BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beternak itik merupakan salah satu usaha tani yang sudah lama diusahakan, baik secara kecil-kecilan, maupun sebagai usaha pokok. Beternak itik bertujuan untuk menghasilkan telur dan daging. Telur mempunyai manfaat banyak sekali untuk manusia, antara lain : untuk menghasilkan bibit, dikonsumsi dan sebagai bahan baku industri, sehingga telur mempunyai prospek yang cukup baik dimasa yang akan datang.
Disamping banyak manfaat, telur merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi yang berfungsi sebagai protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh tubuh karena mengandung asam-asam amino yang lengkap dan seimbang. Keunggulan telur selain kaya protein juga kaya kalori, mineral dan mudah dicerna oleh tubuh.
Selain mempunyai keunggulan, telur juga mempunyai kakurangan yaitu cepat rusak. Kerusakan pada telur berupa kerusakan fisik, kerusakan kimai dan kerusakan oleh serangan mikroba melalui pori-pori kulit telur. Telur mudah terkontaminasi dan menyerap kotoran sehingga cepat rusak dan berbau amis.
Penanganan dan penyimpanan telur merupakan faktor penting yang mempengaruhi kwalitas telur. Penyimpanan telur pada tempratur kamar hanya dapat bertahan paling lama 14 hari, karena semakin lama waktu penyimpanan akan mengakibatkan terjadi banyak penguapan cairan didalam telur dan menyebabkan kantong udara semakin besar. Kesegaran dan mutu telur bisa dipertahankan agar nilai jual tetap tinggi dan dapat disimpan lebih lama dengan melakukan pengawetan dan pengolahan.
Banyak cara pengawetan yang sudah dilakukan diantaranya pengawetan dengan air hangat, dengan daun jambu biji, dengan minyak kelapa, dengan kulit akasia, dengan natrium silikat, dengan garam dapur dan mengasinkan telur. Dalam kehidupan sehari-hari telur itik diawetkan menjadi telur asin. Setelah menjadi telur asin bisa disimpan lebih kurang selama 1 (satu) bulan dan dapat mempertahankan nilai gizi dan kwalitas telur serta dapat meningkatkan selera konsumen karena rasanya yang khas lebih disukai dari telur segar.
Pembuatan telur asin bahan pengawet yang digunakan adalah garam dapur. Garam dapur ( NaCl) berbentuk kristal merupakan mineral yang paling penting bagi manusia baik sebagai bahan pengawet maupun penambah cita rasa pada makanan. Pengawetan telur dengan garam dapur mempunyai sifat antiseptis yang dapat menurunkan penguapan air dan dapat mengurangi mikro organisme pada kulit telur. Konsentrasi garam yang terbaik adalah 25 % sampai dengan 40 % dari bahan yang terdiri dari abu dan batu bata.
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka penulis sangat tertarik untuk melaksanakan penelitian sejauh mana pengaruh lama penyimpanan telur asin pada suhu kamar terhadap kwalitasnya, sehingga telur itik dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama dengan kondisi yang baik
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan yang telur asin terhadap kwalitasnya pada suhu kamar.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat memberikan informasi pada masyarakat tentang berapa lama penyimpanan yang baik untuk telur asin berpengaruh terhadap kwalitasnya pada suhu kamar. Di samping itu juga untuk menambah wawasan pemikiran bagi penulis dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah bahwa lama penyimpanan telur asin pada suhu kamar mempengaruhi kwalitas telur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telur.
Protein sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama untuk pertumbuhan dan kecerdasan otak. Ada 2 ( dua )macam sumber protein yaitu protein yang berasal dari tanaman yang disebut protein nabati dan protein yang berasal dari hewan yang disebut protein hewani ( Deptan, 1991 ). Selanjutnya ditambahkan bahwa protein hewani berasal dari telur, daging dan susu.
Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat ( Sudaryani, 1996 ). Telur banyak mengandung zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti asam-asam amino yang seimbang dan lengkap, vitamin serta memiliki daya cerna yang baik ( Sirait, 1986 ). Nilai gizi telur itik terdiri air 70,8 %, protein 14,1%, lemak 15,4%. Sebagian protein (50%) dan lemak terdapat pada kuning telur ( Rasyaf, 1983 ).
Selain mengandung banyak vitamin kecuali vitamin C dan K, telur banyak mengandung mineral seperti : besi, fosfor, kalsium, tembaga, yodium, magnesium, mangan, potasium, sodium, zing, klorida dan sulfur (Sudaryani, 1996). Telur merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Adapun nilai gizi dari berbagai macam telur dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Kandungan nilai gizi dari berbagai macam telur dan hasil olahannya, dalam 100 gram.
No | Jenis Telur | Kal | Prot (gr) | Lemak (gr) | Kals (mg) | Pospor (mg) | Besi (mg) | Vit A (S.I) | Vit B (mg) |
1 2 3 4 | Telur ayam Kuning telur Putih telur Telur itik Kuning telur Putih telur Telur asin Telur penyu Telur Terubuk | 162 361 50 189 398 54 195 144 425 | 12,8 16,3 10,5 13,1 17 11 13,6 12 31 | 11,5 31,9 - 14,3 35 - 13,6 10,2 28 | 54 147 6 56 150 21 120 84 50 | 180 586 17 175 400 20 157 193 (100) | 2,7 7,2 0,2 2,8 7 0,1 1,8 1,3 (2) | 400 2000 - 1230 2870 - 841 600 (600) | |
Sumber : Deptan , 1991
B. Struktur dan Komposisi Kimia Telur :
Sebutir telur dapat dibagi menjadi bagian-bagian tertentu yaitu : kulit telur, selaput telur, rongga udara, putih telur dan kuning telur (Buckle,1987). Telur terdir dari kulit telur 8-11%, Albumen sebanyak 56% sampai dengan 61% dan kuning telur 27-32% ( Powrie, 1977 ). Telur terdiri dari kuning telur atau yolk 30-33%, albumen 60% dan kuning telur 9-12% ( Stadelman, 1977 ). Pembagian dari masing-masing komponen utama telur dapat dilihat pada gambar 1.
Menurut Abas (1989) komposisi telur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : bangsa, umur itik, posisi telur pada sebuah rangkaian peneluran, laju produksi telur, suhu lingkungan, kwalitas dan kwantitas, stres serta adanya penyakit. Sudaryani (1996) menyatakan bahwa kwalitas sebutir telur tergantung pada kwalitas isi telur dan kulit telur serta berat telur.
Kulit telur . Kulit telur berfungsi sebagai pelindung isi telur yang terdiri dari katikula, lapisan spon, lapisan mamilaris dan membran kulit kerang (Sirait, 1977 ). Kulit telur merupakan bagian luar telur yang komposisinya terdiri dari 98,2% calcium, 0,9% magnesium dan 0,9% phospor ( Powrie, 1977 ). Bagian yang keras karena hampir 95,1% terdiri dari garam-garam anorganik dan 3,3% bahan organik terutama protein dan air 1,6% ( Sarwono, 1985 ). Tebal kulit telur menurut Abbas ( 1989 ) sekitar 300 mm. Bahan organik cendrung menurun dengan meningkatnya bahan organik keluar telur. Menurut Sirait ( 1986 ) pori-pori telur sangat sempit, berukuran 0,01 – 0,07 mm dan tersebar diseluruh permukaan kulit telur. Pada bagian tumpul jumlah pori-pori persatuan luas lebih besar dibandingkan dengan pori-pori yang lain, oleh karena itu kantong udara terjadi didaerah ini.
Putih telur. Bahagian putih telur terdiri dari chalaza 2,7%, lapisan putih telur bagian dalam 17,3%, lapisan putih telur kental 57% dan bagian putih telur encer bagian luar 23% (North, 1981). Kandungan air yang terdapat dalam putih telur adalah sekitar 87%, protein 12%, karbohidrat 0,4% dan lemak sekitar 0,3% ( Buckle, 1985 ). Putih telur dari telur yang segar adalah tebal dan di ikat oleh khalaza ( Sudaryani, 1996 ).
Kuning telur. Menurut Sarwono (1985), kuning telur merupakan bagian yang paling penting bagi isi telur, sebab pada bagian inilah terdapat dan merupakan tempat embrio tumbuh, khususnya untuk telur yang telah di buahi. Kemudian Sirait (1986) menambahkan bahwa persentase kuning telur mencapai 32% dari total berat telur utuh. Selama penyimpanan menurut Stadelman (1977) air dapat pindah dari putih telur kekuning telur sehingga persentase padatnya menurun dan menyebabkan peningkatan berat kuning telur. Selanjutnya ditambahkan bahwa hal ini akan menyebabkan perenggangan serta basahnya vitelin membran kuning telur dan pecah sehingga kuning telur dapat bercampur dengan putih telur.
C. Kwalitas Telur
Kwalitas telur sebagai bahan makanan di artikan dengan sekumpulan sifat-sifat yang dimiliki oleh telur dan mempunyai pengaruh terhadap penilaian/ pemilihan oleh konsumen ( Abbas, 1981 ). Kwalitas adalah sifat-sifat yang sama dari suatu produk yang menentukan derajat kesempurnaan dari telur-telur tersebut (Poro, 1977). Faktor yang mempengaruhi kwalitas telur menurut Sudaryani (1996) tergantung pada bagaimana penanganan dan penyimpanannya. Kismono (1977) menyatakan bahwa kwalitas telur bagian luar bisa ditetukan dengan pengamatan terhadap keadaan luar yang meliputi warna kulit telur, bentuk dan struktur telur, keutuhan telur dan kebersihannya. Sedangkan keutuhan telur bagian dalam bisa ditentukan melalui pengamatan terhadap kantong udara, kuning telur, yang terpenting adalah keadaan putih telur melalui metoda peneropongan maupun pemecahan.
Kismono (1977), menyatakan bahwa kwalitas telur bagian luar ditentukan dengan pengamatan terhadap warna kulit telur, bentuk dan struktur telur, keutuhan telur dan kebersihannya. Sedangkan keutuhan telur bagian dalam ditentukan melalui pangamatan kantong udara melalui metoda peneropongan dan pemecahan. Menurut Sarwon dkk (1985), telur yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: kantong udara kecil, kulit telur bersih dan berwarna halus, kuning telur terletak ditengah dan tidak ditemui noda darah pada putih telur / kuning telur. Sarwono (1993) menambahkan bahwa secara alami telur dilengkapi dengan beberapa zat anti bakteri yang bersifat membunuh dan mencegah pertumbuhan kuman perusak. Adapun selaput kutikula juga mencegah masuknya bakteri ke dalam isi telur.
D. Perubahan Telur Selama Penyimpanan
Telur akan mengalami perubahan kwalitas seiring dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Menurunnya kwalitas telur terjadi hampir di semua bagian telur (Sudaryani, 1996). Sebaiknya memproduksi telur diiringi dengan pengolahan pasca panen yang baik dan tepat sehingga tidak saja efisien dalam produksi, tetapi diiringi dengan telur yang diproduksi berkwalitas tinggi (Abbas, 1989). Dan menurut Sarwono (1993) untuk mempertahankan kesegaran dan mutu telur agar tetap baik dan mencegah kerusakan selama telur disimpan, pada telur segar perlu penanganan agar telur dapat lebih awet disimpan.
Penurunan berat telur. Penguapan air dan gas-gas hasil dekomposisi kimia dalam telur bisa menyebabkan terjadinya penurunan berat telur selama penyimpanan. Lebih lanjut dikatakan bahwa penurunan berat telur tampak secara jelas pada telur yang disimpan (Bonang, 1983). Kehilangan berat telur dipengaruhi oleh temperatur, lama penyimpanan ke perubahan relatif dan kecepatan aliran udara dalam ruangan penyimpanan ( Hadiwiyoto, 1983 ). Berat telur dapat dipertahankan , karena pengewetan telur dengan garam mempunyai sifat antiseptis yang dapat menurunkan penguapan air dan dapat mengurangi mikro organisme pada kulit telur sekaligus bisa mempertahankan berat telur salama waktu tertentu atau selama penyimpanan ( Sirait, 1986 ).
Keadaan putih telur. Telur yang baru ditelurkan PH nya antara 7,6-7,9 dan selama penyimpanan dapat meningkat sesuai dengan tingkat suhu dan keluarnya CO2, sehingga pH menjadi 9,7 (Powrie, 1977). Kehilangan Carbondioksida ini akan mengakibatkan putih telur yang kental menjadi encer dan melemahnya membran vittelin ( Card,1962 ). Perubahan putih telur terutama ditandai dengan menipisnya atau encernya putih telur ( Sabrani dan Setiyanto , 1980 ). Pengawetan dengan garam dapat menghambat pertumbuhan mikro organisme pembusuk patogen karena mempunyai sifat anti mikroba ( Balai Metodologi Informasi Pertanian , 1997 ).
Pengukuran putih telur yang terbaik dengan Haugh Unit. Haugh Unit merupakan satuan yang digunakan untuk mengetahui kesegaran isi telur terutama bagian putih telur ( Sudaryani , 1996 ). Selanjutnya ditambahkan bahwa untuk mengukurnya telur harus dipecahkan dulu, lalu ketebalan putih telur diukur dengan alat mikro meter. Semakin tinggi nilai Haugh Unit menunjukkan kwalitas telur semakin baik.
Keadaan kuning telur. Kuning telur dalam keadaan bagaimanapun seakan-akan menggantung pada kedua Chalaza ditengah-tengah putih telurnya, sehingga gangguan dari luar jarang sampai kekuning telur (Stadelman, 1977). PH kuning telur akan naik denga adanya perpindahan air dari putih telur lewat membran Vittelin ke kuning telur (Mountney, 1976). Posisi kuning telur mulanya berada ditengah dan semakin lama akan bergeser kepinggir sesuai dengan lama penyimpanan telur tersebut ( Sirait,1985 ).
Kecerahan kuning telur merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk keutuhan kwalitas telur. Untuk mengukur kwalitas kuning telur dapat digunakan alat Roche Yolk Colour fan (Sudaryani, 1996). Selanjutnya ditambahkan bahwa cara pengukuran kuning telur dengan mencocokkan warna kuning telur dengan warna yang ada pada alat tersebut. Alat ini mempunyai ukuran dari angak 1 sampai dengan angka 15. Warna kuning telur yang baik berkisar pada angka 9 – 12.
Rongga udara. Besarnya rongga udara dapat dijadikan petunjuk yang baik tentang keadaan dimana telur tersebut disimpan, dibanding dengan umur telurnya. Telur yang disimpan pada tempat yang umum walaupun sebentar akan lebih besar rongga udaranya dari pada telur yang disimpan lebih lama pada tempat yang cocok. (Burhani, 1980). Telur yang segar memiliki ruang udara yang lebih kecil dibanding telur yang sudah lama disimpan. Pemeriksaan rongga udara dapat dilakukan dengan peneropongan pada telur ( Sudaryani, 1996 ).
E. Pengawetan Telur.
Penanganan yang tepat seperti memperpanjang daya simpan telur segar dengan pengawetan merupakan upaya untuk mencegah penurunan kwalitas telur (Sudaryani, 1996). Selanjutnya ditambahkan, diharapkan telur tetap bernilai gizi tinggi, tidak berubah rasa, tidak berbau busuk dan warna telur tidak pudar. Menurut Sirait (1986 ) pengawetan dengan menggunakan garam dapat menghambat pertumbuhan mikro organisme karena garam penyebab terjadinya penarikan air dari dalam sel mikro morganisme yang mengakibatkan sel mikro organisme kekurangan air, ionisasi daram akan menghasilkan clor yang meracuni mikro organisme. Suharno dan Amri (1995) menambahkan bahwa telur yang tidak diberi pelakuan pengawetan hanya dapat bertahan 14 hari jika disimpan pada suhu ruangan lebih dari telur akan membusuk.
Beberapa cara pengawetan dan pengolahan telur secara sederhana menurut Deptan( 1991 ), diantaranya adalah merendam telur dengan daun jambu biji yang bisa tahan disimpan selama 1 ( satu ) bulan, merendam telur dengan minyak kelapa bisa tahan sampai 2 bulan, pengawetan dengan kulit akasia dapat disimpan 2 ( dua ) bulan, dengan Natrium Silikat bisa disimpan sampai 1,5 bulan dan dengan garam dapur bisa disimpan sampai 1 bulan.
Pengasinan telur merupakan salah satu cara untuk mengawetkan telur. Media pengasinan yaitu campuran bubuk batu bata atau abu dengan garam. Perbandingan abu atau batu bata dengan garam adalah 1:5 sampai 1:1 ( Sudaryani, 1996 ). Untuk 30 butir telur dibutuhkan 0,5 kg garam dapur, 1 kg batu bata , 1 kg abu dan air secukupnya ( Djannah, 1984 ).
BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN
A. Materi Penelitian
Penelitian ini menggunakan telur itik yang baru berumur 1 hari sebanyaak 64 butir dengan berat 67 gram sampai 72 gram yang dibeli langsung kepada peternak itik di Kecamatan IV Angkat Candung Kabupaten Agam. Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah :
- garam dapur ( NaCl ) sebanyak 1,067 kg
- abu 2,133 kg
- batu bata 2,133 kg
- air secukupnya.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
- timbangan
- wadah tempat penyimpanan telur
- media agar untuk pemeriksaan bakteri
- pH meter
- Pengukur Haugh Unit
B. Metode Penelitian
B. 1. Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 4 perlakuan dan 4 kali ulangan dengan masing-masing unit berjumlah 4 butir telur.
Sebagai Perlakuan adalah:
A1 Lama penyimpanan 10 hari
A2 Lama penyimpanan 15 hari
A3 Lama penyimpanan 20 hari
A4 Lama penyimpanan 25 hari
Model matematika rancangan yang digunakan adalahsebagai berikut:
Y i j =µ + ai + S ij
Dimana:
Yij = nilai pengamatan pada satuan percobaan ulangan ke j dengan percobaan
ke i
µ = nilai tengah
ai = pengaruh perlakuan ke i.
Sij = galat percobaan
i = perlakuan
j = ulangan
Untuk menghitung setiap perlakuan terhadap parameter digunakan analisis sidik ragam yang dihitung secara statistik.
Tabel 2. Tabulasi data / penyajian hasil percobaan.
Perhitungan Sidik Ragam
C = Y2
tr
JKT = SYij2 - C
JKP = S yi2 - C
r
JKS = JKT - JKP
Tabel 3. sidik ragam
B. 2. Pelaksanaan Penelitian
a. Pembuatan telur asin
Pembuatan telur asin dilaksanakan 4 tahap dengan selang waktu 5 hari masing-masing tahapnya. Tujuannya agar waktu penyimpanan telur asin sesuai perlakuan 10 hari, 15 hari, 20 hari dan 25 hari dapat selesai bersaman. 1 kali pembuatan dibutuhkan telur sebanyak 16 buah, garam dapur 267 gr, abu 533 gr, batu bata 533 gr dan air secukupnya.
Cara kerja pembuatan telur asin tahap I adalah :
- Telur dibersihkan dan di keringkan.
- Bahan disiapkan yaitu garam dapur, abu, batu bata dan air.
- Garam, abu dan batu bata dihancurkan dan dimasukkan kedalam baskom,
diaduk hingga rata.
- Tambahkan air dan diaduk hingga menjadi adonan.
- Telur dibungkus setebal 3 milimeter dengan adonan yang telah dibuat.
- Telur disimpan selama 10 hari.
Setelah 5 hari telur asin tahap I disimpan selanjutnya dibuat telur asin tahap ke 2 dan berkelanjutan sampai tahap ke 4.
b. Penyimpanan telur asin.
Cara kerja penyimpanan telur asin adalah :
- Setelah telur diasinkan selama 10 hari, kemuadian telur dibersihkan dari
. adonan pembungkusnya.
- Telur diletakkan pada wadah yang telah disiapkan sesuai perlakuan dan
ulangan.
- Telur disimpan selama 10 hari, 15 hari, 20 hari dan 25 hari.
B. 3. Peubah Yang Diukur
a. Haugh Unit putih telur.
Haugh Unit digunakan untuk pengukuran putih telur. Telur ditimbang beratnya lalu dipecahkan secara hati – hati dan diletakkan pada wadah yang datar. Ketebalan putih telur ( dalam milimeter ) diukur dengan mikro meter . Bagian putih telur diukur, dipilih diantara pinggir kuning telur dengan pinggir putih telur.
.Rumusnya : HU = 100 log ( H + 7,57 – 1,7 W 0,37)
dimana , HU: Haugh Unit
H : tinggi putih telur
W : bobot telur ( gram )
Pengukuran Haugh Unit putih telur ini dilakukan di Labor Politani Payakumbuh.
b. Pengukuran pH telur.
pH putih telur dan kuning telur di ukur menggunakan pH meter. Sebelum diukur pH nya, putih telur dan kuning telur dipisahkan terlebih dahulu dengan menggunakan alat pemisah putih dan kuning telur. Masing-masing kuning telur dan putih telur diaduk hingga rata. pH meter dinetralkan terlebih dahulu. Celupkan ujung katoda pH meter ke kuning telut dan putih telur dan dilihat pH nya. Pengukuran pH telur ini dilakukan di Labor Politani Payakumbuh.
c. Jumlah bakteri.
Sel bakteri biasanya sulit dihitung bila dengan cara yang biasa saja karena jumlahnya banyak dan sifatnya membelah diri. Untuk mempermudah penghitungan biasanya digunakan pertumbuhan koloni yang dibiakkan pada agar lempeng dalam cawan petridis. Jumlah bakteri dihitung dengan dipupuk pada cawan petri yang diinokulasi suspensi mikro organisme yang diencerkan secara bertingkat.
Cara pengerjaaan:
1. Bersihkan kulit telur, lalu disinfeksi dengan alkohol 70% di bagian runcing telur.
2. Buka kulit bagian runcing telur, dan tuangkan isi telur (putih dan kuning telur) ke dalam gelas beaker steril.
3. Homogenkan isi telur tersebut (ekstraks telur)
4. Buatlah pengenceran 1.10 dengan cara memipet 11 ml atau timbanglah 11 Good Governance ekstrak telur tersebut ke dalam 99 ml pengencer steril (dalam gelas Erlenmeter), lalu homogenkan (kovoklah sebanyak 25 kali). Selanjutnya pipetlah 1 ml dari pengencer 9 ml pengencer steril (menjadi pengencer 1:100)
5. Pipetlah sebanyak 1 ml dari masing-masing pengenceran (1:10, 1:100, … dst) dan masukkan ke dalam cawan petri steril yang telah diberi label sebelumnya sesuai dengan pengencerannya.
6. Tuangkan agar cair hanyat (suhu 40 – 500 C) ke dalam masing-masing cara petri tersebut, kemudian goyangkan secara hati-hati cawan petri seperti angka delapan, dan biarkan memadat.
7. Setelah agar memadat, masukkan cawan petri tersebut ke dalam incubator bersuhu 370C selama 24 – 26 jam.
8. Hutung;ah jumlah koloni yang tampak dari masing-masing pengeceran, lalu laporkan jumlahnya sesuai dengan standar.
9. Lakukan seluruh pekerjaan secara aseptik (hindari kontaminasi)
d. Uji Organoleptik.
Tujuan organoleptik adalah untuk mencegah sifat atau faktor-faktor dan cita rasa serta daya cerna terhadap makanan. Pengujian secara organoleptik dilakukan setelah telur direbus dan dicicipi oleh 10 orang panelis. Syarat panelis adalah:
1. Orang yang dijadikan panelis harus ada perhatian terhadap pekerjaan penilaian organoleptik
2. Calon bersedia dan mempunyai waktu untuk melakukan penilaian organoleptik
3. Calon panelis mempunyai kepekaan yang diperlukan
4. Menganal cara-cara pengolahan komoditi tersebut dan tahu peranan bahan serta cara-cara pengolahan
5. Mempunyai pengetahuan atau pengalaman tentang cara-cara penilaian organoleptik
Masing – masing panelis memberikan pendapat berdasarkan Hedonic Scale . Caranya sampel disajikan pada panelis dan panelis diminta untuk mengisi kartu penilaian sebagai berikut :
Rasa Skor
Sangat suka 5
Suka 4
Kurang suka 3
Tidak suka 2
Untuk menetralisir agar lidah bisa membedakan masing – masing perlakuan digunakan air minum. Air minum yang digunakan adalah air putih, karena air putih tanpa rasa sehingga rasa lidah akan kembali netral.
C. Waktu dan Tempat
Penelitian akan dilaksanakan selama 35 hari yang Insya Allah akan dimulai tanggal 21 Juni 2004 sampai dengan tanggal 26 Juli 2004 di Kecamatan IV Angkat Candung Kabupaten Agam.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, M.H.1981 Proses perubahan Kwalitas telur. Karya ilmiah, FakultasPeternakan Universitas Andalas. Padang
Abbas, 1989. pengolahan Produksi Unggas, Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang
Balai Metodologi Informasi Pertanian, 1997/1998. Teknologi Hasil Perikanan. Balai Metodologi Informasi Pertanian. Bogor.
Bonang, S. 1983. Pembentukan serta aspek fisika kimia kuning telur dan albumen pada telur ayam (Galus Demosticus) didalam lontora No. 13. Tahun XXII. Jakarta
Buckle, dkk. 1985. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia (UI – Press). Jakarta
Burhani, 1980. Mengapa telur mudah rusak. Majalah ayam dan telur No. 14. Tahun ke X. Jakarta
Card, L.E. 1962. Poultry Production. 9 th. Ed. Lea & Febiger Philadelphia.
Departemen Pertanian,1991.Pengolahan Hasil – hasil Peternakan. Direktorat Bina
Produksi Peternakan. Derptan. Jakarta.
Djannah,D, 1984. Beternak Ayam Dan Itik. Cv Yasaguna. Jakarta.
Hadiwiyoto. S. 1983. Hasil-hasil olahan susu, ikan, daging dan telur. Edisi ke 2. Liberty. Yoyakarta.
Kismono, M.M.S.S. 1977. Beberapa Aspek Pengolah Produksi Ternak Unggas. Proyek Pengadaan Penyuluhan dan Penelitian Petugas Peternakan. Direktorat Jendral Peternakan Deptan. Jakarta
Mountney, 1976. Poultry Poduct technology The Avi Publishing Company. Inc. west port. Connecticut
Poro. A. 1987. Ilmu Tilik Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. Padang
Powrie. W. D. 1977. Chemistry of Egg and Egg Production. Dalam W.J. Stadelman And D.J. Cotteril, Egg Science and Technologi Sec. Ed. Avi Publishing Company. Inc. West Port Connecticut.
Rasyaf. M. 1983. Memelihara Burung Puyuh. Penerbit Swadaya, Jakarta
__________, 1984, Berternak Itik Petelur. Penerbit Swadaya, Jakarta
Sabrani, M dan Hadi Setiyanto. 1980. Proses yang terjadi didalam telur selama penyimpanan. Lembaran (PP tahun X. No 1). Bogor.
Sarwono,dkk. 1985. Telur Pengawetan dan Manfaatnya . Penebar Swadaya. Jakarta.
Sarwono, 1993, Pengawrtan dan Pemanfaatan Telur, Penerbit Swadaya, Jakarta
Stadelman. W.J. `1977. Qualitiy Identification of Shell Egg. Dalam W.J Stadelman and O.j. Cotteril. Egg Science and Technology Sec ed. Avi Publishing Company Inc. West Port. Connecticut
Sudaryani, T. 1996. Kwalitas telur. Penebar Swadaya Jakarta
Suharno, B., dan Amri K, 1995, Beternak Itik Secara Intensif, Penerbit Swadaya, Jakarta.
Wihandoyo. 1982. Teknologi hasil ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
0 Comment