S. A. Al-Hamdani, Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam). Penerjemah, Agus Salim, (Jakarta : Pustaka amani, 2002) h. 7

[3]Sayid sabiq, Fiqih Sunnah Jilid II. (Beirut : al-Maktabah) h. 206
[4] M. Abdul Hamid, Ahwal al-Syakhshiyah fi al-Syar’iyah al-Islamiyah, (Mesir , 1958) h. 234
                5 Zainal Abidin Abubakar, Kumpulan peraturan Perundang-Undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama,l( Jakarta: Yayasan al-Hikmah,1992 ). h.132
                6.Zainal Abidin Abubakar, Ibid. h. 335
[7]Mardelis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposional.(Jakarta : Bumi Aksara, 1993) h. 53

[8] Sumber data dari wali Nagari Panampuang

[9]Sudarmin Danim, Metode Penelitian Untuk Ilmu-ilmu Prilaku. (Jakarta : Bumi Aksara, 1997) h. 99
[10]Sutrisno Hadi, Metodologi Reserch.(Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi, 1989) cet Ke 7. h. 36

[11]Ibid; h. 42

[12]Winarno surahmad, Pengantar Peneltian Ilmiah. (Bandung : Tarsito, 1986), h. 143

0 Comment